MAGELANG TENGAH - Pemkot Magelang meminta manajemen layanan ojek berbasis daring (online) Gojek di Jalan Kolonel Sugiyono, Bayeman, Magelang Tengah untuk menutup kantornya, Rabu (9/8). Permintaan itu dilakukan setelah Pemkot tidak memberikan izin rekomendasi ojek online berbasis aplikasi ini.
”Kami hanya minta kantornya ditutup beserta aktivitas perekrutan pengemudi, karena pendirian kantor ini tidak mengantongi izin apapun,” kata Kepala Satpol PP Kota Magelang Singgih Indri Pranggana usai menemui manajemen Gojek.
Menurut Singgih, permintaan penutupan itu hanya menyangkut kantor manajemen perusahaan yang bersangkutan. Sebab, untuk ranah operasional maupun aplikasi yang digunakan, bukan menjadi wewenang Pemkot Magelang.
Saat memberikan permintaan tersebut, Singgih didampingi Kabid Ketertiban dan Umum, Ot Rostrianto, dan sejumlah aparat Satpol PP, sudah disambut ratusan pengemudi Gojek di depan kantor. Mereka menggelar aksi bersama-sama sebagai bentuk sikap solidaritas.
”Meski tidak ada izinnya, namun bukan cara kami kalau ditempuh dengan cara paksaaan. Kami mengedepankan tindakan persuasif terlebih dahulu, dengan berkoodinasi dengan manajemen yang bersangkutan,” ujar Singgih.
Turut menghadiri dalam koordinasi itu antara lain perwakilan Dishub, Kesbangpol, Koramil, Polsek Magelang Tengah, politisi Partai Nasdem Aktib, Aktib Sundoko, dan HM Hasan Suryoyudho sebagai lembaga bantuan hukum (LBH) yang didapuk Gojek Magelang.
Singgih menuturkan bahwa pihaknya mendasari Perda No 6 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum, sehingga melakukan permintaan agar Gojek menutup kantornya. Ia menjelaskan, pada Pasal 16 tentang tertib usaha disebutkan sebuah usaha harus memiliki izin.
”Kami mengetahui berdasarkan catatan jika kantor Gojek ini tidak berizin, sehingga perlu ada tindakan,” imbuhnya.
Kabid Ketertiban Umum Ot Rostrianto menambahkan, sebelum melalukan permintaan langsung, pihaknya sempat melakukan teguran kepada manajemen bersangkutan. Hal itu dilakukan secara lisan, pada 17 Juli 2017, aparat Satpol PP mendatangi kantor Gojek. Selanjutnya, manajemen dipanggil ke Kantor Satpol PP pada 19 Juli 2017 dengan tujuan sama.
”Saat itu kami minta segera mengurus izin dan diselesaikan sebelum beroperasi. Ternyata sampai hari ini tidak juga mengurus izin sehingga kami perlu bertindak tegas dengan meminta supaya menutup kantor ini,” tandasnya.
Walau begitu, lanjut Otros, Satpol PP tidak perlu mengambil tindakan penyegelan, karena pihak manajemen Gojek lebih memilih untuk menutup kantornya sendiri. Di samping itu, ia menilai Gojek telah menunjukkan sikap kooperatif, selama menjalin koordinasi dengan aparat penegak Perda tersebut.
”Mereka kooperatif dengan menutup sendiri kantornya, sehingga kami tidak beri segel. Namun, tetap kembali kami tekankan bahwa surat rekomendasi dari kepala daerah adalah syarat mutlak untuk Gojek, dalam mengurus izin usaha. Apalagi, usaha ini termasuk hal baru maka untuk mengurus izin harus ada surat rekomendasinya,” terangnya.
Permintaan Pemkot Magelang kepada manajemen Go-Jek untuk menutup kantornya, tentu menimbulkan kekecewaan para driver, yang selama ini beroperasi di lapangan. Walau begitu, para driver tetap bisa bernafas lega, mengingat pemerintah tidak menutup aplikasi yang selama ini menjadi basis jasa mereka.
Ketua Paguyuban Driver Gojek Magelang, Eko Setyo Raharjo, mengatakan bahwa dengan masih eksisnya aplikasi, ia bersama rekan-rekannya sesama driver bisa tetap beroperasi seperti biasa. Ia pun mengaku patut mensyukurinya karena mata pencaharian mereka sehari-hari dipastikan tidak terenggut.
”Hanya kantornya saja yang ditutup, terus perekrutan juga distop. Tapi, aplikasi tetap jalan, sehingga kami masih bisa beroperasi,” katanya.
Sejauh ini, Eko mengaku belum mendapat informasi terkait lokasi kantor Gojek yang baru. Menurutnya, masalah tersebut murni kewenangan manajemen. Karena itu, pihaknya kini masih menunggu kabar, meski sejatinya tanpa kantor pun driver tetap bisa beroperasi.
”Dari pihak manajemen pasti akan memikirkan, kantor akan pindah kemana. Kami kurang tahu, manajemen yang ngerti soal itu,” ucapnya.
Eko memastikan, kalau para driver bakal tetap beroperasi seperti sedia kala. Namun, demi menghindari gesekan dengan angkutan konvensional, awak ojek online diminta supaya tidak melanggar zona merah dan melayani konsumen dengan baik. Zona merah sendiri meliputi terminal, halte, pasar tradisional, hingga Artos Mall.
