JAKARTA – Kementerian Perhubungan terus melakukan pengkajian terhadap peraturan mengenai taksi online. Sebab November nantinya Peraturan Menteri Perhubungan no 26 tahun 2017 sudah tidak berlaku lagi.
Payung hukum yang mengatur taksi online harus tetap ada. Untuk itu Kemenhub membuat revusu PM 26/2017 tersebut. Direktur Angkutan dan Multimoda Cucu Mulyana menjelaskan Dari revisi tersebut ada sembilan substansi yang menjadi perhatian khusus. ”Kesembilan substansi tersebut antara lain: argometer, wilayah operasi, pengaturan tarif, STNK, kuota, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), persyaratan izin, Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), dan pengaturan peran aplikator,” katanya saat acara Uji Publik Revisi PM 26/2017 di Batam kemarin (5/10).
Lebih lanjut dia menjelaskan untuk besaran angkutan sesuai yang tercantum pada argometer yang divalidasi ulang. Atau jika pada aplikasi online tertera pada aplikasi tersebut. Kedua mengenai wilayah operasi. Masing-masing angkutan tersebut beroperasi pada eilayah operasi yang telah ditetapkan.
Ketiga mengenai tarif, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. ”Tentu harusberpedoman pada tarif batas atas dan bawah yang sudah ditetapkan oleh Dirjen, Kepala badan atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya,” jelasnya.
Mengenai STNK, bisa atas nama badan hukum atau perorangan. Atas nama perorangan bisa digunakan asal untuk koperasi yang berbadan hukum. Syarat ini tentu akan meringankan para pengemudi online karena tidak perlu mengatasnamakan kendaraannya atas nama perusahaan. ”Sementara untuk kuota ditetapkan oleh dirjen atau kepada BPTJ. Bisa juga oleh gubernur. Sesuai dengan kewenangannya,” tuturnya. Sedangkan untuk wilayah operasi sesuai dengan nomor kendaraan. ”Untuk mengajukan ijin harus memiliki sedikitnya lima kendaraan yang dibuktikan dari STNK atas nama badan hukum atau perorangan yang berbentuk koprasi,” imbuhnya.
Syarat lainnya mengenai Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan pengaturan perusahaan aplikasi yang dilarang bertindak sebagai perusahaan angkutan umum.
Cucu menyampaikan bahwa pihaknya berharap nantinya setelah dikeluarkannya aturan baru tersebut akan ada keseimbangan antara keduanya dalam hal peningkatan kualitas pelayanan. ”Tujuan semuanya hanya satu, untuk melayani transportasi bagi masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya memutuskan revisi PM 26/2017, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) di beberapa lokasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masukan untuk perbaikan peraturan ini dari semua stakeholder yang terkait, pakar hukum, pengamat transportasi, DPP Organda, serta pihak aplikator. (lyn)
Payung hukum yang mengatur taksi online harus tetap ada. Untuk itu Kemenhub membuat revusu PM 26/2017 tersebut. Direktur Angkutan dan Multimoda Cucu Mulyana menjelaskan Dari revisi tersebut ada sembilan substansi yang menjadi perhatian khusus. ”Kesembilan substansi tersebut antara lain: argometer, wilayah operasi, pengaturan tarif, STNK, kuota, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), persyaratan izin, Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), dan pengaturan peran aplikator,” katanya saat acara Uji Publik Revisi PM 26/2017 di Batam kemarin (5/10).
Lebih lanjut dia menjelaskan untuk besaran angkutan sesuai yang tercantum pada argometer yang divalidasi ulang. Atau jika pada aplikasi online tertera pada aplikasi tersebut. Kedua mengenai wilayah operasi. Masing-masing angkutan tersebut beroperasi pada eilayah operasi yang telah ditetapkan.
Ketiga mengenai tarif, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. ”Tentu harusberpedoman pada tarif batas atas dan bawah yang sudah ditetapkan oleh Dirjen, Kepala badan atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya,” jelasnya.
Mengenai STNK, bisa atas nama badan hukum atau perorangan. Atas nama perorangan bisa digunakan asal untuk koperasi yang berbadan hukum. Syarat ini tentu akan meringankan para pengemudi online karena tidak perlu mengatasnamakan kendaraannya atas nama perusahaan. ”Sementara untuk kuota ditetapkan oleh dirjen atau kepada BPTJ. Bisa juga oleh gubernur. Sesuai dengan kewenangannya,” tuturnya. Sedangkan untuk wilayah operasi sesuai dengan nomor kendaraan. ”Untuk mengajukan ijin harus memiliki sedikitnya lima kendaraan yang dibuktikan dari STNK atas nama badan hukum atau perorangan yang berbentuk koprasi,” imbuhnya.
Syarat lainnya mengenai Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) dan pengaturan perusahaan aplikasi yang dilarang bertindak sebagai perusahaan angkutan umum.
Cucu menyampaikan bahwa pihaknya berharap nantinya setelah dikeluarkannya aturan baru tersebut akan ada keseimbangan antara keduanya dalam hal peningkatan kualitas pelayanan. ”Tujuan semuanya hanya satu, untuk melayani transportasi bagi masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya memutuskan revisi PM 26/2017, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) di beberapa lokasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masukan untuk perbaikan peraturan ini dari semua stakeholder yang terkait, pakar hukum, pengamat transportasi, DPP Organda, serta pihak aplikator. (lyn)