JAKARTA - Obat-obat penenang yang dibatasi peredarannya makin banyak dijual di situs-situs online. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, sedikitnya 98 situs sudah diblokir hingga Juli lantaran ditengarai menjual obat-obatan yang hanya boleh dibeli dengan resep dokter itu. Masih ada 20 situs lain dalam proses klarifikasi sebelum akhirnya diblokir.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menuturkan, tahun lalu setidaknya sudah ada 71 situs yang ditutup gara-gara menjual obat-obatan keras. Selama ini mereka masih sebatas pada penutupan situs. Sebab, belum ada regulasi yang spesifik mengatur penjualan online obat keras dan produk berisiko lain. BPOM sedang menyelesaikan aturan terkait itu. ”Kami juga akan membentuk direktorat siber khusus untuk menangani ini,” ujar Penny di Jakarta kemarin (10/8).
Selain pengawasan secara online, BPOM juga melakukan operasi pemberantasan langsung di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang, dan Palangkaraya. Sasaran operasi pada Juli itu adalah obat-obat keras yang dijual di toko obat, toko kosmetik, dan toko kelontong. Hasilnya, ditemukan 13 jenis obat dengan total 925.919 pieces senilai Rp 3,1 miliar yang diduga melanggar ketentuan.
Di antara obat ilegal yang sering disahgunakan antara lain Hexymer, Dextromethorphan, Tramadol, Stronginal, Carnophen, Trihexyphendyl, dan Somadril Compositum. Obat-obat tersebut kini semakin popular dan digemari karena berfungsi hampir sama dengan narkotika sebagai penenang syaraf itu mudah didapatkan. Harganya pun relatif lebih murah.
''Di Kalimantan Selatan, misalnya, penyalahgunaan Charnophen atau yang dikenal dengan pil jin itu tertinggi. Sekitar 76 persen penggunaan narkoba lainnya seperti ganja atau ineks,” ungkapnya. BPOM bersama instansi lain seperti polisi, kejaksaan, BNN, Kemendagri, dan pemda akan mencanangkan program nasional pemberantasan penyalahgunaan obat.
Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan BPOM Hendri Siswadi menambahkan, Charnophen sebenarnya sudah dicabut izin edarnya. Meski begitu, obat penenang tersebut masih tetap beredar. Bahkan harganya lebih tinggi. Dulu hanya Rp 6 ribu untuk 10 butir, sedangkan sekarang bisa Rp 50 ribu di pasar gelap. ”Biasanya dicampurkan kopi,” ujar dia.
Selain itu, penggunaan obat keras yang dilarang juga banyak beredar di Bima, Nusa Tenggara Barat. Bedanya, ditemukan banyak Tramadol. Dari hasil penyelidikan BPOM, cara membawa obat peneneng tersebut tidak standar. Lantaran dibawa dengan karung yang diletakan di dalam mobil dan diseberangkan dengan kapal. ”Padahal ada standar distribusi yang harus dipatuhi,” ungkap dia.
Terkait obat-obatan dan kosmetik ilegal, Kemkominfo juga menerima aduan dari masyarakat. Berdasar data, jumlah aduan sejak Januari hingga Juli mencapai 544. Selain menerima aduan dari masyarakat, Kemkominfo juga menerima laporan langsung dari BPOM.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Noor Iza menjelaskan, laporan dari BPOM ada yang merupakan situs, konten di Twitter dan Instagram, serta e-commerce. Untuk situs yang dilaporkan, Kemkominfo akan langsung mengambil tindakan. Sedangkan untuk konten dan e-commerce, Kemkominfo meneruskan laporan tersebut ke pihak terkait.
