JAKARTA - Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) kembali muncul dalam surat dakwaan untuk terdakwa perkara dugaan korupsi e-KTP. Pada sidang perdana Andi Agustinus alias Andi Narogong Senin (14/8), nama ketua umum Partai Golkar itu beberapa kali disebut terlibat mengatur proyek dengan total anggaran mencapai Rp 5,9 triliun.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Irene Putri menyampaikan bahwa pengaturan proyek tersebut dibicarakan Andi dan Setnov bersama sejumlah pihak. Baik pejabat Kemendagri maupun konsorsium (Percetakan Negara Republik Indonesia) PNRI sebagai pemenang lelang. "Dalam (medio) tahun 2009 sampai 2015," ungkapnya.
Beberapa nama yang disebut mengatur proyek e-KTP bersama Andi dan Setnov di antaranya mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman, mantan Direktur Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, serta mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni. Selain itu, pengaturan proyek tersebut juga melibatkan Ketua Konsorsium PNRI Insu Edhi Wijaya.
Pada rentang waktu yang disebutkan Irene, mereka pernah bertemu di Kantor Ditjen Dukcapil Kemendagri, Komplek Graha Mas Fatmawati, Hotel Sultan, Hotel Gran Melia, Hotel Crown, dan Komplek DPR. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," terang Irene. Dia pun menyebutkan rencana pembagian duit korupsi e-KTP kepada beberapa pihak.
Di antaranya Andi dan Setnov dengan jatah Rp 574,2 miliar, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin Rp 574,2 miliar. Selain itu anggota Komisi II DPR yang kala itu pejabat juga kebagian jatah Rp 261 miliar, para pejabat Kemendagri Rp 365,4 miliar, dan pelaksana atau rekanan proyek e-KTP dengan bagian Rp 783 miliar. Rencananya duit itu diambil dari sebagian anggaran proyek tersebut.
Rencana itu dibuat pasca serangkaian pertemuan dan pembicaraan yang melibatkan Andi dan Setnov. Dia antaranya perkenalan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni dengan Setnov pada 2010. Itu terjadi di Hotel Gran Melia. "Dalam pertemuan tersebut terdakwa (Andi) memperkenalkan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni kepada Setya Novanto," Terang Irene.
Melalui pertemuan itu pula, mereka menyampaikan rencana proyek e-KTP kepada Setnov. "Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP," sambung Irene. Selanjutnya, pertemuan Andi dengan Setnov mulai menjurus kepada penganggaran proyek tersebut. Setnov lantas meminta Irman agar menghubungi Andi untuk mengetahui perkembangan proyek itu.
"Perkembangannya nanti hubungi saja Andi," ucap Irene menirukan perkataan Setnov kepada Irman. Sebelum anggaran e-KTP keluar, Andi juga sempat bertemu dengan mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Bahkan turut serta dalam pertemuan antara Setnov dengan Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazarudin yang kala itu dianggap sebagai representasi Partai Demokrat.
Dalam surat dakwaan Andi juga disebut menerima Rp 1 miliar dan USD 1,499 juta. Selain itu, dia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum serta memperkaya orang lain dan korporasi. Tidak kurang sebelas nama turut disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP. Termasuk di antaranya Gamawan. "Sejumlah Rp 50 juta," kata JPU KPK Mufti Nur Irawan. Selain itu, uang sebesar USD 14,65 juta dan Rp 44 miliar disebut mengalir kepada beberapa anggota DPR periode 2009 - 2014.
Menanggapi surat dakwaan tersebut, penasihat Hukum Andi Narogong Samsul Huda memastikan bahwa kliennya tidak akan membacakan eksepsi. "Kami tidak mengajukan eksepsi," ucap dia usai menjalani persidangan kemarin. Menurut Samsul, subtansi dan format dakwaan sudah tepat. Sehingga pihaknya memilih tidak mengajukan eksepsi. "Jadi, langsung masuk saja ke persidangan," imbuhnya.
