HARITSAHALMUDATSIR/JAWAPOS |
Sebenarnya imunisasi bukan hal yang baru di Indonesia. Imunisasi pertama yang diberikan oleh pemerintah adalah imunisasi untuk penyakit cacar. Pemberiannya sekitar 1956. Vaksin-vaksin untuk mencegah beberapa penyakit lain mulai diberikan pada tahun setelahnya. Hingga terakhir pada tahun lalu, masyarakat dikenalkan dengan vaksin Inactivated Polio Vaccine (IPV) atau vaksin polio suntik.
Menurut catatan yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan, vaksin yang diberikan sejak tahun 1950 itu mampu menghilangkan beberapa penyakit. 24 tahun sejak pemberian vaksin cacar pertama, penyakit tersebut dinyatakan hilang. Hingga akhirnya pada 1980 pemberian imunisasi cacar tidak dimasukkan lagi oleh pemerintah.
Polio pun juga sudah dinyatakan tidak ada sejak pemerintah mendapatkan setifikat bebas polio pada 27 Maret 2014. Sebenarnya kasus polio sudah tidak dijumpai lagi sejak 2006. Pada tahun yang sama, pemerintah mencanangkan eradikalisasi polio. Saat itu pemerintah mencari hingga ke pelosok untuk menemukan potensi polio.
Sementara itu, vaksin MR sendiri bukanlah barang baru. Sebelumnya telah dikenal vaksin MMR (Mumps, Measles, dan Rubella, Red). ”Pemerintah menilai mumps atau gondongan ini tidak berbahaya dan lebih mahal. Jadi lebih penting measles (campak) dan rubella,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr HM Subuh.
Vaksin MMR tergolong mahal jika dibanding dengan vaksin lain. Dengan dosis satu mili, harganya sekitar Rp 350 ribu. Banyak orang tua yang akhirnya memilih untuk tidak memberikan vaksin tersebut. Beberapa pabrik vaksin pun dua tahun terakhir menghentikan produksi vaksin MMR karena dirasa tidak menguntungkan. Sementara vaksin MR yang diberikan pemerintah nanti dapat didapatkan dengan gratis.
”Vaksin MR sudah disiapkan sejak sepuluh tahun lalu,” ucap Subuh. Untuk memasukkan vaksin ke imunisasi dasar, menurut Subuh memang harus dikaji dari berbagai aspek. Pengkajian dilakukan lintas sektor. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) diajak berdiskusi untuk menyiapkan vaksin MR masuk program imunisasi dasar.
Imunisasi ini juga mendapat dorongan dari dunia. The World Medical Association (WMA) dan Global Vaccine Action Plan (GVAP) mendorong beberapa negara untuk mengeliminasi penyakit campak. Hal itu sebenarnya sudah dilakukan sejak Mei 2012. Menurut Subuh hal inilah yang menjadi dasar pemerintah memasukkan vaksin MR ke dalam imunisasi dasar.
Lalu kenapa pemerintah memilih mendahulukan vaksin MR? Menurut Subuh, hal itu karena dampak rubella. Bagi anak-anak yang terkena rubella bisa jadi mereka akan mengalami komplikasi dengan gangguan jantung hingga kematian. ”Yang paling ditakutkan itu sindrom rubella konginetal,” ucap Subuh. Ibu yang terkena rubella saat hamil dapat mengganggu pertumbuhan janin. Janin bisa saja lahir dengan kondisi cacat. Contohnya tuli, katarak, penyakit jantung kongenital, kerusakan otak, organ hati, serta paru-paru. “Bisa juga ibu akan mengalami keguguran,” imbuh Subuh.
Sementara itu, Menkes Nila F Moeloek menuturkan vaksin rubella akan menambah jumlah vaksin yang wajib diberikan kepada anak. Sebelumnya, dikenal ada vaksinasi BCG, DPT, TT, Polio, Campak, Hepatitis B, Influenza, dan meningitis yang diberikan sejak bayi. ’’Ini masih sebagian (diberikan), tapi kita akan maju terus,’’ terangnya.