Rabu (9/8) pagi lalu, BPOM kembali melaporkan 20 link ke Kemkominfo terkait penjualan obat-obatan ilegal. Sore harinya, 20 link itu sudah ditindaklanjuti. Daftar situs tersebut diserahkan Kemkominfo ke para Penyelenggara Jasa Akses Internet untuk melakukan penutupan akses layanan. ”Untuk yang konten dan e-commerce langsung kami teruskan juga untuk segera diproses oleh pihak mereka masing-masing. Kita sudah langsung melakukan aksi,” ujar Noor Iza. (jun/and/oki)
Kepala BPOM Penny K. Lukito menuturkan, tahun lalu setidaknya sudah ada 71 situs yang ditutup gara-gara menjual obat-obatan keras. Selama ini mereka masih sebatas pada penutupan situs. Sebab, belum ada regulasi yang spesifik mengatur penjualan online obat keras dan produk berisiko lain. BPOM sedang menyelesaikan aturan terkait itu. ”Kami juga akan membentuk direktorat siber khusus untuk menangani ini,” ujar Penny di Jakarta kemarin (10/8).
Selain pengawasan secara online, BPOM juga melakukan operasi pemberantasan langsung di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang, dan Palangkaraya. Sasaran operasi pada Juli itu adalah obat-obat keras yang dijual di toko obat, toko kosmetik, dan toko kelontong. Hasilnya, ditemukan 13 jenis obat dengan total 925.919 pieces senilai Rp 3,1 miliar yang diduga melanggar ketentuan.
Di antara obat ilegal yang sering disahgunakan antara lain Hexymer, Dextromethorphan, Tramadol, Stronginal, Carnophen, Trihexyphendyl, dan Somadril Compositum. Obat-obat tersebut kini semakin popular dan digemari karena berfungsi hampir sama dengan narkotika sebagai penenang syaraf itu mudah didapatkan. Harganya pun relatif lebih murah.
''Di Kalimantan Selatan, misalnya, penyalahgunaan Charnophen atau yang dikenal dengan pil jin itu tertinggi. Sekitar 76 persen penggunaan narkoba lainnya seperti ganja atau ineks,” ungkapnya. BPOM bersama instansi lain seperti polisi, kejaksaan, BNN, Kemendagri, dan pemda akan mencanangkan program nasional pemberantasan penyalahgunaan obat.
Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan BPOM Hendri Siswadi menambahkan, Charnophen sebenarnya sudah dicabut izin edarnya. Meski begitu, obat penenang tersebut masih tetap beredar. Bahkan harganya lebih tinggi. Dulu hanya Rp 6 ribu untuk 10 butir, sedangkan sekarang bisa Rp 50 ribu di pasar gelap. ”Biasanya dicampurkan kopi,” ujar dia.
Selain itu, penggunaan obat keras yang dilarang juga banyak beredar di Bima, Nusa Tenggara Barat. Bedanya, ditemukan banyak Tramadol. Dari hasil penyelidikan BPOM, cara membawa obat peneneng tersebut tidak standar. Lantaran dibawa dengan karung yang diletakan di dalam mobil dan diseberangkan dengan kapal. ”Padahal ada standar distribusi yang harus dipatuhi,” ungkap dia.
Terkait obat-obatan dan kosmetik ilegal, Kemkominfo juga menerima aduan dari masyarakat. Berdasar data, jumlah aduan sejak Januari hingga Juli mencapai 544. Selain menerima aduan dari masyarakat, Kemkominfo juga menerima laporan langsung dari BPOM.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Noor Iza menjelaskan, laporan dari BPOM ada yang merupakan situs, konten di Twitter dan Instagram, serta e-commerce. Untuk situs yang dilaporkan, Kemkominfo akan langsung mengambil tindakan. Sedangkan untuk konten dan e-commerce, Kemkominfo meneruskan laporan tersebut ke pihak terkait.
Rabu (9/8) pagi lalu, BPOM kembali melaporkan 20 link ke Kemkominfo terkait penjualan obat-obatan ilegal. Sore harinya, 20 link itu sudah ditindaklanjuti. Daftar situs tersebut diserahkan Kemkominfo ke para Penyelenggara Jasa Akses Internet untuk melakukan penutupan akses layanan. ”Untuk yang konten dan e-commerce langsung kami teruskan juga untuk segera diproses oleh pihak mereka masing-masing. Kita sudah langsung melakukan aksi,” ujar Noor Iza. (jun/and/oki)