fotoimam/ekspres |
"Pihak bank ini yang dipertanyakan. Apakah wajar pencairan senilai tersebut apalagi kemudian mengalir kepada satu debitur," ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho SH MH saat dimintai tanggapan mengenai perkara Mantan Direktur PD BPR Kebumen, Budi Santoso, yang menjadi terdakwa perbankan dan TindakPidana Pencucian Uang (TPPU).
Seperti diberitakan, perkara Budi Santoso ini tengah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kebumen. Dalam persidangan Kamis (19/10/2017) terungkap, pencairan kredit 13 miliar kepada Giyatmo memang bermasalah. Baik dari persyaratan hingga proses pencairan yang dilakukan.
Dalam perkara ini, Hibnu Nugroho sependapat, kredit bermasalah ini, tak mungkin hanya dilakukan oleh seorang direktur utama pada saat itu."Justru di persidangan ini nanti bisa terlihat siapa saja yang terlibat. Tampaknya penegak hukum menjadikan persidangan ini sebagai pintu masuk (untuk mengetahui siapa saja yang terlibat) agar nantinya dapat memeroleh bukti yang lebih meyakinkan dalam rangka pengembangan perkara," kata Hibnu.
Sementara, Terdakwa melalui Kuasa Hukumnya, Lili Pujiharto SH juga mempertanyakan jajaran PD BPR BKK Kebumen dalam kasus ini. Dalam proses persetujuan dan pencairan kredit, kata Lili, kliennya tersebut hanya menjadi bagian dari jajaran direksi. "Direksi kan tidak hanya direktur utama saja," kata Lilik.
Dan yang harus dicatat, lanjut Lili, pada perkara yang dialami kliennya tersebut sebenarnya pihak debitur dalam hal ini Giyatmo sudah mengembalikan sepenuhnya uang pinjaman senilai Rp 13 miliar.Kalaupun ada kerugian negara Rp 8,7 miliar, jelas Lilik, seharusnya tidak menjadi tanggung jawab Budi Santoso melainkan jajaran direksi PD BPR BKK Kebumen.
"Saat pelunasan terakhir apakah pihak BPR tidak menanyakan dari mana uang tersebut, sebab jika memasukkan uang ke bank dalam jumlah banyak maka pihak bank akan menanyakan dari mana asal uang itu," ujarnya.
Budi Santoso yang juga Mantan Direktur PD BPR BKK Kebumen, didakwa melanggar Pasal 49 A ayat (1) huruf a UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 tahun 1998 dan atau dakwaan kedua Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dia didakwa bertanggung jawab dalam proses pencairan dana Rp 13 miliar kepada debitur Giyatmo, warga Kutosari Kecamatan Kebumen pada tahun 2011 atau saat Budi
Santoso menjabat Direktur Utama.
Pencairan dana ini diketahui bermasalah. Baik dalam proses verifikasi maupun pada proses pencairan. Antara lain, melebihi batas plafon pinjaman, jumlah agunan
yang tidak memenuhi syarat hingga pencairan yang awalnya diajukan untuk empat orang namun ternyata masuk ke rekening Giyatmo. Sudah begitu, pengurusan dokumen pinjaman
dilakukan setelah uang dicairkan.
Dalam perkara ini, Giyatmo sudah mengembalikan pinjaman tersebut. Namun, uang pengembalian ini diperoleh Giyatmo dari hasil tindak penipuan terhadap warga Banyumas Hidayat yang dilakukan bersama pelaku lain, Dian Agus Risqianto warga Pejagoan. Hingga kemudian di tingkat persidangan, uang senilai Rp 8,7 miliar yang sudah berada di rekening PD BPR BKK Kebumen disita dan dikembalikan kepada Hidayat. Akibatnya, PD BPR BKK Kebumen sebagai perusahaan daerah, dirugikan Rp 8,7 miliar.(mam/cah)