JOKO SUSANTO/RADAR SEMARANG |
Warga Jalan Dr Rajiman 405, Kampung Baron Gede RT 03 RW 01 Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan ini mengetahui terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh penyidik kepolisian setelah pihaknya menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) pada awal bulan lalu.
Dari salinan SP2HP No B/311/IX/2017/Reskrimum yang dikeluarkan 6 September yang diterima Jawa Pos Radar Solo, pada poin B nomor dua pertimbangan pihak penyidik Polda Jateng merujuk pada penyikapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Semarang menggunakan pasal 139 KUHP yang menyatakan bahwa JPU berhak menentukan apakah berkas tersebut sudah memenuhi untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.
Dan pada poin nomor tiga tertulis, menurut JPU unsur pasal yang disangkakan tidak terpenuhi, sehingga berkas perkara tersangka tidak memenuhi persyaratan dilimpahkan ke pengadilan.
“Sekarang dari awal sudah jelas kalau ini (laporan pemblokiran surat tanah, Red) kasus pidana, kenapa bisa dikatakan tidak memenuhi unsur,” tegas Ervin kemarin.
Penggunaan pasal 139 KUHP oleh JPU kejati Semarang dinilai Ervin sudah di luar kewenangan untuk menentukan pengusutan kasus tersebut. Bahkan, jaksa telah tiga kali mengembalikan berkas kasus dugaan penipuan tersebut kepada pihak kepolisian guna ditinjau kembali. “Kecuali dalam kasus ini saya tidak punya barang bukti.Ini barang bukti sudah lengkap,” ungkapnya.
Ervin memastikan bahwa ada surat dari PN Surakarta yang menyatakan bahwa sertifikat tanah hotelnya bukan objek sita jaminan. Kedua surat warkat yang diterbitkan BPN Surakarta oleh PN Surakarta juga dinyatakan palsu.
Selain itu, surat kuasa dari orang tua Ervin, Muljono yang dijadikan “senjata” tersangka Sunarjo Dharmanto dan kuasa kuasa hukumnya Sudarman untuk mengajukan pemblokiran surat tanah ke BPN Surakarta juga dinyatakan palsu. Itu diperkuat keterangan dari saksi ahli pidana, perdata, dan bahasa.
Ervin baru mengetahui surat tanah seluas sekitar 2.542 meter persegi di Kelurahan Penumping tersebut terblokir saat hendak mengajukan utang guna perkembangan hotelnya pada 2015 silam.
Setelah ditelusuri, surat tanah telah diblokir oleh tersangka Sunarjo Dharmanto dan Sudarman dengan menggunakan surat kuasa palsu dari orang tua Ervin kemudian diajukan kepada pihak BPN Surakarta.
“Saya yakin palsu karena pada surat kuasa terdapat tanda tangan yang bukan tanda angan ayah saya,” jelasnya.
Lalu apa hubungannya sang ayah dengan Sunarjo? Ervin menuturkan mereka adalah rekan bisnis. Sedangkan versi Sunarjo, Muljono pernah berutang dan menjadikan sertifikat tanah tersebut sebagai jaminan. Namun hal itu dibantah oleh Ervin.
Sementara itu, pada sidang perdana praperadilan di PN Semarang, Senin (2/10), Ervin menyatakan permohonanya telah dianggap dibacakan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Pudjo Hunggul.
Usai persidangan Ervin kembali menegaskan bahwa penghentian penyidikan dan penuntutan tidak sah dan cacat hukum. "Kami kecewa dan keberatan karena begitu mudahnya diterbitkan SP3 yang dikeluarkan berdasarkan atas keterangan dan petunjuk termohon II,” tegasnya.
Namun demikian, dia tetap mengapresiasi kinerja Polda Jateng yang sudah profesional melakukan proses penyelidikan dan penyidikan dengan menetapkan tersangka sesuai pasal 263 KUHP. Menurut Ervin, melihat ancaman kasus tersebut, seharusnya tersangka dapat terancam hukuman lebih dari lima tahun.
Lebih lanjut diterangkan Ervin, ada beberapa indikasi kejanggalan dalam penerbitan SP3 tersebut. Di antaranya proses penyidikan cukup lama, yakni dari 23 Februari 2015 hingga 6 September 2017 atau selama 28 bulan.
Kedua tersangka tidak ditahan, dan hanya dikenakan wajib lapor. Ervin juga kecewa kecewa karena termohon II hanya berdasarkan melalui ekspos perkara pada 12 Agustus 2016.
Atas dasar itu, kemudian digunakan untuk menerangkan dan memberi petunjuk kepada penyidik memberhentikan proses penyidikan dan penuntutan kepada Polda Jateng. Sebab itu, Ervin menilai upaya Kejati Jateng merupakan bentuk rekayasa dan kesewenang-wenangan yang melanggar undang-undang.
"Sudah ada dasar dua alat bukti dan tiga saksi ahli, kenapa perkaranya dinyatakan bukan merupakan tindak pidana?," tanya Ervin.
Menanggapi praperadilan tersebut, perwakilan Kejati Jateng Syamsuri meminta wartawan langsung menanyakan ke JPU. Alasannya, dia hanya mendapat tugas dari atas untuk menghandel gugatan praperadilan di PN Semarang.
Kepala Urusan Bantuan dan Nasihat Hukum Polda Jateng Kompol Hartono menerangkan, JPU sudah memberikan petunjuk kepada pihaknya. Awalnya diminta melengkapi berkas, kemudian diberi petunjuk lagi dan dikembalikan, hingga akhirnya diberikan SP3.
Dia menyampaikan, dari petunjuk akhir jaksa mengatakan kasus dugaan penipuan itu bukan tindak pidana. “Padahal penyidik menemukan bukti yang cukup, termasuk tambahan dari keterangan ahli. Tapi jaksa mengatakan dalam suratnya, kasus ini bukan tindak pidana, akibatnya pemohon tidak terima dan kemudian ajukan gugatan praperadilan ini,”jelasnya.
Sementara itu, sebelum sidang dimulai, majelis hakim sempat meminta surat tugas dan identitas para pihak. Namun dari Polda menyatakan masih di meja kapolda tinggal menunggu tanda tangan, sedangkan jaksa sudah lengkap, sama halnya dengan kuasa hukum pemohon.
“Kami meminta termohon menyampaikan jawaban besok. Proses ini diputus relatif cepat, jadi akan disidang setiap hari. Silakan siapkan bukti-bukti dan saksi,” ujar hakim Pudjo Hunggul sebelum menutup sidang. (atn/jks/JPG/wa)