SOLO – Rencana pembentukan lembaga pengelola Keraton Kasunanan sebenarnya sudah di depan mata. Yakni meminta dawuh alias izin dari Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi. Namun, gara-gara hal yang relatif sepele menjadi runyam.
Kemarin (21/8), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo datang langsung ke Kota Solo untuk mengikuti rapat koordinasi pembentukan lembaga pengelola Keraton Kasunanan Surakarta. Tapi sayang, dia harus meninggalkan keraton dengan tangan hampa.
Sebabnya, pihak keraton tidak merasa menerima surat elektronik (email) berisi draf pemberian kuasa dari pemerintah pusat.
Selain mendagri, hadir pada pertemuan tersebut PB XIII Hangabehi, beserta kerabat, anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres) Subagyo HS, perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata serta Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo.
Tjahjo mengawali pertemuan dengan memaparkan rencana pembentukan lembaga pengelola keraton hingga hak tugas dan wewenang lembaga tersebut. Selanjutnya, Subagyo HS memaparkan secara teknis pembentukan lembaga tersebut.
“Pertama, kita sepakati dulu draf pemberian kuasa dari Sinuhun kepada pemerintah dalam hal ini Kemendikbud untuk mengelola lembaga, entah namanya UPT (Unit Pelaksana Teknis) atau apa, itu nanti. Selanjutnya baru dibahas apa langka-langkah yang akan dilaksanakan,” ujarnya.
Sampai di situ, kondisi masih adem ayem. Suasana mulai panas saat sesi diskusi dibuka. Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo yang memimpin sesi tersebut menekankan bahwa pembentukan lembaga di keraton tidak akan mempengaruhi kekuasaan Sinuhun sebagai raja Keraton Kasunanan Surakarta.
Jika terdapat wilayah yang tidak boleh dimasukkan dalam kesepakatan, Rudy meminta agar pihak keraton segera menyampaikan. Kemudian, dikatakan pula bahwa seluruh draf surat pemberian kuasa telah dikirim melalui surat elektronik alias email. Pengiriman email itu juga ditegaskan Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi Ditjen Kebudayaan Kemdikbud Judi Wahjudin.
“Draf sudah dikirim melalui email kepada Pak Ferry (Ferry Firman Nurwahyu, pengacara PB XIII Hangabehi, Red) pada 18 Agustus. Ada dua file yang dilampirkan, yakni justifikasi pembentukan UPT berdasarkan summary empat kali rapat sebelumnya, serta draf surat kuasa pengelolaan keraton dari PB XIII,” beber Judi.
Masalah email inilah yang menjadi polemik. Adik PB XIII, GKR Wandasari Koes Moertiyah angkat bicara. Pihaknya membantah telah menerima email tersebut. Sehingga keraton belum menerima dan membaca isi draf yang tertuang dalam surat kuasa tersebut.
Perempuan yang akrab disapa Gusti Moeng itu juga menegaskan, segala keputusan yang menyangkut keraton harus diambil melalui mufakat dengang keluarga besar.
“Karena kami belum menerima email, kita juga tidak bisa menentukan (langkah selanjutnya, Red). Kita harus membahas dulu dengan keluarga. Untuk itu ayo, kita adakan satu kali rembuk lagi. Diskusi seperti saat ini kan nggak enak sekali. Kita buat terbatas saja, yang hadir hanya orang yang penentu-penentu saja,” beber dia.
Moeng menambahkan, jika akan ada perbaikan di keraton oleh pemerintah, semestinya tidak hanya bangungunan fisik. Dia meminta pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk pembangunan dari sisi nonfisik, di antaranya gaji abdi dalem.
Menyambung paparan Moeng, Ferry Firman menegaskan, dia belum menerima draf surat pemberian kuasa secara jelas. Email dari Judi diakui telah diterimanya, namun terdapat hal yang perlu dikonfirmasik demi kejelasan isi draft.
Tapi, saat dia akan melakukan koordinasi lanjutan, ternyata tidak mendapat respons yang baik dari perwakilan pemerintah pusat. “Email pertama saya terima tanggal 16 (Agustus 2017, Red) jam 18.00. Saya komunikasi dengan Pak Judi, katanya akan dikoordinasikan dengan kementerian lain, mungkin ada yang diubah. Jika sudah selesai, Pak Judi bilang akan konfirmasi. Sampai tanggal 18, saya hubungi melalui WA (aplikasi WhatsApp, Red) tidak dibalas, saya telepon tiga kali tidak diangkat,” urai Ferry sembari menyebutkan nomor yang digunakan untuk menghubungi Judi.
Melihat ada miss komunikasi antara pihak keraton dengan staf kementerian, Rudy langsung ambil sikap. Dia meminta semua pihak tidak saling menyalahkan. Sempat meminta pertimbangan mendagri, Rudy memutuskan mengakhiri agenda pertemuan kemarin. Wali kota akan mengundang seluruh hadirin dalam pertemuan ulang pada Kamis (24/8) pukul 14.00 di lokasi yang sama.
Sementara itu, ditemui seusai pertemuan, Tjahjo mengaku kecewa dengan kondisi tersebut. Pemerintah, katanya, memiliki niat baik memberikan anggaran revitalisasi kepada keraton sebagai cagar budaya. Namun, langkah tersebut harus dead lock lantaran persoalan relatif sepele. Namun begitu, dia tetap akan hadir dalam pertemuan selanjutnya.
