JAKARTA - Ketua DPR Periode 2009 - 2014 Marzuki Alie memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rabu (9/8) KPK memanggil Marzuki untuk diperiksa sebagai saksi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto (Setnov). Usai pemeriksaan tersebut, Marzuki menegaskan kembali bahwa dirinya sama sekali tidak soal aliran dana korupsi proyek dengan total anggaran Rp 5,9 triliun itu.
"Kalau nggak ada masa mau akui," ungkap Marzuki ketika ditanyai pasca menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK kemarin. Pria kelahiran Palembang itu pun menyampaikan kembali bahwa dirinya tidak mungkin melapor kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bila mengetahui aliran dana tersebut. "Saya merasa tidak salah," kata dia tegas. Karena itu dia melapor ke Bareskrim Polri ketika namanya disebut-sebut menerima duit korupsi e-KTP.
Meski namanya ada dalam surat tuntutan untuk mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Marzuki menyatakan bahwa itu tidak ubahnya tudingan tanpa dasar. "Menyebut-nyebut tanpa dasar," ucap mantan sekjen Partai Demokrat tersebut. Apalagi, sambung dia, yang disebut memberikan jatah korupsi e-KTP kepada dirinya adalah mantan anggota komisi V DPR Mulyadi.
Marzuki menuturkan, dirinya tidak ada urusan dengan Mulyadi. "Jadi, kata Andi Narogong si A, si B, si C ujungnya Mulyadi," imbuhnya. "Apa urusannya (mantan anggota) komisi V (DPR) kasih duit ke saya kaitan e-KTP," tambah dia. Keterangan serupa dia sampaikan ketika ditanya soal informasi yang diungkap Irman dalam persidangan. "Tanya Pak Mulyadi, ada nggak Pak Mulyadi kasih uang e-KTP ke saya," imbuhnya.
Dia juga menyampaikan bahwa DPR bukan tempat untuk membicarakan soal bagi-bagi duit. "DPR itu rumah rakyat. Bicaranya kepentingan rakyat," tegas Marzuki. Kalau pun ada yang berbuat kejahatan, sambung dia, tidak seluruh anggota dewan berbuat jahat. "Yang melakukan kejahatan itu hanya beberapa orang," jelasnya. Namun demikian, dia hadir setiap kali dipanggil KPK. Sebab, dia pernah menjadi pimpinan di Senayan.
Menurut Marzuki itu wajar. "Jadi, setiap ada tersangka baru sebagai ketua DPR ya akan dipanggil," jelasnya. Seperti panggilan kemarin. Dia mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan kemarin keterangannya sama persis dengan yang dia sampaikan ketika diperiksa untuk tersangka Andi Narogong. "Yang diperiksa berita acara (pemeriksaan) Andi Narogong di copy paste ke Setnov persis sama," kata dia.
Selain Marzuki, KPK juga memanggil lima saksi lain untuk tersangka Setnov. Namun, dua di antaranya tidak hadir. Yakni Elliys Anita Gizelle dan Junaidi Adinata yang berasal dari pihak swasta. "Saksi SN (Setnov) tidak ada keterangan ketidakhadirannya," ungkap Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak kemarin. (syn/)
"Kalau nggak ada masa mau akui," ungkap Marzuki ketika ditanyai pasca menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK kemarin. Pria kelahiran Palembang itu pun menyampaikan kembali bahwa dirinya tidak mungkin melapor kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bila mengetahui aliran dana tersebut. "Saya merasa tidak salah," kata dia tegas. Karena itu dia melapor ke Bareskrim Polri ketika namanya disebut-sebut menerima duit korupsi e-KTP.
Meski namanya ada dalam surat tuntutan untuk mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Marzuki menyatakan bahwa itu tidak ubahnya tudingan tanpa dasar. "Menyebut-nyebut tanpa dasar," ucap mantan sekjen Partai Demokrat tersebut. Apalagi, sambung dia, yang disebut memberikan jatah korupsi e-KTP kepada dirinya adalah mantan anggota komisi V DPR Mulyadi.
Marzuki menuturkan, dirinya tidak ada urusan dengan Mulyadi. "Jadi, kata Andi Narogong si A, si B, si C ujungnya Mulyadi," imbuhnya. "Apa urusannya (mantan anggota) komisi V (DPR) kasih duit ke saya kaitan e-KTP," tambah dia. Keterangan serupa dia sampaikan ketika ditanya soal informasi yang diungkap Irman dalam persidangan. "Tanya Pak Mulyadi, ada nggak Pak Mulyadi kasih uang e-KTP ke saya," imbuhnya.
Dia juga menyampaikan bahwa DPR bukan tempat untuk membicarakan soal bagi-bagi duit. "DPR itu rumah rakyat. Bicaranya kepentingan rakyat," tegas Marzuki. Kalau pun ada yang berbuat kejahatan, sambung dia, tidak seluruh anggota dewan berbuat jahat. "Yang melakukan kejahatan itu hanya beberapa orang," jelasnya. Namun demikian, dia hadir setiap kali dipanggil KPK. Sebab, dia pernah menjadi pimpinan di Senayan.
Menurut Marzuki itu wajar. "Jadi, setiap ada tersangka baru sebagai ketua DPR ya akan dipanggil," jelasnya. Seperti panggilan kemarin. Dia mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan kemarin keterangannya sama persis dengan yang dia sampaikan ketika diperiksa untuk tersangka Andi Narogong. "Yang diperiksa berita acara (pemeriksaan) Andi Narogong di copy paste ke Setnov persis sama," kata dia.
Selain Marzuki, KPK juga memanggil lima saksi lain untuk tersangka Setnov. Namun, dua di antaranya tidak hadir. Yakni Elliys Anita Gizelle dan Junaidi Adinata yang berasal dari pihak swasta. "Saksi SN (Setnov) tidak ada keterangan ketidakhadirannya," ungkap Pelaksana Tugas Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak kemarin. (syn/)