WONOSOBO – Pengelolaan sampah secara komunal berpotensi menyejahterakan warga dan menjaga lingkungan tetap bersih, namun hal tersebut belum diketahui masyarakat luas. Astuti Farida Ketua Komunitas Penggiat Lingkungan Asri Wonosobo telah membuktikan keberhasilan dari gerakan pengelolaan sampah secara komunal di tingkat RT.
Perjuangan yang dilakoninya sejak 2012 lalu di perumahan Argopeni Indah, Mojotengah itu dinamai ‘Gerakan Nabung Sampah’ yang sebenarnya merupakan bentuk yang lebih sederhana dari Bank Sampah.
Setiap seminggu sekali, seluruh warga RT 1 dengan 38 warga itu berkumpul di dekat rumah Farida dan mengumpulkan berbagai macam sampah seperti plastik, kertas, kayu, kaca, logam, dan kadang bahkan ada alat elektronik.
“Awalnya ada yang pesimis dengan gerakan ini bahkan ada yang takut kalau membuat lingkungan bertambah kotor. Tetapi setelah terbukti menghasilkan uang, warga semakin semangat mengikuti nabung sampah rutin yang biasanya di hari Jumat,” tutur Farida.
Prinsip yang diajarkan Farida cukup sederhana, semua sampah berpotensi dijual atau didaur ulang, kecuali popok sekali pakai. Kuncinya adalah pada pemilahan dan pengelompokan, sehingga pembeli atau pengepul bisa menakar harga sesuai standar pasaran.
Alhasil, setelah berjalan dengan rutin pada tahun kedua, di Januari lalu seluruh warga RT 1 bisa mengadakan piknik ke Jogjakarta. Dana yang terkumpul bisa mencukupi 80% biaya perjalanan yang berasal dari nabung sampah yang dikelolanya bersama bendahara PKK.
“Hasil nabung tahun kemarin terkumpul dana untuk piknik RT ke Jogja, sudah termasuk uang transport dan makan dua kali selama perjalanan. Tiap warga hanya menambah skitar Rp20.000 saja,” imbuh Farida.
Setelah piknik tersebut, RT lain juga tertarik bergabung dan melakukan kegiatan serupa. Gerakan tersebut tidak memerlukan banyak fasilitas seperti Bank Sampah yang harus memenuhi berbagai syarat seperti tempat, instrument pembukuan, serta kepengurusan.
“Bank sampah idealnya ada di setiap desa karena berpotensi menghasilkan secara ekonomis, namun belum semua desa siap. Kendala utama adalah kriteria tempat yang harus sesuai SOP dan pembukuan yang serupa dengan di Bank pada umumnya,” tutur Rohman pengelola bank sampah Prajuritan bawah.
Menurut Rohman, gerakan menabung sampah bisa menjadi alternatif yang tepat dengan berbekal pencatatan sederhana, serta tidak diharuskan ada akun perorangan.
“Memang di gerakan nabung sampah, berapapun jumlah yang kita bawa dicatat sama, mereka yang membawa 1 kg ataupun 5 kg dianggap sama. Akan tetapi manfaatnya bisa dirasakan oleh semua warga yang ikut. (mg1)
Perjuangan yang dilakoninya sejak 2012 lalu di perumahan Argopeni Indah, Mojotengah itu dinamai ‘Gerakan Nabung Sampah’ yang sebenarnya merupakan bentuk yang lebih sederhana dari Bank Sampah.
Setiap seminggu sekali, seluruh warga RT 1 dengan 38 warga itu berkumpul di dekat rumah Farida dan mengumpulkan berbagai macam sampah seperti plastik, kertas, kayu, kaca, logam, dan kadang bahkan ada alat elektronik.
“Awalnya ada yang pesimis dengan gerakan ini bahkan ada yang takut kalau membuat lingkungan bertambah kotor. Tetapi setelah terbukti menghasilkan uang, warga semakin semangat mengikuti nabung sampah rutin yang biasanya di hari Jumat,” tutur Farida.
Prinsip yang diajarkan Farida cukup sederhana, semua sampah berpotensi dijual atau didaur ulang, kecuali popok sekali pakai. Kuncinya adalah pada pemilahan dan pengelompokan, sehingga pembeli atau pengepul bisa menakar harga sesuai standar pasaran.
Alhasil, setelah berjalan dengan rutin pada tahun kedua, di Januari lalu seluruh warga RT 1 bisa mengadakan piknik ke Jogjakarta. Dana yang terkumpul bisa mencukupi 80% biaya perjalanan yang berasal dari nabung sampah yang dikelolanya bersama bendahara PKK.
“Hasil nabung tahun kemarin terkumpul dana untuk piknik RT ke Jogja, sudah termasuk uang transport dan makan dua kali selama perjalanan. Tiap warga hanya menambah skitar Rp20.000 saja,” imbuh Farida.
Setelah piknik tersebut, RT lain juga tertarik bergabung dan melakukan kegiatan serupa. Gerakan tersebut tidak memerlukan banyak fasilitas seperti Bank Sampah yang harus memenuhi berbagai syarat seperti tempat, instrument pembukuan, serta kepengurusan.
“Bank sampah idealnya ada di setiap desa karena berpotensi menghasilkan secara ekonomis, namun belum semua desa siap. Kendala utama adalah kriteria tempat yang harus sesuai SOP dan pembukuan yang serupa dengan di Bank pada umumnya,” tutur Rohman pengelola bank sampah Prajuritan bawah.
Menurut Rohman, gerakan menabung sampah bisa menjadi alternatif yang tepat dengan berbekal pencatatan sederhana, serta tidak diharuskan ada akun perorangan.
“Memang di gerakan nabung sampah, berapapun jumlah yang kita bawa dicatat sama, mereka yang membawa 1 kg ataupun 5 kg dianggap sama. Akan tetapi manfaatnya bisa dirasakan oleh semua warga yang ikut. (mg1)