JAKARTA – Tim advokasi Ketua DPR Setya Novanto terus berupaya memperkuat argumen hukum untuk melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Kemarin (25/9), mereka berpendapat penyidikan KPK terhadap ketua umum Partai Golkar tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Argumen itu bersumber laporan hasil pemeriksaan (LHP) kinerja atas pengelolaan fungsi penindakan tindak pidana korupsi tahun 2009-2011pada KPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013. Tim Setnov selaku pemohon mengklaim laporan itu diperoleh secara resmi dari BPK. Dalam LHP tanggal 23 Desember 2013 tersebut, ada 7 atribut untuk menguji keseuaian pelaksanaan SOP penyidikan KPK.
Dimulai dari kegiatan persiapan pemeriksaan, pemeriksaan saksi, ahli dan barang bukti serta calon tersangka, penggeledahan, penyitaan, penahanan, gelar perkara, serta terakhir pelimpahan perkara ke penuntutan. Tim Setnov menyebut LHP itu sebelumnya digunakan mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo ketika melawan KPK di praperadilan.
Praperadilan Hadi dikabulkan hakim PN Jaksel H. Haswandi pada 26 Mei 2015. Tim Setnov lantas menggunakan putusan nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel itu sebagai yurisprudensi. ”Didalam perkara Hadi Poernomo itu sudah dicantumkan oleh beliau tentang LHP,” kata Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setnov.
Dengan dasar itu, mereka menilai penetapan tersangka Setnov tidak sah. Sebab, sama dengan Hadi Poernomo, Setnov belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka sesuai dengan SOP penyidikan. Ketut menyatakan dokumen LHP BPK dan putusan praperadilan Hadi itu merupakan domain publik yang bisa dijadikan bukti. ”Kami diberikan secara resmi sesuai dengan alur,” ungkapnya.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengungkapkan SOP yang diperoleh kuasa hukum Setnov dari LHP BPK itu sejatinya disusun 2008. Saat ini, KPK sudah menggunakan SOP penyidikan baru yang dibuat tahun 2015. Dua SOP itu pun memiliki banyak perbedaan. ”Tentu berbeda. Ada perubahan dan perbaikan yang lebih prudent dan disesuaikan dengan KUHAP dan UU KPK,” ujarnya.
KPK selaku termohon juga mempertanyakan bagaimana pemohon mendapat SOP penyidikan KPK dari BPK. Sebab, tim Setnov menyebut laporan itu diperoleh pada 19 September. Padahal, sidang dimulai seminggu sebelumnya. ”Waktu itu kami minta (sidang) untuk ditunda, dan tanggal 20 September kan dimulai pembacaan pemohon,” ujarnya. Mestinya, bukti itu dibacakan pemohon saat sidang perdana.
Terkait LHP yang digunakan Hadi melawan KPK, Setiadi menyebut saat itu dokumen tersebut tidak menjadi bukti. Kala itu, tim Hadi hanya ingin membandingkan SOP penyidikan KPK dengan pelaksanaan di lapangan. ”Nanti kam akan cek kembali apakah itu masuk dalam daftar (bukti) dari Pak Hadi Poernomo,” imbuh perwira polisi berpangkat Kombes ini.
Terpisah, Komisi Yudisial (KY) kemarin didatangi sejumlah aktivis dari Generasi Muda Partai Golkar (GMPG), didampingi kelompok advokat dari Organisasi Advokat Indonesia (OAI) dan Tim Advokasi Pejuang Anti Korupsi (Tapak). Pertemuan mereka dengan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari adalah untuk melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Cepi Iskandar, hakim tunggal yang memimpin sidang praperadilan Setnov.
"Setelah melihat proses persidangan, kawan-kawan OAI dan Tapak melihat ada indikasi kuat kekuatan tertentu yang bisa mempengaruhi putusan praperadilan Setya Novanto," kata Ahmad Doli Kurnia, Koordinator GMPG. Virza Roy Hizzal mewakili OAI melaporkan dua hal yang mereka nilai janggal dalam sidang pra peradilan Setnov.
Pertama, hingga sidang yang kelima kemarin, hakim juga belum menjelaskan posisi permohonan intervensi yang diajukan OAI dan MAKI. Lalu, Cepi Iskandar sebagai hakim tunggal di dalam memutuskan penolakannya terhadap eksepsi yang diajukan KPK, sempat men-skors sidang selama kurang lebih 2,5 jam untuk konsultasi ke Ketua PN Jaksel.
"Bisa disimpulkan bahwa putusan itu diambil bukan berdasarkan pertimbangan secara independen, namun karena ada aspek non yuridis dari Ketua PN atau mungkin ada pesan dari pejabat yang lebih tinggi lagi yang disampaikan melalui Ketua PN," ujar Virza.
Sementara, Irfan Pulungan mewakili Tapak menegaskan temuan yang disampaikan OAI. Irfan menyampaikan dengan ditemukannya sejumlah kejanggalan itu, maka sebaiknya KY segera mengeluarkan rekomendasi terkait persidangan praperadilan Setnov. "Agar KY merekomendasikan pergantian Cepi Iskandar sebagai hakim pada sidang pra peradilan itu," kata Irfan.
Menanggapi hal itu, Aidul menyampaikan bahwa KY telah menempatkan kasus megaskandal korupsi E-KTP ini masuk dalam perhatian khusus. KY telah membentuk tim khusus dan untuk hadir di setiap persidangan. Seluruh proses yang terjadi di persidangan E-KTP akan menjadi bahan kajian dari KY untuk diambil keputusan.
