JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka diri apabila Dirtipid Siber Bareskrim Polri meminta bantuan untuk menelusuri arus keluar masuk uang Saracen. ”Iya, pasti kami laksanakan,” ungkap Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin ketika diwawancarai usai berjumpa Menko Polhukam Wiranto kemarin. Meski belum ada permintaan resmi, pria yang akrab dipanggil Kiagus itu memastikan bahwa aliran dana untuk Saracen bisa dilacak oleh instansinya.
Kiagus yakin betul lantaran Saracen tidak bergerak begitu saja. Mereka beraksi menyebar ujaran kebencian dan SARA sesuai pesanan. ”Kalau ada aliran transaksinya bisa (PPATK lacak nama-nama pelaku transaksi),” tegasnya. Menurut dia, pola transaksi yang bisa terjadi di Indonesia dilakukan dari satu rekening ke rekening lainnya. ”Itu bisa kami telusuri,” ucap dia. Untuk itu, PPATK menyatakan kesiapan membantu Polri. Terlebih, Presiden Joko Widodo juga sudah memberi atensi agar kasus Saracen diusut tuntas.
Namun demikian, PPATK tidak bisa bergerak seenaknya. Mereka butuh data dari penyidik Polri guna memastikan identitas dalang dibalik Saracen. Dengan modal itu, informasi arus transaksi dana Saracen yang bisa ditelusuri PPATK lebih valid. ”Kesulitan kami kadang nama pelaku tidak jelas. Kemudian tempat dan tanggal lahirnya tidak tahu,” tutur Kiagus. Apabila sudah ada data dari penyidik Polri, kesulitan tersebut teratasi. Sebab, mereka sudah pasti memiliki data tersebut. ”Sehingga kami lebih cepat menelusurinya.” Tambah dia.
Sejauh ini, belum ada permintaan dari kepada PPATK. ”Belum, Saracen belum,” kata Kiagus. Tapi, bukan berarti pria asal Palembang itu buta informasi soal Saracen. Sedikit banyak dia sudah dapat informasi dari media massa yang memberitakan soal sepak terjang Saracen. ”Baca dari koran,” ujarnya. Ketika dikonfirmasi, Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul menyampaikan bahwa kerja sama dengan PPATK pasti dilakukan. Itu perlu dilakukan guna membantu menelusuri aliran dana yang tengah mereka lakukan.
Mantan kabidhumas Polda Metro Jaya itu pun menyebutkan, instansinya sudah punya niatan untuk meminta bantuan PPATK. ”Iya, akan dikomunikasikan dan dikoordinasikan,” ungkap Martin. Sampai kemarin, Polri masih mendalami sejumlah data yang diperoleh penyidik dari berbagai barang bukti. Termasuk di antaranya data data dalam bentuk soft copy yang juga sudah mereka sita. Pun demikian dengan data rekening Saracen. Mereka terus menggali informasi yang dibutuhkan dalam proses penyidikan.
Terpisah Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi menyatakan, pengungkapan sindikat penyedia jasa konten kebencian Saracen oleh Polri mengafirmasi bahwa meningkatnya turbulensi kebencian atas sesama dalam dinamika sosial politik setahun terakhir ini merupakan desaian yang disengaja. Situasi sosial yang rentan, kelompok intoleran yang eksis dan berpengaruh, hasrat berkuasa dengan menggunakan segala cara, membuat kelompok Saracen mendapatkan ceruk pasar yang luas.
"Pertemuan kelompok ini dengan para avonturir politik yang berkeliaran di republik ini, jika dibiarkan, bisa mengarah pada genosida," kata Hendardi.
Keberhasilan Direktorat Siber, sebuah direktorat baru yang dibentuk pada Maret 2017, diharapkan dapat berkontribusi mengurangi dan terus mencegah konten-konten kebencian di masa depan. Pencegahan konten kebencian bukan hanya untuk mendukung pelaksanaan agenda-agenda politik elektoral pada musim Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, tetapi yang utama ditujukan untuk pencegahan kebencian, diskriminasi dan kekerasan.
