Darno/Radarmas |
Kepala Desa Wanadri, Rianto mengatakan Gebasan dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun. Yaitu pada bulan Ruwah, Besar dan Jumadil Akhir. Biasanya tradisi ini diikuti oleh ratusan warga. Sebab warga Silangit mencapai sekitar 200 KK atau 1.000 jiwa. Namun karena banyak yang merantau ke Jakarta, hanya diikuti oleh ratusan warga.
Sesepuh Silangit, Kartono mengatakan Gebasan merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman kuno. "Tujuannya ziarah kubur untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal dunia," kata Kartono.
Ritual mendoakan leluhur rasanya tidak lengkap jika tanpa makan bersama. Sehingga setiap keluarga membawa beragam makanan yang dikemas dalam wadah tenong. Rupanya gelombang modernisasi telah menyentuh daerah yang cukup terpencil tersebut. Sehingga tidak hanya makan tradisional saja yang dibawa warga dalam acara tersebut. Namun ada juga yang membawa puding, kue tart dan aneka makanan kekinian lainnya.
Warga Dusun Silangit, Supiyandi menjelaskan tidak ada tanggal pasti dilaksanakan Gebasan. Namun selalu dilaksanakan pada Jumat Pahing atau Jumat Pon. "Kalau tanggalnya tidak tentu. Tapi kalai tidak dilaksanakan pada Jumat Pahing ya Jumat Pon," terangnya.
Menurut Supiyandi, tradisi ini sudah berlangsung selama ratusan tahun. "Sejak saya belum dilahirkan, tradisi Gebasan sudah ada. Sudah turun-temurun," terangnya.(drn)