"KY juga telah mengumpulkan bahan-bahan pertimbangan, termasuk track record hakimnya, apakah hakim yang sekarang sedang diawasi memiliki track record tidak baik, atau pernah dilaporkan sebelumnya," ujar Aidul. (tyo/bay)
Argumen itu bersumber laporan hasil pemeriksaan (LHP) kinerja atas pengelolaan fungsi penindakan tindak pidana korupsi tahun 2009-2011pada KPK Nomor 115/HP/XIV/12/2013. Tim Setnov selaku pemohon mengklaim laporan itu diperoleh secara resmi dari BPK. Dalam LHP tanggal 23 Desember 2013 tersebut, ada 7 atribut untuk menguji keseuaian pelaksanaan SOP penyidikan KPK.
Dimulai dari kegiatan persiapan pemeriksaan, pemeriksaan saksi, ahli dan barang bukti serta calon tersangka, penggeledahan, penyitaan, penahanan, gelar perkara, serta terakhir pelimpahan perkara ke penuntutan. Tim Setnov menyebut LHP itu sebelumnya digunakan mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo ketika melawan KPK di praperadilan.
Praperadilan Hadi dikabulkan hakim PN Jaksel H. Haswandi pada 26 Mei 2015. Tim Setnov lantas menggunakan putusan nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel itu sebagai yurisprudensi. ”Didalam perkara Hadi Poernomo itu sudah dicantumkan oleh beliau tentang LHP,” kata Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setnov.
Dengan dasar itu, mereka menilai penetapan tersangka Setnov tidak sah. Sebab, sama dengan Hadi Poernomo, Setnov belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka sesuai dengan SOP penyidikan. Ketut menyatakan dokumen LHP BPK dan putusan praperadilan Hadi itu merupakan domain publik yang bisa dijadikan bukti. ”Kami diberikan secara resmi sesuai dengan alur,” ungkapnya.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengungkapkan SOP yang diperoleh kuasa hukum Setnov dari LHP BPK itu sejatinya disusun 2008. Saat ini, KPK sudah menggunakan SOP penyidikan baru yang dibuat tahun 2015. Dua SOP itu pun memiliki banyak perbedaan. ”Tentu berbeda. Ada perubahan dan perbaikan yang lebih prudent dan disesuaikan dengan KUHAP dan UU KPK,” ujarnya.
KPK selaku termohon juga mempertanyakan bagaimana pemohon mendapat SOP penyidikan KPK dari BPK. Sebab, tim Setnov menyebut laporan itu diperoleh pada 19 September. Padahal, sidang dimulai seminggu sebelumnya. ”Waktu itu kami minta (sidang) untuk ditunda, dan tanggal 20 September kan dimulai pembacaan pemohon,” ujarnya. Mestinya, bukti itu dibacakan pemohon saat sidang perdana.
Terkait LHP yang digunakan Hadi melawan KPK, Setiadi menyebut saat itu dokumen tersebut tidak menjadi bukti. Kala itu, tim Hadi hanya ingin membandingkan SOP penyidikan KPK dengan pelaksanaan di lapangan. ”Nanti kam akan cek kembali apakah itu masuk dalam daftar (bukti) dari Pak Hadi Poernomo,” imbuh perwira polisi berpangkat Kombes ini.
Terpisah, Komisi Yudisial (KY) kemarin didatangi sejumlah aktivis dari Generasi Muda Partai Golkar (GMPG), didampingi kelompok advokat dari Organisasi Advokat Indonesia (OAI) dan Tim Advokasi Pejuang Anti Korupsi (Tapak). Pertemuan mereka dengan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari adalah untuk melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Cepi Iskandar, hakim tunggal yang memimpin sidang praperadilan Setnov.
"Setelah melihat proses persidangan, kawan-kawan OAI dan Tapak melihat ada indikasi kuat kekuatan tertentu yang bisa mempengaruhi putusan praperadilan Setya Novanto," kata Ahmad Doli Kurnia, Koordinator GMPG. Virza Roy Hizzal mewakili OAI melaporkan dua hal yang mereka nilai janggal dalam sidang pra peradilan Setnov.
Pertama, hingga sidang yang kelima kemarin, hakim juga belum menjelaskan posisi permohonan intervensi yang diajukan OAI dan MAKI. Lalu, Cepi Iskandar sebagai hakim tunggal di dalam memutuskan penolakannya terhadap eksepsi yang diajukan KPK, sempat men-skors sidang selama kurang lebih 2,5 jam untuk konsultasi ke Ketua PN Jaksel.
"Bisa disimpulkan bahwa putusan itu diambil bukan berdasarkan pertimbangan secara independen, namun karena ada aspek non yuridis dari Ketua PN atau mungkin ada pesan dari pejabat yang lebih tinggi lagi yang disampaikan melalui Ketua PN," ujar Virza.
Sementara, Irfan Pulungan mewakili Tapak menegaskan temuan yang disampaikan OAI. Irfan menyampaikan dengan ditemukannya sejumlah kejanggalan itu, maka sebaiknya KY segera mengeluarkan rekomendasi terkait persidangan praperadilan Setnov. "Agar KY merekomendasikan pergantian Cepi Iskandar sebagai hakim pada sidang pra peradilan itu," kata Irfan.
Menanggapi hal itu, Aidul menyampaikan bahwa KY telah menempatkan kasus megaskandal korupsi E-KTP ini masuk dalam perhatian khusus. KY telah membentuk tim khusus dan untuk hadir di setiap persidangan. Seluruh proses yang terjadi di persidangan E-KTP akan menjadi bahan kajian dari KY untuk diambil keputusan.
"KY juga telah mengumpulkan bahan-bahan pertimbangan, termasuk track record hakimnya, apakah hakim yang sekarang sedang diawasi memiliki track record tidak baik, atau pernah dilaporkan sebelumnya," ujar Aidul. (tyo/bay)