Meskipun demikian, lanjut Hendardi, pengungkapan Saracen hanyalah salah satu cara yang diharapkan mampu memulihkan ruang publik yang lebih toleran. "Hal utama lain yang harus dilakukan adalah menghadirkan teladan elit, dan membangun kebijakan yang kondusif bagi promosi toleransi dan keberagaman," kata Hendardi.
Semenara itu, Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo menganalisis efektivitas penyebaran berita bohong itu 10 persen dari pelaku utama. Sedangkan 90 persen lainnya adalah para pembaca atau pemilik akun media sosial yang dengan mudah menyebarkan berita bohong itu. Padahal, berita bohong itu bisa jadi adalah hasil olahan para sindikat yang terorganisasi seperti Saracen.
”Penyebarluasan berita bohong ini jadi lahan bisnis yang bisa menghasilkan uang,” ujar Agus di Istana Wakil Presiden, kemarin (28/8). Dia menuturkan perlu ada upaya serius untuk memperkuat peran teknologi informasi, penegakan hukum, dan edukasi masyarakat untuk menangkal kabar-kabar hoax. ”Sasaran mereka adalah ketidakfahaman publik, kemudian ketidakacuhan public,” imbuh dia.
Agus menuturkan orang mudah menyebarkan berita bohong karena pengguna media sosial mencari pembenaran pada apa yang dia yakini. Bila suatu kabar segaris dengan keinginan dan tidak suka terhadap sesuatu akan lansung disebarluaskan.
”Kita tidak bisa menyerahkan ini semua pada pemerintah untuk menertibkan, sedikit banyak langkah pertama dari kita sendiri. Maka perlu ada upaya dari diri sendiri untuk bisa menyaring lebih dahulu informasi yang masuk,” terang Wakil Ketua MPR dari Fraksi TNI/Polri periode 2001-2003.
Agus yang terlibat dalam pembuatan konsep reformasi TNI mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua cara yang harus dilakukan untuk membentengi diri dari berita atau kabar bohong. Yakni, mengecek sumber berita yang tersebar itu kredibel atau tidak. Track record sumber itu harus benar-benar tepercaya. Selain itu perlu pula dicroscek dengan sumber lain yang juga tepercaya.
”Jika kita masih meragukan atau tidak logis, maka patut punya reserve atau curiga terhadap berita seperti ini,” jelas dia. (syn/bay/jun)
Kiagus yakin betul lantaran Saracen tidak bergerak begitu saja. Mereka beraksi menyebar ujaran kebencian dan SARA sesuai pesanan. ”Kalau ada aliran transaksinya bisa (PPATK lacak nama-nama pelaku transaksi),” tegasnya. Menurut dia, pola transaksi yang bisa terjadi di Indonesia dilakukan dari satu rekening ke rekening lainnya. ”Itu bisa kami telusuri,” ucap dia. Untuk itu, PPATK menyatakan kesiapan membantu Polri. Terlebih, Presiden Joko Widodo juga sudah memberi atensi agar kasus Saracen diusut tuntas.
Namun demikian, PPATK tidak bisa bergerak seenaknya. Mereka butuh data dari penyidik Polri guna memastikan identitas dalang dibalik Saracen. Dengan modal itu, informasi arus transaksi dana Saracen yang bisa ditelusuri PPATK lebih valid. ”Kesulitan kami kadang nama pelaku tidak jelas. Kemudian tempat dan tanggal lahirnya tidak tahu,” tutur Kiagus. Apabila sudah ada data dari penyidik Polri, kesulitan tersebut teratasi. Sebab, mereka sudah pasti memiliki data tersebut. ”Sehingga kami lebih cepat menelusurinya.” Tambah dia.
Sejauh ini, belum ada permintaan dari kepada PPATK. ”Belum, Saracen belum,” kata Kiagus. Tapi, bukan berarti pria asal Palembang itu buta informasi soal Saracen. Sedikit banyak dia sudah dapat informasi dari media massa yang memberitakan soal sepak terjang Saracen. ”Baca dari koran,” ujarnya. Ketika dikonfirmasi, Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul menyampaikan bahwa kerja sama dengan PPATK pasti dilakukan. Itu perlu dilakukan guna membantu menelusuri aliran dana yang tengah mereka lakukan.