”Ketentuan zona merah itu sudah jadi kesepakatan bersama, walaupun tidak secara resmi ditentukan. Kita sudah koordinasi dengan driver ojek pangkalan, kita undang ketuanya, responsnya pun positif. Pada intinya, asal masih diperbolehkan beroperasi, kami sudah senang,” tandasnya. (wid)
”Kami hanya minta kantornya ditutup beserta aktivitas perekrutan pengemudi, karena pendirian kantor ini tidak mengantongi izin apapun,” kata Kepala Satpol PP Kota Magelang Singgih Indri Pranggana usai menemui manajemen Gojek.
Menurut Singgih, permintaan penutupan itu hanya menyangkut kantor manajemen perusahaan yang bersangkutan. Sebab, untuk ranah operasional maupun aplikasi yang digunakan, bukan menjadi wewenang Pemkot Magelang.
Saat memberikan permintaan tersebut, Singgih didampingi Kabid Ketertiban dan Umum, Ot Rostrianto, dan sejumlah aparat Satpol PP, sudah disambut ratusan pengemudi Gojek di depan kantor. Mereka menggelar aksi bersama-sama sebagai bentuk sikap solidaritas.
”Meski tidak ada izinnya, namun bukan cara kami kalau ditempuh dengan cara paksaaan. Kami mengedepankan tindakan persuasif terlebih dahulu, dengan berkoodinasi dengan manajemen yang bersangkutan,” ujar Singgih.
Turut menghadiri dalam koordinasi itu antara lain perwakilan Dishub, Kesbangpol, Koramil, Polsek Magelang Tengah, politisi Partai Nasdem Aktib, Aktib Sundoko, dan HM Hasan Suryoyudho sebagai lembaga bantuan hukum (LBH) yang didapuk Gojek Magelang.
Singgih menuturkan bahwa pihaknya mendasari Perda No 6 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum, sehingga melakukan permintaan agar Gojek menutup kantornya. Ia menjelaskan, pada Pasal 16 tentang tertib usaha disebutkan sebuah usaha harus memiliki izin.
”Kami mengetahui berdasarkan catatan jika kantor Gojek ini tidak berizin, sehingga perlu ada tindakan,” imbuhnya.
Kabid Ketertiban Umum Ot Rostrianto menambahkan, sebelum melalukan permintaan langsung, pihaknya sempat melakukan teguran kepada manajemen bersangkutan. Hal itu dilakukan secara lisan, pada 17 Juli 2017, aparat Satpol PP mendatangi kantor Gojek. Selanjutnya, manajemen dipanggil ke Kantor Satpol PP pada 19 Juli 2017 dengan tujuan sama.
”Saat itu kami minta segera mengurus izin dan diselesaikan sebelum beroperasi. Ternyata sampai hari ini tidak juga mengurus izin sehingga kami perlu bertindak tegas dengan meminta supaya menutup kantor ini,” tandasnya.
Walau begitu, lanjut Otros, Satpol PP tidak perlu mengambil tindakan penyegelan, karena pihak manajemen Gojek lebih memilih untuk menutup kantornya sendiri. Di samping itu, ia menilai Gojek telah menunjukkan sikap kooperatif, selama menjalin koordinasi dengan aparat penegak Perda tersebut.
”Mereka kooperatif dengan menutup sendiri kantornya, sehingga kami tidak beri segel. Namun, tetap kembali kami tekankan bahwa surat rekomendasi dari kepala daerah adalah syarat mutlak untuk Gojek, dalam mengurus izin usaha. Apalagi, usaha ini termasuk hal baru maka untuk mengurus izin harus ada surat rekomendasinya,” terangnya.
Permintaan Pemkot Magelang kepada manajemen Go-Jek untuk menutup kantornya, tentu menimbulkan kekecewaan para driver, yang selama ini beroperasi di lapangan. Walau begitu, para driver tetap bisa bernafas lega, mengingat pemerintah tidak menutup aplikasi yang selama ini menjadi basis jasa mereka.
Ketua Paguyuban Driver Gojek Magelang, Eko Setyo Raharjo, mengatakan bahwa dengan masih eksisnya aplikasi, ia bersama rekan-rekannya sesama driver bisa tetap beroperasi seperti biasa. Ia pun mengaku patut mensyukurinya karena mata pencaharian mereka sehari-hari dipastikan tidak terenggut.
”Hanya kantornya saja yang ditutup, terus perekrutan juga distop. Tapi, aplikasi tetap jalan, sehingga kami masih bisa beroperasi,” katanya.
Sejauh ini, Eko mengaku belum mendapat informasi terkait lokasi kantor Gojek yang baru. Menurutnya, masalah tersebut murni kewenangan manajemen. Karena itu, pihaknya kini masih menunggu kabar, meski sejatinya tanpa kantor pun driver tetap bisa beroperasi.
”Dari pihak manajemen pasti akan memikirkan, kantor akan pindah kemana. Kami kurang tahu, manajemen yang ngerti soal itu,” ucapnya.
Eko memastikan, kalau para driver bakal tetap beroperasi seperti sedia kala. Namun, demi menghindari gesekan dengan angkutan konvensional, awak ojek online diminta supaya tidak melanggar zona merah dan melayani konsumen dengan baik. Zona merah sendiri meliputi terminal, halte, pasar tradisional, hingga Artos Mall.
”Ketentuan zona merah itu sudah jadi kesepakatan bersama, walaupun tidak secara resmi ditentukan. Kita sudah koordinasi dengan driver ojek pangkalan, kita undang ketuanya, responsnya pun positif. Pada intinya, asal masih diperbolehkan beroperasi, kami sudah senang,” tandasnya. (wid)