fotoimamhusein/jawapos |
Perayaan dimeriahkan dengan parade defile dan alutista yang melibatkan 5.932 personil TNI, 48 kapal perang berbagai kelas. 70 an pesawat udara dan helikopter serta sekitar 300 unit kendaraan tempur berbagai jenis mulai dari tank, artileri, peluncur roket, hingga tank amfibi.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan bahwa saking antusiasnya, masyarakat sekitar telah berkumpul di lokasi sejak pukul 2 dinihari. "Saya tidak bisa berkata lain selain bersyukur," katanya.
Dalam pidatonya Gatot sempat meminta maaf karena keadaan membuat presiden berjalan kaki. Menurutnya, masyarakat sudah kadung berkumpul dan tidak mungkin disuruh kembali. Mendengar presiden berjalan kaki, Gatot yang sudah berada di lokasi bergegas menyusul.
Perwira yang akan segera mengakhiri masa jabatannya enam bulan mendatang tersebut mengungkapkan bahwa ia berharap perwira pangkotama di bawahnya segera bersiap untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan TNI, juga meningkatkan kinerja.
Ditanya soal rencana paska pensiun, Gatot menyatakan akan menyediakan banyak waktu untuk keluarga. Ia menuturkan, selama 35 tahun menjadi prajurit, ia hampir belum pernah mengambil cuti tahunan. Enam kali operasi militer besar, ia hanya cuti satu kali. "Jadi rasanya waktu untuk keluarga hampir tidak ada," katanya.
Setelah purna tugas, ia ingin menghabiskan banyak waktu untuk anak dan cucu-cucunya. Meski demikian, ia menyebut sebagai seorang prajurit, pengabdian harus terus diberikan pada negara. "Sekecil apapun, kapanpun negara memanggil, saya siap," katanya.
Prngabdian terhadap negara, bisa dilakukan dari berbagai macam jalur. Gatot menyebut mencangkul di sawah juga merupakan bentuk pengabdian. Tentang jalur politik. Ia mengaku masih pikir-pikir. "Saya tidak punya pengalaman dalam berpolitik, jadi masih mikir-mikir, tapi kapanpun negara memanggil saya siap," tegasnya.
Presiden Joko Widodo optimistis bahwa kekuatan TNI dari tahun ke tahun akan terus meningkat dan semakin disegani baik di kawasan (Asia Tenggara) maupun di kancah internasional.
Jokowi mengingatkan bahwa para personil TNI hanya loyal pada kepentingan bangsa dan negara. "Itu artinya kesetiaan dalam membela kepentingan rakyat," katanya.
TNI juga tidak bokeh lupa terhadap prinsip politik negara yang diamanatkan oleh Panglima Besar Sudirman. TNI harus senantiasa berdiri dan milik semua golongan, serta dijamin netralitasnya. "Sama sekali tidak boleh terseret dalam politik praktis," katanya.
Sementara itu, Direktur Ekeskutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, berdasarkan survei terbaru pihaknya, nama Panglima TNI Gatot Nurmantyo mulai muncul dalam pilihan presiden. Meskipun, dia hanya berada diurutan 11 dengan angka 0,3 persen.
Djayadi mengatakan, jika melihat tren sekarang, nama Gatot jelas tidak bisa dikesampingkan. Kalaupun elektabilitasnya masih rendah, itu lebih disebabkan oleh sosoknya yang masih dikenal sebagai panglima TNI.
“Masyrakat belum tahu dia nyalon atau gak? Mungkin saja itu,” ujarnya di Kantor SMRC, Jakarta, kemarin (5/10).
Selain itu, kata Djayadi, karakteristik pemilih Gatot masih satu tipe dengan Prabowo. Nah, karena itu, kecenderungannya masih mengutamakan prabowo sebagai sosok yang layak bertarung melawan Jokowi.
“Jadi wajar Gatot Nurmantyo belum mendapat limpahan suara,” imbuhnya.
Lantas, apakah Gatot bisa menjadi pendamping Prabowo? Djayadi menilai, itu bukanlah pasangan yang ideal dari segi elektoral. Pasalnya, basis pendukung keduanya sama. Sehingga sulit untuk menjaring kelompok pemilih yang ada di pihak Jokowi.
Sementara jika berdampingan dengan Jokowi, secara elektoral memang bisa menggerus suara Prabwo. Namun di sisi lain, karakter yang dimainkan Gatot selama ini terkesan bertentangan. Sehingga memberikan efek positif dan negatifnya tersendiri, khususnya terhadap soliditas pendukung Jokowi.
Terpisah, kiprah Gatot selama menjadi Panglima TNI dinilai bisa berbicara di kontestasi politik. Partai Nasdem bahkan mendorong agar Gatot bisa maju dalam kontestasi pemilu presiden 2019 mendatang.
"Sampai saat ini kami menegaskan calon presiden adalah Pak Jokowi. Nah, salah satu dari militer itu, menurut saya, harus dipertimbangkan adalah Gatot. Kalau dari sipil yaitu Sofyan Djalil," kata anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Taufiqulhadi di DPR, kemarin.
Taufiq menilai sosok Gatot bisa menjadi calon yang tepat untuk mendampingi Presiden Jokowi. Kombinasi latar belakang sipil dengan militer selama ini juga mampu berkontribusi banyak untuk pemerintahan. "Selain kombinasi Jawa-luar Jawa adalah kombinasi sipil-militer bagus juga. Nah, salah satu dari militer itu menurut saya harus dipertimbangkan adalah Gatot," tandasnya. (tau/far/bay)