JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupaya menyelamatkan keberadaan 33 jenis kain tradisional. Sebab diantaranya sudah terancam punah. Pemerintah daerah serta masyarakat umum diharapkan ikut andil menyelamatkan kain-kain tradisional dari kepunahan.
Diantara kain tradisional yang terancam punah adalah pakaian kulit kayu. Pakaian kulit kayu ini tersebar di Sulawesi Tengah dan Pulau Kalimantan. Pada 2014 lalu Kemendikbud telah menetapkan pakaian kulit kayu sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). ’’Dengan harapan kain tradisional ini menjadi punah,’’ kata Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud Nadjamuddin Ramly di Jakarta kemarin (24/8).
Menurutnya sejumlah cara dilakukan untuk melestarikan kain-kain tradisional. Diantaranya adalah memberikan uang kehormatan kepada maestro seni dan budaya, termasuk pembuat kain tradisional. Uang kehormatan itu dipatok Rp 25 juta/tahun. Diberikan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Kemendikbud berharap dengan uang kehormatan itu si maestro terus memproduksi kain dan bisa menularkan ke generasi berikutnya.
Deputi Bidang Kebudayaan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Susana Setra menjelaskan ada banyak faktor yang membuat sejumlah kain tradisional terancam punah. Seperti tidak ada regenerasi perajin atau pembuat kain tradisional. Dia mengakui di sejumlah daerah, keahlian membuat kain tradisional tidak bisa diwariskan begitu saja. ’’Karena masih ada budaya bahwa yang bisa membuat kain tradisional itu adalah orang yang mendapatkan semacam wangsit,’’ tuturnya.
Faktor berikutnya adalah susahnya mencari bahan baku. Dia mencontohkan untuk membuat kain tenun dibutuhkan bahan baku kapas. Nah banyak laporan masyarakat adat yang harus membeli kapas dari negara tetangga untuk dijadikan bahan baku.
Sedangkan ancaman punahnya pakaian kulit kayu dipicu semakin berkurangnya hutan di Indonesia. ’’Mau cari kayu, hutannya sudah berganti dengan hutan sawit,’’ jelasnya. Selain itu di hutan-hutan belantara juga mulai susah untuk mencari kulit kayu sebagai bahan baku pembuatan pakaian.
Dia menjelaskan pakaian kulit kayu yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Kalimantan itu umumnya dipakai saat upacara adat. Selain untuk upacara adat, pakaian kulit kayu juga menandakan bahwa yang memiliki adalah orang mampu. Di masyarakat sendiri, ada perbedaan pakaian kulit kayu untuk kelompok bangsawan dan masyarakat biasa. (wan)
Diantara kain tradisional yang terancam punah adalah pakaian kulit kayu. Pakaian kulit kayu ini tersebar di Sulawesi Tengah dan Pulau Kalimantan. Pada 2014 lalu Kemendikbud telah menetapkan pakaian kulit kayu sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). ’’Dengan harapan kain tradisional ini menjadi punah,’’ kata Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud Nadjamuddin Ramly di Jakarta kemarin (24/8).
Menurutnya sejumlah cara dilakukan untuk melestarikan kain-kain tradisional. Diantaranya adalah memberikan uang kehormatan kepada maestro seni dan budaya, termasuk pembuat kain tradisional. Uang kehormatan itu dipatok Rp 25 juta/tahun. Diberikan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Kemendikbud berharap dengan uang kehormatan itu si maestro terus memproduksi kain dan bisa menularkan ke generasi berikutnya.
Deputi Bidang Kebudayaan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Susana Setra menjelaskan ada banyak faktor yang membuat sejumlah kain tradisional terancam punah. Seperti tidak ada regenerasi perajin atau pembuat kain tradisional. Dia mengakui di sejumlah daerah, keahlian membuat kain tradisional tidak bisa diwariskan begitu saja. ’’Karena masih ada budaya bahwa yang bisa membuat kain tradisional itu adalah orang yang mendapatkan semacam wangsit,’’ tuturnya.
Faktor berikutnya adalah susahnya mencari bahan baku. Dia mencontohkan untuk membuat kain tenun dibutuhkan bahan baku kapas. Nah banyak laporan masyarakat adat yang harus membeli kapas dari negara tetangga untuk dijadikan bahan baku.
Sedangkan ancaman punahnya pakaian kulit kayu dipicu semakin berkurangnya hutan di Indonesia. ’’Mau cari kayu, hutannya sudah berganti dengan hutan sawit,’’ jelasnya. Selain itu di hutan-hutan belantara juga mulai susah untuk mencari kulit kayu sebagai bahan baku pembuatan pakaian.
Dia menjelaskan pakaian kulit kayu yang tersebar di Sulawesi Tengah dan Kalimantan itu umumnya dipakai saat upacara adat. Selain untuk upacara adat, pakaian kulit kayu juga menandakan bahwa yang memiliki adalah orang mampu. Di masyarakat sendiri, ada perbedaan pakaian kulit kayu untuk kelompok bangsawan dan masyarakat biasa. (wan)