JAKARTA – Para peneliti bisa memanfaatkan dana abadi riset yang disediakan pemerintah melalui Kementerian Riset, Tekonologi dan Pendidikan tinggi (Kemenristekdikti). Menristekdikti Mohamad Nasir menuturkan anggaran awal yang disediakan untuk dana abadi riset itu Rp 35 miliar pada tahun ini.
Nasir menuturkan masih akan mencari tambahan dana abadi riset itu dari donatur-donatur luar negeri termasuk dari Eropa. Dia menyebut potensi bantuan pendanaan dari lembaga bantuan dari Inggris sebesar 1 juta poundsterling.
”Dengan Inggris saya punya Newton Fund adalah 1 juta poundsterling. Jadi ini cukup besar,” ujar dia usai diskusi publik tentang RUU sistem nasional pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di kantor Fraksi PKB, kemarin (5/10).
Mengutip situs resmi Newton Fund, kerja sama mereka dengan Indonesia memang diwakili oleh Kemenristekdikti. Ada enam riset utama yang dikembangkan yakni energi dan perubahan iklim, kesehatan, maritim, pengembangan perkotaan, keamanan pangan, dan pengembangan kapasitas dalam bidang sains dan inovasi. Newton Fund yang diluncurkan pada 2014 hingga sekarang punya dana investasi 735 juta poundsterling hingga 2021.
Dia mengungkapkan dana abadi riset itu akan dikhususkan untuk riset-riset yang punya peluang tinggi menjadi inovasi yang bisa dipergunakan masyarakat. Oleh sebab itu, penelitian-penelitian yang akan diajukan itu perlu mendapatkan rekomendasi dari Dewan Riset Nasional (DRN) atau Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). ”Kami pemerintah sudah siapkan Rp 35 miliar untuk inisiasi pertama,” ujar dia.
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhamad Dimyati menuturkan sudah ada 70 usulan penelitian yang telah masuk. Dari jumlah tersebut hanya ada sekitar 12 penelitian yang akan mendapatkan dana penelitian.
Nasir menambahkan problem lainya terkait riset di Indonesia adalah menjadikan hasil penelitian itu diterima oleh industri sehingga bisa dibuat masal. Industri yang berfikir keuntungan tidak mau mengambil risiko untuk menerapkan inovasi baru. ”Jadi kalau ada satu produk inovasi bagus tidak bisa dikomersialisasikan disini itu problem,” ujar dia.
Dalam Rancangan Undang-Undang tentang sistem nasional pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu diatur dengan detail tahapan untuk komersialisasi inovasi. Mulai dari inkubasi teknologi, kemitraan dengan industri, hingga pembangunan kawasan khusus iptek.
”Dengan adanya regulasi UU ini saya harapkan inovasi ini RUU yang menyangkut kesana harus disederhanakan. Harus ada one stop service selesai,” jelas dia.
Anggota Fraksi PKB Arzeti Bilbina menuturkan RUU tersebut harus didorong untuk segera terealisasi. Sebab, negara-negara maju seperti Singapura ternyata salah satunya mengandalkan inovasi dan teknologi bagi kemajuan negaranya. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dukungan anggaran untuk pengembangan iptek.
”Pada 2014 lalu anggaran riset kita masih 0,08 persen dari GDP (gross domestic product). Dan sekarang baru 0,2 persen. Maka ini perlu didorong agar setidaknya bisa sampai lima persen,” kata dia. (jun)
Nasir menuturkan masih akan mencari tambahan dana abadi riset itu dari donatur-donatur luar negeri termasuk dari Eropa. Dia menyebut potensi bantuan pendanaan dari lembaga bantuan dari Inggris sebesar 1 juta poundsterling.
”Dengan Inggris saya punya Newton Fund adalah 1 juta poundsterling. Jadi ini cukup besar,” ujar dia usai diskusi publik tentang RUU sistem nasional pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di kantor Fraksi PKB, kemarin (5/10).
Mengutip situs resmi Newton Fund, kerja sama mereka dengan Indonesia memang diwakili oleh Kemenristekdikti. Ada enam riset utama yang dikembangkan yakni energi dan perubahan iklim, kesehatan, maritim, pengembangan perkotaan, keamanan pangan, dan pengembangan kapasitas dalam bidang sains dan inovasi. Newton Fund yang diluncurkan pada 2014 hingga sekarang punya dana investasi 735 juta poundsterling hingga 2021.
Dia mengungkapkan dana abadi riset itu akan dikhususkan untuk riset-riset yang punya peluang tinggi menjadi inovasi yang bisa dipergunakan masyarakat. Oleh sebab itu, penelitian-penelitian yang akan diajukan itu perlu mendapatkan rekomendasi dari Dewan Riset Nasional (DRN) atau Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). ”Kami pemerintah sudah siapkan Rp 35 miliar untuk inisiasi pertama,” ujar dia.
Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhamad Dimyati menuturkan sudah ada 70 usulan penelitian yang telah masuk. Dari jumlah tersebut hanya ada sekitar 12 penelitian yang akan mendapatkan dana penelitian.
Nasir menambahkan problem lainya terkait riset di Indonesia adalah menjadikan hasil penelitian itu diterima oleh industri sehingga bisa dibuat masal. Industri yang berfikir keuntungan tidak mau mengambil risiko untuk menerapkan inovasi baru. ”Jadi kalau ada satu produk inovasi bagus tidak bisa dikomersialisasikan disini itu problem,” ujar dia.
Dalam Rancangan Undang-Undang tentang sistem nasional pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu diatur dengan detail tahapan untuk komersialisasi inovasi. Mulai dari inkubasi teknologi, kemitraan dengan industri, hingga pembangunan kawasan khusus iptek.
”Dengan adanya regulasi UU ini saya harapkan inovasi ini RUU yang menyangkut kesana harus disederhanakan. Harus ada one stop service selesai,” jelas dia.
Anggota Fraksi PKB Arzeti Bilbina menuturkan RUU tersebut harus didorong untuk segera terealisasi. Sebab, negara-negara maju seperti Singapura ternyata salah satunya mengandalkan inovasi dan teknologi bagi kemajuan negaranya. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dukungan anggaran untuk pengembangan iptek.
”Pada 2014 lalu anggaran riset kita masih 0,08 persen dari GDP (gross domestic product). Dan sekarang baru 0,2 persen. Maka ini perlu didorong agar setidaknya bisa sampai lima persen,” kata dia. (jun)