MAGELANG - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) tentang sekolah lima hari atau full day school ditandatangi oleh presiden Joko Widodo, sebelum kemudian diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018.
Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy usai menghadiri Konferensi Nasional Pendidikan Bencana di Universitas Muhammadiyah Magelang, Kamis (24/8).
Sayangnya tidak cukup banyak kata yang terlontar dari mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu. ”Nanti saja, menunggu Peraturan Presiden, nanti akan turun,” ujar Muhadjir singkat, dan langsung beranjak ke mobil untuk melanjutkan kunjungan ke SLB Negeri Kota Magelang.
Sebelum diimplementasikan pada tahun ajaran 2017/2018 maka syarat utama kebijakan lima hari sekolah harus berdasarkan Perpres. Saat ini pemerintah tengah menggodok draf Perpres tersebut di bawah koordinator Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Perpres ini nantinya akan menggantikan Permendikbud No 23 tahun 2017 tentang sekolah lima hari. Muhadjir pun belum dapat memastikan kapan regulasi tersebut akan diterbitkan.
Seperti diketahui, kebijakan sekolah lima hari yang digagas Mendikbud menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan. Sebagian menyebut kebijakan tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia. Ada pula kalangan yang mengkhawatirkan kebijakan itu akan mematikan madrasah diniyah sore hari.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga menyatakan sesuai instruksi presiden Joko Widodo, full day school tidak wajib diterapkan termasuk di Jawa Tengah. Ganjar mempersilakan sekolah yang sudah siap untuk menerapkan kebijakan tersebut.
”Perintahnya sudah jelas, tidak harus, fleksibel saja. Kalau belum siap, ya sudah,” katanya di Magelang, Selasa (23/8) lalu.
Sementara itu, pengamat pendidikan asal Universitas Tidar (Untidar) Drs Hari Wahyono MPd menjelaskan pada prinsipnya rencana full day school yang digagas Kemendikbud punya sisi positif dan negatifnya.
”Sekolah rata-rata belum siap menerapkan full day school. Ini karena selama ini tidak ada kejelasan, mulai dari sosialisasi, unsur teknis, yang bahkan sangat jarang diinformasikan. Bagaimana nanti untuk makanan, istirahat siswa, dan masalah lainnya. Sampai saat ini belum ada kejelasan,” kata Hari.
Meski demikian, Hari menilai ada opsi positif jika kebijakan ini direalisasikan. Sistem lima hari sekolah akan mengurangi hal negatif yang terjadi selama ini, seperti mencegah tawuran dan kenakalan siswa.
”Sebenarnya efektif jika diterapkan, asal persiapannya matang. Mulai dari guru yang kompeten, kesiapan siswa, orangtua siswa, dan pihak lainnya biar sepakat dulu. Tidak boleh sepihak,” paparnya.
Menurut Hari yang terpenting dalam proses pendidikan adalah kreativitas guru dalam memberikan pengajaran yang menyenangkan. Dengan begitu, siswa tidak terlalu terpaku soal rentang waktu selama pembelajaran berlangsung.
”Kalau siswa itu merasa belajarnya menyenangkan, tidak akan cepat jenuh. Jadi 8 jam pun dalam sehari, tidak masalah. Nah, dari sinilah sebenarnya unsur pendidik menjadi sangat krusial untuk mendukung full day school,” papar dia. (wid)
Hal itu dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy usai menghadiri Konferensi Nasional Pendidikan Bencana di Universitas Muhammadiyah Magelang, Kamis (24/8).
Sayangnya tidak cukup banyak kata yang terlontar dari mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu. ”Nanti saja, menunggu Peraturan Presiden, nanti akan turun,” ujar Muhadjir singkat, dan langsung beranjak ke mobil untuk melanjutkan kunjungan ke SLB Negeri Kota Magelang.
Sebelum diimplementasikan pada tahun ajaran 2017/2018 maka syarat utama kebijakan lima hari sekolah harus berdasarkan Perpres. Saat ini pemerintah tengah menggodok draf Perpres tersebut di bawah koordinator Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Perpres ini nantinya akan menggantikan Permendikbud No 23 tahun 2017 tentang sekolah lima hari. Muhadjir pun belum dapat memastikan kapan regulasi tersebut akan diterbitkan.
Seperti diketahui, kebijakan sekolah lima hari yang digagas Mendikbud menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan. Sebagian menyebut kebijakan tersebut tidak cocok diterapkan di Indonesia. Ada pula kalangan yang mengkhawatirkan kebijakan itu akan mematikan madrasah diniyah sore hari.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga menyatakan sesuai instruksi presiden Joko Widodo, full day school tidak wajib diterapkan termasuk di Jawa Tengah. Ganjar mempersilakan sekolah yang sudah siap untuk menerapkan kebijakan tersebut.
”Perintahnya sudah jelas, tidak harus, fleksibel saja. Kalau belum siap, ya sudah,” katanya di Magelang, Selasa (23/8) lalu.
Sementara itu, pengamat pendidikan asal Universitas Tidar (Untidar) Drs Hari Wahyono MPd menjelaskan pada prinsipnya rencana full day school yang digagas Kemendikbud punya sisi positif dan negatifnya.
”Sekolah rata-rata belum siap menerapkan full day school. Ini karena selama ini tidak ada kejelasan, mulai dari sosialisasi, unsur teknis, yang bahkan sangat jarang diinformasikan. Bagaimana nanti untuk makanan, istirahat siswa, dan masalah lainnya. Sampai saat ini belum ada kejelasan,” kata Hari.
Meski demikian, Hari menilai ada opsi positif jika kebijakan ini direalisasikan. Sistem lima hari sekolah akan mengurangi hal negatif yang terjadi selama ini, seperti mencegah tawuran dan kenakalan siswa.
”Sebenarnya efektif jika diterapkan, asal persiapannya matang. Mulai dari guru yang kompeten, kesiapan siswa, orangtua siswa, dan pihak lainnya biar sepakat dulu. Tidak boleh sepihak,” paparnya.
Menurut Hari yang terpenting dalam proses pendidikan adalah kreativitas guru dalam memberikan pengajaran yang menyenangkan. Dengan begitu, siswa tidak terlalu terpaku soal rentang waktu selama pembelajaran berlangsung.
”Kalau siswa itu merasa belajarnya menyenangkan, tidak akan cepat jenuh. Jadi 8 jam pun dalam sehari, tidak masalah. Nah, dari sinilah sebenarnya unsur pendidik menjadi sangat krusial untuk mendukung full day school,” papar dia. (wid)