Sesuai keputusan majelis hakim, sidang pemeriksaan saksi akan dilaksanakan pekan depan. Samsul memastikan bahwa Andi akan menghadapi persidangan tersebut. Menurut dia tidak semua yang tertera dalam surat dakwaan kliennya benar. "Fakta itu sebagian ada. Tetapi, sebagian harus kami luruskan di persidangan," terang dia. Untuk itu, sambung Samsul, pihaknya bakal mendengar dan mendalami keterangan setiap saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK. (syn/)
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Irene Putri menyampaikan bahwa pengaturan proyek tersebut dibicarakan Andi dan Setnov bersama sejumlah pihak. Baik pejabat Kemendagri maupun konsorsium (Percetakan Negara Republik Indonesia) PNRI sebagai pemenang lelang. "Dalam (medio) tahun 2009 sampai 2015," ungkapnya.
Beberapa nama yang disebut mengatur proyek e-KTP bersama Andi dan Setnov di antaranya mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman, mantan Direktur Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, serta mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni. Selain itu, pengaturan proyek tersebut juga melibatkan Ketua Konsorsium PNRI Insu Edhi Wijaya.
Pada rentang waktu yang disebutkan Irene, mereka pernah bertemu di Kantor Ditjen Dukcapil Kemendagri, Komplek Graha Mas Fatmawati, Hotel Sultan, Hotel Gran Melia, Hotel Crown, dan Komplek DPR. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," terang Irene. Dia pun menyebutkan rencana pembagian duit korupsi e-KTP kepada beberapa pihak.
Di antaranya Andi dan Setnov dengan jatah Rp 574,2 miliar, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin Rp 574,2 miliar. Selain itu anggota Komisi II DPR yang kala itu pejabat juga kebagian jatah Rp 261 miliar, para pejabat Kemendagri Rp 365,4 miliar, dan pelaksana atau rekanan proyek e-KTP dengan bagian Rp 783 miliar. Rencananya duit itu diambil dari sebagian anggaran proyek tersebut.
Rencana itu dibuat pasca serangkaian pertemuan dan pembicaraan yang melibatkan Andi dan Setnov. Dia antaranya perkenalan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni dengan Setnov pada 2010. Itu terjadi di Hotel Gran Melia. "Dalam pertemuan tersebut terdakwa (Andi) memperkenalkan Irman, Sugiharto, dan Diah Anggraeni kepada Setya Novanto," Terang Irene.
Melalui pertemuan itu pula, mereka menyampaikan rencana proyek e-KTP kepada Setnov. "Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP," sambung Irene. Selanjutnya, pertemuan Andi dengan Setnov mulai menjurus kepada penganggaran proyek tersebut. Setnov lantas meminta Irman agar menghubungi Andi untuk mengetahui perkembangan proyek itu.
"Perkembangannya nanti hubungi saja Andi," ucap Irene menirukan perkataan Setnov kepada Irman. Sebelum anggaran e-KTP keluar, Andi juga sempat bertemu dengan mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Bahkan turut serta dalam pertemuan antara Setnov dengan Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazarudin yang kala itu dianggap sebagai representasi Partai Demokrat.
Dalam surat dakwaan Andi juga disebut menerima Rp 1 miliar dan USD 1,499 juta. Selain itu, dia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum serta memperkaya orang lain dan korporasi. Tidak kurang sebelas nama turut disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP. Termasuk di antaranya Gamawan. "Sejumlah Rp 50 juta," kata JPU KPK Mufti Nur Irawan. Selain itu, uang sebesar USD 14,65 juta dan Rp 44 miliar disebut mengalir kepada beberapa anggota DPR periode 2009 - 2014.
Menanggapi surat dakwaan tersebut, penasihat Hukum Andi Narogong Samsul Huda memastikan bahwa kliennya tidak akan membacakan eksepsi. "Kami tidak mengajukan eksepsi," ucap dia usai menjalani persidangan kemarin. Menurut Samsul, subtansi dan format dakwaan sudah tepat. Sehingga pihaknya memilih tidak mengajukan eksepsi. "Jadi, langsung masuk saja ke persidangan," imbuhnya.
Sesuai keputusan majelis hakim, sidang pemeriksaan saksi akan dilaksanakan pekan depan. Samsul memastikan bahwa Andi akan menghadapi persidangan tersebut. Menurut dia tidak semua yang tertera dalam surat dakwaan kliennya benar. "Fakta itu sebagian ada. Tetapi, sebagian harus kami luruskan di persidangan," terang dia. Untuk itu, sambung Samsul, pihaknya bakal mendengar dan mendalami keterangan setiap saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK. (syn/)