JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mencabut Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Transportasi Online. Dalam putusan MA, pencabutan tersebut juga berpengaruh hingga ke peratuan pemerintah daerah.
Kemarin (22/8) Kementerian Perhubungan telah menerima salinan putusan MA. Salinan bernomor 37 P/HUM/2017 tersebut berisi uji materi terhadap peranturan menteri perhubungan nomor PM 26 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
”Keputusan MA kita hargai. Kami sedang pelajari berkas tersebut,” ucap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Mantan Direktur PT Angkasa Pura II itu mengaku tidak buru-buru dalam mempelajari putusan MA. Sebab putusan tersebut efektif selama tiga bulan.
Dalam waktu efektif tersebut, Budi Karya akan melakukan diskusi dengan beberapa ahli. Dalam dua minggu kedepan, Budi Karya akan mengumpulkan akademisi dan masyarakat transportasi Indonesia untuk berdialog. Selain itu dia juga berniat untuk berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM mengenai langkah hukum yang akan ditempuh.
”Saya belum bisa mengatakan akan diubah atau tidak. Kita tunggu masukan semua pihak,” tuturnya yang ditemui kemarin di Hotel Borobudur, Jakarta. Walaupun demikian Budi Karya menghimbau agar masyarakat tidak resah dengan pencabutan PM 26 tersebut.
Perjalanan PM 26 tersebut dimulai sejak 1 April lalu. Pemerintah melakukan revisi PM 32/2016 tentang transportasi online menjadi PM no 26/2017. Ada 11 poin yang direvisi. Salah satnya adalah kuota angkutan dalam suatu daerah serta uji kelayakan kendaraan. Pada 1 Juli, PM 26/2007 mulai diberlakukan.
Pasca diberlakukan, ada enam pengemudi taksi online yang menyatakan keberatan. Enam pengemudi taksi online tersebut diantaranya adalah Sutarno warga Bekasi, Endru Valianto Nugroho warga Tangerang, Lie Herman Susanto warga Jakarta Barat, dan Iwanto warga Jakarta Utara. Selain itu juga ada Johanes Bayu Sarwo warga pamulang dan Antonius Handoyo warga Jakarta Timur. Mereka mengajukan uji materi materil ke MA yang selanjutnya dikabulkan pada Agustus melalui putusan nomor 37 P/HUM/2017.
Amar Putusan MA Bernomor 37 P/HUM2017 tersebut sudah dibacakan dua bulan lalu. Tepatnya pada 20 Juni 2017. ”Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon,” begitu bunyi petikan putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Supandi serta Hakim Anggota Sudaryono dan Hary Djatmiko tersebut. Melalui putusan itu pula, MA menggugurkan 14 pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Ketika dikonfirmasi, KepalaBiro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan putusan uji mteriil tersebut sudah jelas. Selanjutanya setiap individu maupun lembaga tinggal menuruti putusan tersebut. ”Termasuk soal putusan provinsi yang menyatakan bahwa Kemenhub maupun dinas perhubungan di tingkat provinsi dilarang melakukan razia, penghentian, penangkapan, dan pengandangan taksi online sampai peraturan baru yang tidak bertentangan dengan peraturan sebelumnya keluar,” ucapnya.
Dalam Amar Putusan MA Bernomor 37 P/HUM2017, MA memang turut menyatakan bahwa 14 pasal yang mereka gugurkan dalam permenhub tersebut bertentangan dengan aturan dalam UU yang lebih tinggi. Yakni UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahkan 14 pasal dalam permenhub itu juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Untuk itu, dengan berbagai pertimbangan, MA melalui putusan tersebut meminta agar menteri perhubungan sebagai termohon mencabut 14 pasal yang dimaksud. ”Itu kan yang diperkarkan,” imbuh Abdullah.
Sementara itu, dikonfirmasi terkait pembatalan peraturan angkutan online, pelaku usaha penyedia jasa transportasi masih enggan berkomentar banyak tentang hal tersebut. "Kami masih mempelajari putusan Mahkamah Agung ini dan belum dapat memberikan informasi lebih lanjut," tegas Head of Communications Uber Indonesia Dian Safitri saat coba dihubungi Jawa Pos.
Hampir senada dengan Uber, dua perusahaan penyedia jasa transportasi online lainnya yakni Grab dan Gojek juga menyampaikan hal serupa. "Terkait hal ini masih kami pelajari, jika ada informasi, akan kami kabari," ujar Public Relation Manager Gojek Indonesia Rindu Ragilia.
