K. ANAM SYAHMADANI/RADAR TEGAL |
Khaerul dan kawan-kawan teramat bersyukur atas dikembalikannya jabatan dirinya dan 10 ASN lainnya. Dalam wawancara khusus dengan Radar sebelum pelantikan, pejabat yang sempat ‘diasingkan’ ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Kecamatan Tegal Timur ini menyampaikan perjuangan mereka selama ini adalah untuk amar maruf nahi munkar.
“Kami menyatakan sikap mencegah kemungkaran. Kami bukan pembangkang,” katanya. Pejabat Pembina Utama Muda/IVc itu menceritakan, sikap bukan orang Tegal mulai diperlihatkan Siti Masitha Soeparno bahkan sebelum dia dilantik menjadi Wali Kota Tegal, pada 23 Maret 2014. Saat akan dilantik, Sitha meminta dibuatkan 2.500 undangan.
Karena di luar kemampuan anggaran, permintaan tidak bisa dipenuhi. Sikap bukan orang Tegal kembali ditunjukkan seminggu setelah pelantikan. Sitha mulai melakukan upaya penonjoban dengan alasan tidak profesional. Praptomo dan Dyah Triastuti yang ada di dalam Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) menolak karena tidak ada alasan untuk melakukan penonjoban.
Agustus 2014, lanjut Khaerul, mulai dilakukan pergeseran-pergeseran pejabat, termasuk menstafahlikan Yuswo Waluyo, Subagyo, dan Gito Sri Musriyono. Pada saat itu, Khaerul sempat ditelepon untuk datang ke Rumah Dinas Wali Kota menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00. Selain Sitha, di Rumah Dinas dia ditemui Amir Mirza Hutagalung.
“Wali kota (Sitha) mengatakan, omongan dia (Mirza) adalah omongan saya (wali kota). Dalam batin saya, siapa dia. Jelek-jelek begini, saya adalah pejabat,” ujarnya. Dalam pertemuan tersebut, Khaerul yang saat itu menjabat Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan lalu diminta Mirza untuk mencapai target retribusi pasar.
“Mirza kemudian mengatakan, ‘kalau sudah memenuhi target, jangan lupa’. Pemahaman saya, artinya harus setor,” jelasnya. Kendati bisa mencapai, dan bahkan melebihi target retribusi pasar, Khaerul memutuskan lupa dengan pesan Mirza dan menyetorkan target yang dicapai ke Kas Daerah. Drama kemudian berlanjut pada Desember 2014.
Empat camat jebolan IPDN diganti yakni Moh Afin, Moh Ilham Prasetyo, Agus Arifin, dan Ismail Fahmi. Saat itulah, Khaerul dan kawan-kawan mulai berupaya mengkritisi. Berlanjut ke 2015, ramai persoalan penilaian kinerja. Khaerul sendiri dinilai buruk, yang artinya tidak taat kepada negara. “Penilaian itu ngawur dan ngarang,” ungkapnya.
Puncaknya, hubungan kurang harmonis antara wali kota dan wakilnya nampak jelas saat Rapat Koordinasi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Slawi. Dari situlah, Khaerul dan kawan-kawan menyimpulkan pemerintahan yang sedang berjalan tidak benar dan tata kelolanya dicampuri orang ketiga. Menindaklanjuti itu, Korpri kemudian menyatakan sikapnya.
Sikap itu ada tujuh poin dan disampaikan ke DPRD. Karena sikap tersebutlah Sitha menonjobkan ASN, termasuk Khaerul. Upaya demi upaya hukum kemudian ditempuh 9 ASN yang dinonjobkan untuk memperjuangkan nasibnya. Hingga akhirnya, PTUN memenangkan gugatan mereka dan menginstruksikan agar jabatan ASN nonjob dikembalikan.
Namun, Sitha enggan melaksanakannya, hingga akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi menangkapnya dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersamaan Mirza, Selasa malam (29/8) lalu. Menurut Khaerul, adanya OTT tersebut merupakan kemenangan rakyat Kota Tegal. “Kami meyakini kebenaran, semua ini tidak lepas dari pertolongan Allah,” ungkapnya.
Khaerul menyampaikan, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menata dan memperbaiki pemerintahan yang dirusakkan. Dirinya berharap semua pihak bisa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas besar dan berat yang ada di depan mata, sesuai dengan kapasitas masing-masing, serta bersinergi dalam membangun Kota Tegal yang lebih baik lagi. (nam)