Mantan kabidhumas Polda Metro Jaya itu pun menyebutkan, instansinya sudah punya niatan untuk meminta bantuan PPATK. ”Iya, akan dikomunikasikan dan dikoordinasikan,” ungkap Martin. Sampai kemarin, Polri masih mendalami sejumlah data yang diperoleh penyidik dari berbagai barang bukti. Termasuk di antaranya data data dalam bentuk soft copy yang juga sudah mereka sita. Pun demikian dengan data rekening Saracen. Mereka terus menggali informasi yang dibutuhkan dalam proses penyidikan.
Terpisah Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi menyatakan, pengungkapan sindikat penyedia jasa konten kebencian Saracen oleh Polri mengafirmasi bahwa meningkatnya turbulensi kebencian atas sesama dalam dinamika sosial politik setahun terakhir ini merupakan desaian yang disengaja. Situasi sosial yang rentan, kelompok intoleran yang eksis dan berpengaruh, hasrat berkuasa dengan menggunakan segala cara, membuat kelompok Saracen mendapatkan ceruk pasar yang luas.
"Pertemuan kelompok ini dengan para avonturir politik yang berkeliaran di republik ini, jika dibiarkan, bisa mengarah pada genosida," kata Hendardi.
Keberhasilan Direktorat Siber, sebuah direktorat baru yang dibentuk pada Maret 2017, diharapkan dapat berkontribusi mengurangi dan terus mencegah konten-konten kebencian di masa depan. Pencegahan konten kebencian bukan hanya untuk mendukung pelaksanaan agenda-agenda politik elektoral pada musim Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, tetapi yang utama ditujukan untuk pencegahan kebencian, diskriminasi dan kekerasan.
Meskipun demikian, lanjut Hendardi, pengungkapan Saracen hanyalah salah satu cara yang diharapkan mampu memulihkan ruang publik yang lebih toleran. "Hal utama lain yang harus dilakukan adalah menghadirkan teladan elit, dan membangun kebijakan yang kondusif bagi promosi toleransi dan keberagaman," kata Hendardi.
Semenara itu, Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo menganalisis efektivitas penyebaran berita bohong itu 10 persen dari pelaku utama. Sedangkan 90 persen lainnya adalah para pembaca atau pemilik akun media sosial yang dengan mudah menyebarkan berita bohong itu. Padahal, berita bohong itu bisa jadi adalah hasil olahan para sindikat yang terorganisasi seperti Saracen.
”Penyebarluasan berita bohong ini jadi lahan bisnis yang bisa menghasilkan uang,” ujar Agus di Istana Wakil Presiden, kemarin (28/8). Dia menuturkan perlu ada upaya serius untuk memperkuat peran teknologi informasi, penegakan hukum, dan edukasi masyarakat untuk menangkal kabar-kabar hoax. ”Sasaran mereka adalah ketidakfahaman publik, kemudian ketidakacuhan public,” imbuh dia.
Agus menuturkan orang mudah menyebarkan berita bohong karena pengguna media sosial mencari pembenaran pada apa yang dia yakini. Bila suatu kabar segaris dengan keinginan dan tidak suka terhadap sesuatu akan lansung disebarluaskan.
”Kita tidak bisa menyerahkan ini semua pada pemerintah untuk menertibkan, sedikit banyak langkah pertama dari kita sendiri. Maka perlu ada upaya dari diri sendiri untuk bisa menyaring lebih dahulu informasi yang masuk,” terang Wakil Ketua MPR dari Fraksi TNI/Polri periode 2001-2003.
Agus yang terlibat dalam pembuatan konsep reformasi TNI mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua cara yang harus dilakukan untuk membentengi diri dari berita atau kabar bohong. Yakni, mengecek sumber berita yang tersebar itu kredibel atau tidak. Track record sumber itu harus benar-benar tepercaya. Selain itu perlu pula dicroscek dengan sumber lain yang juga tepercaya.
”Jika kita masih meragukan atau tidak logis, maka patut punya reserve atau curiga terhadap berita seperti ini,” jelas dia. (syn/bay/jun)