Dihubungi terpisah, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata juga tidak memberi banyak tanggapan tentang putusan tersebut. "Mohon maaf kami belum bisa comment. Masih kami pelajari," jawab Ridzki singkat. (lyn/syn/agf)
Kemarin (22/8) Kementerian Perhubungan telah menerima salinan putusan MA. Salinan bernomor 37 P/HUM/2017 tersebut berisi uji materi terhadap peranturan menteri perhubungan nomor PM 26 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
”Keputusan MA kita hargai. Kami sedang pelajari berkas tersebut,” ucap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Mantan Direktur PT Angkasa Pura II itu mengaku tidak buru-buru dalam mempelajari putusan MA. Sebab putusan tersebut efektif selama tiga bulan.
Dalam waktu efektif tersebut, Budi Karya akan melakukan diskusi dengan beberapa ahli. Dalam dua minggu kedepan, Budi Karya akan mengumpulkan akademisi dan masyarakat transportasi Indonesia untuk berdialog. Selain itu dia juga berniat untuk berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM mengenai langkah hukum yang akan ditempuh.
”Saya belum bisa mengatakan akan diubah atau tidak. Kita tunggu masukan semua pihak,” tuturnya yang ditemui kemarin di Hotel Borobudur, Jakarta. Walaupun demikian Budi Karya menghimbau agar masyarakat tidak resah dengan pencabutan PM 26 tersebut.
Perjalanan PM 26 tersebut dimulai sejak 1 April lalu. Pemerintah melakukan revisi PM 32/2016 tentang transportasi online menjadi PM no 26/2017. Ada 11 poin yang direvisi. Salah satnya adalah kuota angkutan dalam suatu daerah serta uji kelayakan kendaraan. Pada 1 Juli, PM 26/2007 mulai diberlakukan.
Pasca diberlakukan, ada enam pengemudi taksi online yang menyatakan keberatan. Enam pengemudi taksi online tersebut diantaranya adalah Sutarno warga Bekasi, Endru Valianto Nugroho warga Tangerang, Lie Herman Susanto warga Jakarta Barat, dan Iwanto warga Jakarta Utara. Selain itu juga ada Johanes Bayu Sarwo warga pamulang dan Antonius Handoyo warga Jakarta Timur. Mereka mengajukan uji materi materil ke MA yang selanjutnya dikabulkan pada Agustus melalui putusan nomor 37 P/HUM/2017.
Amar Putusan MA Bernomor 37 P/HUM2017 tersebut sudah dibacakan dua bulan lalu. Tepatnya pada 20 Juni 2017. ”Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon,” begitu bunyi petikan putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Supandi serta Hakim Anggota Sudaryono dan Hary Djatmiko tersebut. Melalui putusan itu pula, MA menggugurkan 14 pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Ketika dikonfirmasi, KepalaBiro Hukum dan Humas MA Abdullah menyatakan putusan uji mteriil tersebut sudah jelas. Selanjutanya setiap individu maupun lembaga tinggal menuruti putusan tersebut. ”Termasuk soal putusan provinsi yang menyatakan bahwa Kemenhub maupun dinas perhubungan di tingkat provinsi dilarang melakukan razia, penghentian, penangkapan, dan pengandangan taksi online sampai peraturan baru yang tidak bertentangan dengan peraturan sebelumnya keluar,” ucapnya.
Dalam Amar Putusan MA Bernomor 37 P/HUM2017, MA memang turut menyatakan bahwa 14 pasal yang mereka gugurkan dalam permenhub tersebut bertentangan dengan aturan dalam UU yang lebih tinggi. Yakni UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahkan 14 pasal dalam permenhub itu juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Untuk itu, dengan berbagai pertimbangan, MA melalui putusan tersebut meminta agar menteri perhubungan sebagai termohon mencabut 14 pasal yang dimaksud. ”Itu kan yang diperkarkan,” imbuh Abdullah.
Sementara itu, dikonfirmasi terkait pembatalan peraturan angkutan online, pelaku usaha penyedia jasa transportasi masih enggan berkomentar banyak tentang hal tersebut. "Kami masih mempelajari putusan Mahkamah Agung ini dan belum dapat memberikan informasi lebih lanjut," tegas Head of Communications Uber Indonesia Dian Safitri saat coba dihubungi Jawa Pos.
Hampir senada dengan Uber, dua perusahaan penyedia jasa transportasi online lainnya yakni Grab dan Gojek juga menyampaikan hal serupa. "Terkait hal ini masih kami pelajari, jika ada informasi, akan kami kabari," ujar Public Relation Manager Gojek Indonesia Rindu Ragilia.
Dihubungi terpisah, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata juga tidak memberi banyak tanggapan tentang putusan tersebut. "Mohon maaf kami belum bisa comment. Masih kami pelajari," jawab Ridzki singkat. (lyn/syn/agf)