Menurut Nila, rubella sebenarnya tidak akan sampai membahayakan nyawa. Namun, dampak yang ditimbulkan adalah kecacatan. Pada anak-anak, dampaknya bisa berupa katarak yang berpotensi berujung pada kebutaan. Tidak jarang pula, bayi lahir dalam kondisi katarak karena ibunya terjangkiti rubella.
Rubella juga bisa mengakibatkan tuli pada bayi. Dia meyakini program vaksinasi tersebut bisa mencegah virus Rubella menjangkiti masyarakat. Sehingga, ke depan kasus bayi lahir dalam kondisi katarak atau tuli bisa semakin menurun.
Bagaimana dengan anak-anak yang sudah terlanjur terkena rubella ataupun dampak dari virus tersebut, Nila mengakui memang tidak banyak yang bisa dilakukan. ’’Kalau katarak, kami upayakan operasi sebelum usianya mencapai tiga bulan,’’ lanjut spesialis mata itu. sebab, operasi bisa lebih sulit bila sudah di atas tiga bulan.
Yang membuat repot justru dampak setelah operasi katarak. Mau tidak mau, bayi yang telah dioperasi katarak harus memakai kacamata sebagai alat bantu penglihatan.
Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi menuturkan bahwa kampanye vaksin MR di Indonesia akan dilakukan dua tahap. Tahap pertama dilakukan di Jawa pada Agustus hingga September nanti. Tahap kedua akan dilakukan tahun depan pada bulan yang sama yang akan menyasar anak-anak di luar Jawa. Selanjutnya pemberian vaksin MR dilakukan secara berkelanjutan untuk anak usia sembilan bulan, 18 bulan, dan kelas 1 sekolah dasar.
”Memang sasaran adalah anak usia sembilan bulan hingga 15 tahun,” beber Jane. Kenapa demikian? Sebab anak memiliki kekebalan tubuh yang rendah dibanding dengan orang dewasa. Jane menambahkan jika virus rubella hanya bisa hidup di tubuh manusia. ”Kalau manusianya sudah punya antibody, virusnya tidak memiliki inang. Lama-lama akan punah,” ungkapnya.
Pada Agustu, pemerintah fokus memberikan vaksin MR untuk anak sekolah. Sebab pada bulan yang sama akan diberikan vitamin A. Lalu untuk mereka yang tidak bersekolah, seperti anak jalanan, diberikan pada bulan September. ”Nanti puskesmas hingga pustu wajib mencari anak-anak yang belum tervaksin MR pada bulan September,” beber Jane.
Hingga tahun depan, pemerintah menargetkan 95 persen anak di Indonesia mendapatkan vaksin MR. Dengan demikian herd community akan tercapai karena sebagian besar anak tervaksin. ”Yang lima persen diharapkan juga bisa terlindungi,” bebernya.
Sementara itu, di negara tentangga seperti Malaysia, Vaksin MMR sudah lama ditetapkan sebagai bagian dari vaksin wajib yang pemberiannya terjadwal. Dilansir dari situs kempas.malaysia.gov.my, Vaksin dengan jenis berbeda diberikan hampirsetiap bulan mulai ketika lahir hingga menginjak usia 15 tahun.
Dalam jadwal pemberian vaksin yang diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan Malaysia, bayi yang baru lahir diberikan vaksin BCG atau bacillus calmette guerin (vaksi TBC) dan vaksin hepatitis B dosis pertama. Sementara dosis kedua diberikan saat bayi memasuki usia satu bulan.
Pada bulan kedua, bayi diberi dosis pertama dari vaksin DTaP untuk mencegah difteri, pertusis, dan tetanus, vaksin IPV untuk mencegah polio, serta vaksin Hib. Dosis kedua vaksin ini diberikan pada bulan berikutnya. Sementara dosis ketiga diberikan saat bayi berusia 5 bulan.
Sedangkan untuk vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella), dosis pertama diberikan saat bayi memasuki usia 1 tahun atau 12 bulan. Bersama dengan vaksin enchepalitis atau peradangan otak. Sementara dosis kedua diberikan pada usia 7 tahun. Nepal dan Maladewa merupakan negara yang mampu mengeliminasi campak dan rubella. Negara tersebut memang sudah menerapkan pemberian vaksin rubella sejak beberapa tahun silam. (lyn/byu/tau)