ANDI/EKSPRES |
Sendratari mengisahkan Bumi Kayu Ara Hiwang yang semula berupa hutan belantara, dihuni oleh kawanan buto-buto, jin, setan dan banyak gangguan kejahatan. Berbagai upaya pengusiran kawanan dedemit pengganggu itu telah banyak dilakukan. Muncullah kemudian salah satu pahlawan bernama Mpu Kara yang mampu mengusir segala macam mara bahaya. Alhasil daerah tersebut aman damai tentrem loh jinawi.
Keberhasilan itu lalu dilaporkan kepada penguasa kerajaan Mataram, Dyah Balitung. Mendengar cerita dari warga Bumi Ara Hiwang, Dyah Balitung kemudian memberikan anugerah kepada Bumi Ara Hiwang sebagai Sima atau tanah perdikan. Selanjutnya untuk membebaskan tanah itu, sang raja mengirim duta bernama Rakai Wabua Poh Dyah Sala putra sang ratu Bajra untuk menghadiri upacara pencanangan wilayah Kayu Arahiwang menjadi Sima.
Pentas yang difasilitasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Purworejo malam itu melibatkan lebih dari 100 seniman Purworejo dan sukses menghibur ribuan penonton.
Bupati Purworejo Agus Bastian SE MM yang menyaksikan di deretan kursi paling depan bersama para pejabat Forkominda mengaku takjub dengan pagelaran malam itu. Selaku penggagas ide ditampilkan di Alun-alun dengan panggung memutari tugu gunungan, Bupati puas terhadap keberhasilan para seniman mengangkat cerita sejarah Purworejo. “Saya tidak menduga pertunjukan akan semeriah ini. Akan tetapi, dari awal saya mencetuskan ide memang sudah meyakini bahwa seniman Purworejo mampu menyuguhkan garapan yang spektakuler,” ungkap Bupati.
Pagelaran memang dikemas berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kali ini ada kolaborasi antara seni tari, karawitan, wayang, dan teater. Dibalut dengan konsep panggung outdor di Alun-alun menjadi sajian perdana sepanjang peringatan hari jadi Kabupaten Purworejo.
"Kita mencoba mengangkat cerita asal mula Bumi Arahiwang ini menjadi daerah Sima, dimana kita tampilkan banyak unsure seni dalam pertunjukan ini," kata Soekoso DM, narasumber cerita Gumregahing Bumi Kayu Arahiwang usai pertunjukan.
Cerita tersebutlah yang kemudian menjadi dasar dari penetapan hari jadi Kabupaten Purworejo yang ditetapkan melalui Perda No 9 Tahun 1994. Untuk terus memberikan pemahaman sejarah asal usul Purworejo kepada masyarakat, pentas semacam ini terus dilaksanakan setiap peringatan hari jadi.
"Kita juga kembali menyuguhkan, bagaimana isi prasasti itu kemudian menjadi peletak dasar penetapan hari jadi. Dimana, di bawah pimpinan Mpu Sanggrama Surandara atau Mpu Kara, Arahiwang ini makmur dan sejahtera. Adapun upacara penetapan dilaksanakan 5 paro gelap, hari Senin Pahing wuku Wurukung, bulan Asuji tahun 823 Saka, atau 5 oktober 901 Masehi," imbuh Soekoso.
Disetting menyerupai kejadian pada 1116 tahun silam, maha karya Sendratari ditampilkan apik selama kurang lebih 2 jam. Adegan demi adegan membawa masyarakat larut dalam sejarah. Penampilan energik dari para penari dipadu iringan musik para pengrawit dan lighting berpancar indah kian menambah bingar pagelaran.
Yang lebih membanggakan, pagelaran kali ini dimotori oleh seniman-seniman muda. Tim Produksi diketuai oleh Sudrajad Dewandana, Penata Tari Melania Sinaring Putri dan Danang Nur Widaryanto, Penata Musik oleh Bayu Setyawan dan Singgih Winarno. “Dibanding tahun lalu, jumlah pemain kali ini lebih banyak karena harus menghidupi panggung arena yang lebih luas,” kata F Untariningsih, koordinator lapangan dari Dinparbud Purworejo. (ndi)