• Berita Terkini

    Rabu, 16 Agustus 2017

    Jaksa KPK Tuntut Sekda Adi Pandoyo Lima Tahun Penjara

    dok/ekspres
    KEBUMEN (kebumenekspres.com) -  Sekretaris Daerah (Sekda) Kebumen nonaktif, Adi Pandoyo, terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi, dituntut lima tahun penjara pada persidangan di Pengadilan Tipikor, Semarang, Selasa (15/8/2017). Selain pidana badan, JPU juga menuntut terdakwa dipidana denda Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan.

    Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), berkeyakinan Adi Pandoyo bersalah korupsi setelah fakta sidang berdasar pemeriksaan 69 saksi, barang bukti serta petunjuk enam rekaman percakapan telepon serta transkripnya dan keterangan terdakwa.

    "Bersalah sesuai dakwaan kesatu pertama pasal 12 huruf a UU Nomor 31/ No. 31 /1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dan dakwaan kedua, pasal 12 huruf B UU Nomor 31/ No. 31 /1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP," kata Fitroh Roh Cahyanto, JPU KPK dalam amar tuntutannya pada sidang dipimpin ketua hakim Siyoto.

    Selaku PNS atau penyelenggara negara, terdakwa bersalah menerima hadiah atau janji yang diketahui untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Bersama Yudhi Tri Hartanto (mantan Ketua Komisi A), Dian Lestari Subekti Pertiwi (anggota Komisi A), Sigit Widodo (mantan Kabid pada Disbudpar) dan Komisaris PT OSMA, Hartoyo serta Basikun Suwandi alias Petruk terdakwa Adi dinilai salah.

    "Terdakwa juga bersalah atas penerimaan gratifikasi suap dari Khayub Muhamad Lutfi, pengusaha sebesar Rp 2,5 miliar terkait proyek," kata Joko Hermawan, jaksa KPK lain menambahkan.

    Terkait proyek Pokir pos APBDP 2016, terdakwa yang ditemui Petruk dan Hartoyo yang meminta proyek memerintahkan Sigit Widido mengurusi. Kepada Ahmad Ujang Sugiono dan Yasinta, Kadisdik dan staf ia memerintahkan memasukkan anggaran Pokir pengadaan buku dan alat peraga.

    Atas anggaran Pokir disepekati Rp 10,5 miliar, dengan pembagian jatah masing anggota dewan Rp 150 juta, pimpinan Rp 500 juta dan ketua Rp 1 miliar. Atas pokir itu, Komisi C meminta fee 10 persen. Lewat Dian Pertiwi Subekti dan Yudi Tri Hartanto penerimaan fee diurusi. Dari Petruk dan Hartoyo, fee Rp 60 juta dan Rp 135 juta dibagikan ke sejumlah dewan Komisi A.

    "Penerimaan itu dinilai tak lepas dari peran Sekda yang menjembatani dan memfasilitasi. Selaku Ketua TAPD ia berkepentingan atas pembahasan RAPBDP 2016 agar lancar," kata jaksa.

    Adi Pandoyo yang menjabat Sekda sejak 12 Agustus 2012 itu dinilai bersalah pula atas penerimaan uang proyek dari M Khayub. Pada Agustus 2016, dua kali ia menerima total Rp 2,5 miliar. Pertama di ruang kantornya Rp 1 miliar, kedua Rp 1,5 miliar di rumah M Khayub.

    Atas perintah Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad, Rp 2 miliar diserahkan ke seseorang di Hotel Gumaya, diserahkan ke Probo Indartono Rp 150 juta, Maftukhin Rp 40 juta, Imam Satibi Rp 20 juta, operasional penanganan bencana Rp 110 juta. Sisa Rp 180 juta disita di meja ruangannya.

    Sesuai fakta, penerimaan itu terkait proyek bersumber APBD, Bantuan Provinsi dan APBN. Bermula sebelum  Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad, dilantik menggelar pertemuan bersama tim suksesnya, Hojin Ansori, Barli Halim, Arif Ainudin, Miftahul Ulum dan Zaini Miftah. Mereka membahas pengelolaan uang fee proyek bersumber APBN,APBD dan Bantuan Provinsi.

    Pelaksanaan terjadi gaduh karena tidak melibatkan M Khayub, rival M Yahya Fuad sebagai rekanan. Terdakwa mengusulkan bupati agar mengandeng M Khayub. Bupati mengatakan atas jatah proyek dana DAK Rp 35 mikiar, terdapat komitmen fee.

    "Realisasinya M Khayub Lutfi memberi Rp 2,5 miliar ke terdakwa. Jaksa menyimpulkan penerimaan Rp 2,5 miliar itu merupakan fee atas proyek yang akan dikerjakan M Kahyub," imbuhnya.

    Jaksa menyatakan tidak menemukan alasan pemaaf dan pembenar yang menghapuskan pidana terdakwa. Sepatutnya perbuatan terdakwa patut dicela dan dimintai pertanggungjawabannya. Tuntutan dipertimbangkan hal memberatkan, perbuatannya tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Hal meringankan, terdakwa mengaku menyesal, janji tidak mengulangi mengulangi dan kooperatif. (jks/cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top