ARIEF BUDIMAN/RADAR SOLO |
Gelaran Festival Candi Kembar yang mengambil ikon Candi Plaosan di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Minggu (3/9) berbeda dari tahun sebelumnya. Event yang digelar selama tiga hari 1-3 September tersebut menghadirkan Festival Gerobak Sapi. Pesertanya mencapai 107 pedati.
Lewat agenda tersebut, Kepala Desa Bugisan Heru Nugroho ingin menegaskan wilayahnya sebagai desa wisata yang menyusung ikon Candi Plaosan dengan berbagai potensinya.
“Festival Gerobak Sapi tak jauh berbeda dengan Candi Kembar sehingga lebih baik dijadikan satu. Karena yang acara gerobak sapi diselenggarakan saat hari kerja, pengunjungnya pasti sedikit. Tetapi kalau dijadikan satu begini kan semakin ramai acaranya. Jumlah pengunjung Candi Plaosan setiap tahunnya hampir 10 ribu orang,” jelas Heri.
Dalam acara itu, ratusan gerobak sapi melakukan pawai menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Yaitu, start dari Lapangan Desa Tlogo, menyusuri Candi Sewu yang masih masuk kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Prambanan. Kemudian melintasi Desa Taji hingga berakhir di depan kawasan Candi Plaosan.
Wisatawan pun lebih mengetahui jika bisa menikmati keindahan Candi Plaosan dengan menaiki pedati. “Dulunya gerobak sapi ini juga digunakan sebagai alat transportasi warga desa. Hal itu kami angkat kembali sehingga tidak punah lagi. Tapi konsepnya kita ubah tidak hanya mendukung kegiatan para petani, namun bisa mengangkut pengunjung. Tentunya membuat wisatawan tidak bosan dan membuat mereka lebih lama-lama di Candi Plaosan,” jelasnya.
Lebih lanjut diterangkan Heru, warga desanya mulai tergerak ikut mengangkat potensi pariwisata. Yakni dengan menjadikan rumahnya sebagai home stay. Peluang inilah yang coba digarap pemerintah desa dengan menawarkan suasana khas pedesaaan.
“Apalagi kami juga mengangkat kesenian-kesenian yang jarang diangkat oleh Candi Prambanan. Misalnya gejog lesung, jathilan hingga pring sedapur. Termasuk akan mengembangkan oleh-oleh berupa kopi asal Klaten, kopi Petruk dari Kemalang,” paparnya.
Ketua Paguyuban Gerobak Sapi Langgeng Sehati Lasiman Trojowinoto menyatakan, 100 anggota paguyuban siap menyemarakkan pariwisata Candi Plaosan. “Setidaknya seminggu sekali gerobak sapi sudah dipesan wisatawan untuk menikmati suasana pedesaan di sekitar candi.” jelasnya.
Untuk menyewa satu pedati, dikenakan tarif Rp 350 ribu. Rutenya antara lain, Candi Plaosan, Candi Sewu dan Candi Sojiwan. Wisatawan sangat menyukai pemandangan ketika para petani bercocok tanam di lahan persawahan. Teruma mereka yang berasal dari Amerika Serikat, Afrika Selatan, Spanyol dan Belanda. Kusir pedati yang disebut badjingan tersebut kerap mendapatkan tambahan fee karena para turis merasa puas.
“Kendala kami hanya masalah promosi. Selama ini (pemesanan pedati, Red) lewat telepon saja, bukan media sosial. Karena sebagian pengendali sapi gagap teknologi. Tapi disparbudpora sudah mencoba memfasilitasi untuk promosi melalui website dan media sosial laninnya,” pungkasnya. (ren/wa)