JAKARTA – Objektivitas kepolisian dipertaruhkan dalam perseteruan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Aris Budiman dengan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Setidaknya, polisi dalam hal ini Polda Metro Jaya harus memberikan atensi khusus terhadap kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang lebih dulu diusut.
Sikap objektif itu menjadi sorotan lantaran adanya perbedaan penanganan dua kasus yang berkaitan dengan Novel. Sebagaimana diwartakan, dalam kasus penyerangan Novel, polda belum meningkatkan status perkara meski sudah mengantongi barang bukti dan memeriksa sejumlah saksi. Kasus itu sudah bergulir hampir 5 bulan.
Sedangkan dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan atas e-mail Novel yang dilaporkan Aris, polda tidak butuh waktu lama menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Aris menjadi pelapor sekaligus saksi tunggal ketika kasus dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu naik ke penyidikan.
Ahmad Fanani, anggota koalisi masyarakat sipil antikorupsi, mengatakan preseden buruk terhadap objektivitas polisi dalam menyikapi dua kasus itu tidak bisa terhindarkan. Sebab, perbedaan penanganan sangat mencolok.
”Mestinya polisi juga memberikan atensi khusus terhadap kasus penyerangan Novel,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Fanani menilai polisi kurang memperhatikan keinginan masyarakat agar insiden penyerangan Novel segera dituntaskan. Polisi juga mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo yang sejak awal memberikan perhatian untuk mantan Kasatreskrim Polres Bengkulu tersebut. ”Di awal, masyarakat menduga kasus penyiraman Novel cepat terungkap. Tapi ternyata sampai sekarang masih berlarut,” kata dia.
Polisi seharusnya menuntaskan kasus Novel lebih dulu sebelum menindaklanjuti laporan Aris. Hal itu bisa meminimalkan persepsi buruk terhadap kinerja polisi. ”Ini tantangan bagi kepolisian. Laporan Aris diproses cepat, sedangkan kasus (penyerangan) Novel berlarut-larut,” ujar Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono merahasiakan kapan penyidik memeriksa saksi ahli. Saksi dihadirkan dari tiga bidang. Di antaranya, bahasa, ITE, dan pidana. "Pekan ini kan terhalang hari libur," tuturnya saat ditemui di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
Pekerjaan rumah (PR) lain yang juga harus segera diselesaikan adalah kasus penyiraman air keras pada Novel. Saat disinggung mengenai perkembangan kasus tersebut, Argo menampik jika kasus itu berhenti. Dia menegaskan, hingga kemarin penyidik masih menyidik. Para saksi terus dimintai keterangan. "Ya, setiap kasus kan nggak mesti cepat selesai. Butuh waktu juga," tambahnya.
Lalu, bagaimana kabar 50 rekaman CCTV yang dikantongi polisi? Sebelumnya, penyidik meminta bantuan polisi Australia untuk memeriksa CCTV tersebut. Polri tidak bisa menganalisis CCTV itu sebab resolusinya sangat kecil. Namun, ternyata polisi dari Negeri Kanguru itu pun angkat tangan. CCTV dikembalikan ke polri karena alasan sama, yakni resolusi kecil.
Argo menyatakan, polisi tidak lagi menjadikan CCTV tersebut sebagai alat pendukung penyidikan. Dia mengatakan, polisi masih mencari alat lain. "Kami masih cari ini sekarang. Dari orang yang diduga tahu kejadian kan juga bisa menjadi alat pendukung penyidikan," paparnya. (tyo/sam/oki)
Sikap objektif itu menjadi sorotan lantaran adanya perbedaan penanganan dua kasus yang berkaitan dengan Novel. Sebagaimana diwartakan, dalam kasus penyerangan Novel, polda belum meningkatkan status perkara meski sudah mengantongi barang bukti dan memeriksa sejumlah saksi. Kasus itu sudah bergulir hampir 5 bulan.
Sedangkan dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan atas e-mail Novel yang dilaporkan Aris, polda tidak butuh waktu lama menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Aris menjadi pelapor sekaligus saksi tunggal ketika kasus dugaan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu naik ke penyidikan.
Ahmad Fanani, anggota koalisi masyarakat sipil antikorupsi, mengatakan preseden buruk terhadap objektivitas polisi dalam menyikapi dua kasus itu tidak bisa terhindarkan. Sebab, perbedaan penanganan sangat mencolok.
”Mestinya polisi juga memberikan atensi khusus terhadap kasus penyerangan Novel,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Fanani menilai polisi kurang memperhatikan keinginan masyarakat agar insiden penyerangan Novel segera dituntaskan. Polisi juga mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo yang sejak awal memberikan perhatian untuk mantan Kasatreskrim Polres Bengkulu tersebut. ”Di awal, masyarakat menduga kasus penyiraman Novel cepat terungkap. Tapi ternyata sampai sekarang masih berlarut,” kata dia.
Polisi seharusnya menuntaskan kasus Novel lebih dulu sebelum menindaklanjuti laporan Aris. Hal itu bisa meminimalkan persepsi buruk terhadap kinerja polisi. ”Ini tantangan bagi kepolisian. Laporan Aris diproses cepat, sedangkan kasus (penyerangan) Novel berlarut-larut,” ujar Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono merahasiakan kapan penyidik memeriksa saksi ahli. Saksi dihadirkan dari tiga bidang. Di antaranya, bahasa, ITE, dan pidana. "Pekan ini kan terhalang hari libur," tuturnya saat ditemui di Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.
Pekerjaan rumah (PR) lain yang juga harus segera diselesaikan adalah kasus penyiraman air keras pada Novel. Saat disinggung mengenai perkembangan kasus tersebut, Argo menampik jika kasus itu berhenti. Dia menegaskan, hingga kemarin penyidik masih menyidik. Para saksi terus dimintai keterangan. "Ya, setiap kasus kan nggak mesti cepat selesai. Butuh waktu juga," tambahnya.
Lalu, bagaimana kabar 50 rekaman CCTV yang dikantongi polisi? Sebelumnya, penyidik meminta bantuan polisi Australia untuk memeriksa CCTV tersebut. Polri tidak bisa menganalisis CCTV itu sebab resolusinya sangat kecil. Namun, ternyata polisi dari Negeri Kanguru itu pun angkat tangan. CCTV dikembalikan ke polri karena alasan sama, yakni resolusi kecil.
Argo menyatakan, polisi tidak lagi menjadikan CCTV tersebut sebagai alat pendukung penyidikan. Dia mengatakan, polisi masih mencari alat lain. "Kami masih cari ini sekarang. Dari orang yang diduga tahu kejadian kan juga bisa menjadi alat pendukung penyidikan," paparnya. (tyo/sam/oki)