JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bertemu dengan perwakilan Google dan Twitter kemarin (4/8). Pertemuan tersebut membahas peningkatan layanan penanganan konten-konten negatif yang beredar di dua platform tersebut. Terutama konten yang berkaitan dengan terorisme dan radikalisme.
Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, baik Google maupunTwitter punya komitmen yang sama untuk menangkal konten-konten negatif. Rudiantara menurutkan, Google memiliki fitur Flagger di YouTube yang berfungsi untuk pelaporan konten-konten yang dianggap tidak layak tayang. Setiap user punya kesempatan untuk mlekukan flagging pada tayangan-tayangan yang dianggap tidak pantas itu.
Setelah melakukan komunikasi dnegn pigak Google, Kemkominfo mendapat jalur khusus untuk melakukan flagging. Kemkominfo mendapat kepercayaan dari Google untuk menjadi Trusted Flagger. Keuntungannya, jika Kemkominfo melakukan flagging, laporan tersebut akan langsung diproses.
”Sekarang, (pelaporan) masih pakai e-mail. Tapi, mulai akhir Juli, Google-Kominfo menerapkan sistem Trusted Flagger,” kata Rudiantara.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel Abrijani Pangerapan, menjelaskan Trusted Flagger akan mendapat prioritas ketika melaporkan sehingga tidak perlu menunggu antrean. Jalur pelaporan ini, kata Semmy, akan digunakan Kemkominfo jika ditemukan ada konten-konten negatif yang melanggaar peraturan yang berlaku di Indonesia.
Layanan yang diberika Twitter juga tidak jauh beda. Menurut Semmy, Twitter juga sudah berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan respons terhadap permintaan-permintaan yang dikategorikan sebagai konten-konten yang harus segera ditangani. Salah satunya percepatan respon untuk menutup konten-konten negatif yang diminta oleh pemerintah karena melanggar peraturan yang berlaku di negara tersebut.
Sebelumnya, Kemkominfo juga sudah bertemu dengan Facebook sebagai rangkaian koordinasi dengan penyedia layanan media sosial global. Pada pertemuan yang dilakukan Rabu lalu, Kemkominfo mendesak Facebook agar lebih berperan aktif dalam mengurangi konten negatif dan berharap memiliki tim pengawas agar lebih cepat mengenali temuan konten negatif di Indonesia. Selain itu diperlukan kerja sama intens antara pemerintah Indonesia dan Facebook dalam penanganan hoax.
”Penanganan hoax ini kontekstual, karena membutuhkan pihak yang bisa menentukan ini hoax atau tidak secara cepat. Yang bisa kita lakukan adalah dengan adanya tim terpadu untuk memantau sekaligus memberi masukan dalam menentukan konten negatif di Indonesia,” kata Semmy.
Pada kesempatan itu juga, Head of Trust & Safety Facebook Asia-Pacifik Jeff Wu menegaskan bahwa Facebook akan melakukan upaya perbaikan dalam mekanisme penanganan konten negatif di Indonesia. Di antaranya dengan menujuk pegawainya (orang Indonesia) yang berbasis di Jakarta untuk percepatan penanganan konten negatif di platform mereka.
Facebook juga menghadirkan fitur baru yauntuk mengendalikan konten negatif yang berseliweran di timeline. Fitur bernama Geoblocking tersebut dapat membaca konten negatif yang disesuaikan dengan ketentuan negara tertentu dan melakukan blokir.
”Ada konten khusus yang memang tidak bisa diakses di Indonesia dengan adanya fitur Geoblocking ini. Untuk itu, Facebook juga akan membuat algoritma yang diperuntukkan khusus Indonesia,” tambah Semmy.
Kerja sama Kemenkominfo dengan perusahaan penyedia jasa dan produk internet memang dibutuhkan. Seiring meningkatkan pengguna internet di tanah air, tanggung jawab pemerintah melindungi masyarakat dari konten negatif semakin besar. Salah satunya penyebaran paham radikal. ”Yang utama mau nggak mau terorisme,” ungkap pakar keamanan siber Ruby Alamsyah kepada Jawa Pos kemarin.
Pria yang juga dikenal sebagai pakar digital forensik itu menjelaskan, terorisme harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah lantaran merupakan ancaman serius. ”Mereka semua menggunakan internet sebagai media penyebaran paham radikal,” ungkap Ruby. Untuk itu, pemerintah tidak boleh kendor mengawasi pergerakan mereka. Namun demikian, konten lain yang juga bertentangan dengan ketentuan tidak boleh lepas dari pengawasan.