“Sebenarnya forum itu hanya ingin minta izin Sinuhun dan kerabat keraton saja. Karena keputusan pemerintah ini (pembentukan UPT) menyangkut anggaran negara yang harus dipertanggungjawabkan. Kalau terhambat karena faktor email, ya sebenarnya tidak pas. Tapi tidak apa-apa,” papar mendagri. (irw/wa)
Kemarin (21/8), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo datang langsung ke Kota Solo untuk mengikuti rapat koordinasi pembentukan lembaga pengelola Keraton Kasunanan Surakarta. Tapi sayang, dia harus meninggalkan keraton dengan tangan hampa.
Sebabnya, pihak keraton tidak merasa menerima surat elektronik (email) berisi draf pemberian kuasa dari pemerintah pusat.
Selain mendagri, hadir pada pertemuan tersebut PB XIII Hangabehi, beserta kerabat, anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres) Subagyo HS, perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata serta Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo.
Tjahjo mengawali pertemuan dengan memaparkan rencana pembentukan lembaga pengelola keraton hingga hak tugas dan wewenang lembaga tersebut. Selanjutnya, Subagyo HS memaparkan secara teknis pembentukan lembaga tersebut.
“Pertama, kita sepakati dulu draf pemberian kuasa dari Sinuhun kepada pemerintah dalam hal ini Kemendikbud untuk mengelola lembaga, entah namanya UPT (Unit Pelaksana Teknis) atau apa, itu nanti. Selanjutnya baru dibahas apa langka-langkah yang akan dilaksanakan,” ujarnya.
Sampai di situ, kondisi masih adem ayem. Suasana mulai panas saat sesi diskusi dibuka. Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo yang memimpin sesi tersebut menekankan bahwa pembentukan lembaga di keraton tidak akan mempengaruhi kekuasaan Sinuhun sebagai raja Keraton Kasunanan Surakarta.
Jika terdapat wilayah yang tidak boleh dimasukkan dalam kesepakatan, Rudy meminta agar pihak keraton segera menyampaikan. Kemudian, dikatakan pula bahwa seluruh draf surat pemberian kuasa telah dikirim melalui surat elektronik alias email. Pengiriman email itu juga ditegaskan Kasubdit Program Evaluasi dan Dokumentasi Ditjen Kebudayaan Kemdikbud Judi Wahjudin.
“Draf sudah dikirim melalui email kepada Pak Ferry (Ferry Firman Nurwahyu, pengacara PB XIII Hangabehi, Red) pada 18 Agustus. Ada dua file yang dilampirkan, yakni justifikasi pembentukan UPT berdasarkan summary empat kali rapat sebelumnya, serta draf surat kuasa pengelolaan keraton dari PB XIII,” beber Judi.
Masalah email inilah yang menjadi polemik. Adik PB XIII, GKR Wandasari Koes Moertiyah angkat bicara. Pihaknya membantah telah menerima email tersebut. Sehingga keraton belum menerima dan membaca isi draf yang tertuang dalam surat kuasa tersebut.
Perempuan yang akrab disapa Gusti Moeng itu juga menegaskan, segala keputusan yang menyangkut keraton harus diambil melalui mufakat dengang keluarga besar.
“Karena kami belum menerima email, kita juga tidak bisa menentukan (langkah selanjutnya, Red). Kita harus membahas dulu dengan keluarga. Untuk itu ayo, kita adakan satu kali rembuk lagi. Diskusi seperti saat ini kan nggak enak sekali. Kita buat terbatas saja, yang hadir hanya orang yang penentu-penentu saja,” beber dia.
Moeng menambahkan, jika akan ada perbaikan di keraton oleh pemerintah, semestinya tidak hanya bangungunan fisik. Dia meminta pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk pembangunan dari sisi nonfisik, di antaranya gaji abdi dalem.
Menyambung paparan Moeng, Ferry Firman menegaskan, dia belum menerima draf surat pemberian kuasa secara jelas. Email dari Judi diakui telah diterimanya, namun terdapat hal yang perlu dikonfirmasik demi kejelasan isi draft.
Tapi, saat dia akan melakukan koordinasi lanjutan, ternyata tidak mendapat respons yang baik dari perwakilan pemerintah pusat. “Email pertama saya terima tanggal 16 (Agustus 2017, Red) jam 18.00. Saya komunikasi dengan Pak Judi, katanya akan dikoordinasikan dengan kementerian lain, mungkin ada yang diubah. Jika sudah selesai, Pak Judi bilang akan konfirmasi. Sampai tanggal 18, saya hubungi melalui WA (aplikasi WhatsApp, Red) tidak dibalas, saya telepon tiga kali tidak diangkat,” urai Ferry sembari menyebutkan nomor yang digunakan untuk menghubungi Judi.
Melihat ada miss komunikasi antara pihak keraton dengan staf kementerian, Rudy langsung ambil sikap. Dia meminta semua pihak tidak saling menyalahkan. Sempat meminta pertimbangan mendagri, Rudy memutuskan mengakhiri agenda pertemuan kemarin. Wali kota akan mengundang seluruh hadirin dalam pertemuan ulang pada Kamis (24/8) pukul 14.00 di lokasi yang sama.
Sementara itu, ditemui seusai pertemuan, Tjahjo mengaku kecewa dengan kondisi tersebut. Pemerintah, katanya, memiliki niat baik memberikan anggaran revitalisasi kepada keraton sebagai cagar budaya. Namun, langkah tersebut harus dead lock lantaran persoalan relatif sepele. Namun begitu, dia tetap akan hadir dalam pertemuan selanjutnya.
“Sebenarnya forum itu hanya ingin minta izin Sinuhun dan kerabat keraton saja. Karena keputusan pemerintah ini (pembentukan UPT) menyangkut anggaran negara yang harus dipertanggungjawabkan. Kalau terhambat karena faktor email, ya sebenarnya tidak pas. Tapi tidak apa-apa,” papar mendagri. (irw/wa)