Menurut Ruby, kerja sama yang dibangun pemerintah bersama Google, Twitter, maupun Facebook sangat baik. ”Untuk mengatasi konten yang tidak sesuai dengan aturan di Indonesia,” kata dia. Demikian pula komunikasi antara Kemenkominfo dengan Telegram tiga hari lalu (2/8). Dia percaya, langkah yang dilakukan oleh Menkominfo Rudiantara terus berkembang. Dengan begitu, proteksi dari konten yang melanggar ketentuan bakal semakin kuat. (and/syn)
Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, baik Google maupunTwitter punya komitmen yang sama untuk menangkal konten-konten negatif. Rudiantara menurutkan, Google memiliki fitur Flagger di YouTube yang berfungsi untuk pelaporan konten-konten yang dianggap tidak layak tayang. Setiap user punya kesempatan untuk mlekukan flagging pada tayangan-tayangan yang dianggap tidak pantas itu.
Setelah melakukan komunikasi dnegn pigak Google, Kemkominfo mendapat jalur khusus untuk melakukan flagging. Kemkominfo mendapat kepercayaan dari Google untuk menjadi Trusted Flagger. Keuntungannya, jika Kemkominfo melakukan flagging, laporan tersebut akan langsung diproses.
”Sekarang, (pelaporan) masih pakai e-mail. Tapi, mulai akhir Juli, Google-Kominfo menerapkan sistem Trusted Flagger,” kata Rudiantara.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel Abrijani Pangerapan, menjelaskan Trusted Flagger akan mendapat prioritas ketika melaporkan sehingga tidak perlu menunggu antrean. Jalur pelaporan ini, kata Semmy, akan digunakan Kemkominfo jika ditemukan ada konten-konten negatif yang melanggaar peraturan yang berlaku di Indonesia.
Layanan yang diberika Twitter juga tidak jauh beda. Menurut Semmy, Twitter juga sudah berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan respons terhadap permintaan-permintaan yang dikategorikan sebagai konten-konten yang harus segera ditangani. Salah satunya percepatan respon untuk menutup konten-konten negatif yang diminta oleh pemerintah karena melanggar peraturan yang berlaku di negara tersebut.
Sebelumnya, Kemkominfo juga sudah bertemu dengan Facebook sebagai rangkaian koordinasi dengan penyedia layanan media sosial global. Pada pertemuan yang dilakukan Rabu lalu, Kemkominfo mendesak Facebook agar lebih berperan aktif dalam mengurangi konten negatif dan berharap memiliki tim pengawas agar lebih cepat mengenali temuan konten negatif di Indonesia. Selain itu diperlukan kerja sama intens antara pemerintah Indonesia dan Facebook dalam penanganan hoax.
”Penanganan hoax ini kontekstual, karena membutuhkan pihak yang bisa menentukan ini hoax atau tidak secara cepat. Yang bisa kita lakukan adalah dengan adanya tim terpadu untuk memantau sekaligus memberi masukan dalam menentukan konten negatif di Indonesia,” kata Semmy.
Pada kesempatan itu juga, Head of Trust & Safety Facebook Asia-Pacifik Jeff Wu menegaskan bahwa Facebook akan melakukan upaya perbaikan dalam mekanisme penanganan konten negatif di Indonesia. Di antaranya dengan menujuk pegawainya (orang Indonesia) yang berbasis di Jakarta untuk percepatan penanganan konten negatif di platform mereka.
Facebook juga menghadirkan fitur baru yauntuk mengendalikan konten negatif yang berseliweran di timeline. Fitur bernama Geoblocking tersebut dapat membaca konten negatif yang disesuaikan dengan ketentuan negara tertentu dan melakukan blokir.
”Ada konten khusus yang memang tidak bisa diakses di Indonesia dengan adanya fitur Geoblocking ini. Untuk itu, Facebook juga akan membuat algoritma yang diperuntukkan khusus Indonesia,” tambah Semmy.
Kerja sama Kemenkominfo dengan perusahaan penyedia jasa dan produk internet memang dibutuhkan. Seiring meningkatkan pengguna internet di tanah air, tanggung jawab pemerintah melindungi masyarakat dari konten negatif semakin besar. Salah satunya penyebaran paham radikal. ”Yang utama mau nggak mau terorisme,” ungkap pakar keamanan siber Ruby Alamsyah kepada Jawa Pos kemarin.
Pria yang juga dikenal sebagai pakar digital forensik itu menjelaskan, terorisme harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah lantaran merupakan ancaman serius. ”Mereka semua menggunakan internet sebagai media penyebaran paham radikal,” ungkap Ruby. Untuk itu, pemerintah tidak boleh kendor mengawasi pergerakan mereka. Namun demikian, konten lain yang juga bertentangan dengan ketentuan tidak boleh lepas dari pengawasan.
Menurut Ruby, kerja sama yang dibangun pemerintah bersama Google, Twitter, maupun Facebook sangat baik. ”Untuk mengatasi konten yang tidak sesuai dengan aturan di Indonesia,” kata dia. Demikian pula komunikasi antara Kemenkominfo dengan Telegram tiga hari lalu (2/8). Dia percaya, langkah yang dilakukan oleh Menkominfo Rudiantara terus berkembang. Dengan begitu, proteksi dari konten yang melanggar ketentuan bakal semakin kuat. (and/syn)