![]() |
DAMIANUS BRAM/RADAR SOLO |
Sebanyak 21 keris dan tosan aji milik masyarakat dijamas di halaman belakang Museum Keris kemarin (11/10). Bagi yang sudah berkarat, treatment pertama adalah merendam bilah keris dan tosan aji ke dalam air kelapa.
"Bisa satu jam, bisa juga seharian (proses perendaman, Red) tergantung kadar karat yang melekat," jelas kurator Museum Keris, Warsito.
Usai direndam air kelapa, keris dan tosan aji digosok menggunakan sabut kelapa yang sebelumnya diberi air perasan jeruk nipis bercampur sabun. Cara tersebut dilakukan berulang-ulang hingga warna asli keris dan tosan aji bisa terlihat.
Rampung digosok, giliran kain putih halus bertugas membersihkan campuran air sabun dan perasan jeruk nipis. Di tahapan ini bisa dilihat kadar karat yang menempel pada keris.
Air warangan menjadi tempat pemberhentian terakhir sebelum pusaka dikeringkan. Campuran air perasan jeruk nipis dan batu arsenik hitam yang ditumbuk halus dipercaya bisa menguatkan senjata tradisional warisan leluhur tersebut.
Pria yang akrab disapa W ini menegaskan, prosesi jamasan tidak terakit unsur mistik, klenik, dan sebagainya. Tapi merupakan hal lumrah menjaga keawetan keris dan tosan aji yang telah berumur ratusan tahun.
"Bicara keris kita tidak semata membicarakan wujudnya saja. Tetapi juga cara pembuatan hingga cara perawatan keris yang sejatinya kaya akan filosofi," jelas W. Keris, imbunya, ibarat tubuh manusia yang perlu dirawat agar selalu tampil prima
Sekadar informasi, sebelumnya prosesi jamasan kerap dilakukan di Museum Radyapustaka. Tapi, mulai tahun ini pindah ke Museum Keris. Sebab, Radyapustaka difokuskan untuk perawatan koleksi museum.
Kepala UPT Museum Bambang MBS menuturkan, dengan adanya workshop jamasan tersebut, masyarakat bisa lebih paham soal perawatan logam tua dan melakukannya secara mandiri.
"Dulu itu ilmu jamasan cukup tertutup untuk awam. Nah, sekarang ini bisa dibilang seperti sosialisasi agar masyarakat tahu teknis maupun konsep jamasan," jelas dia. (ves/wa)
Rampung digosok, giliran kain putih halus bertugas membersihkan campuran air sabun dan perasan jeruk nipis. Di tahapan ini bisa dilihat kadar karat yang menempel pada keris.
Air warangan menjadi tempat pemberhentian terakhir sebelum pusaka dikeringkan. Campuran air perasan jeruk nipis dan batu arsenik hitam yang ditumbuk halus dipercaya bisa menguatkan senjata tradisional warisan leluhur tersebut.
Pria yang akrab disapa W ini menegaskan, prosesi jamasan tidak terakit unsur mistik, klenik, dan sebagainya. Tapi merupakan hal lumrah menjaga keawetan keris dan tosan aji yang telah berumur ratusan tahun.
"Bicara keris kita tidak semata membicarakan wujudnya saja. Tetapi juga cara pembuatan hingga cara perawatan keris yang sejatinya kaya akan filosofi," jelas W. Keris, imbunya, ibarat tubuh manusia yang perlu dirawat agar selalu tampil prima
Sekadar informasi, sebelumnya prosesi jamasan kerap dilakukan di Museum Radyapustaka. Tapi, mulai tahun ini pindah ke Museum Keris. Sebab, Radyapustaka difokuskan untuk perawatan koleksi museum.
Kepala UPT Museum Bambang MBS menuturkan, dengan adanya workshop jamasan tersebut, masyarakat bisa lebih paham soal perawatan logam tua dan melakukannya secara mandiri.
"Dulu itu ilmu jamasan cukup tertutup untuk awam. Nah, sekarang ini bisa dibilang seperti sosialisasi agar masyarakat tahu teknis maupun konsep jamasan," jelas dia. (ves/wa)
Berita Terbaru :
- Gelar Orasi Sambil Bagikan Takjil, Gerrak Ajak Warga Dukung RUU TNI
- Tim Futsal Selang Kembali Merajai Turnamen Futsal Fort Ramadhan 2025
- Tinjau Korban Banjir, Bupati Kebumen Siapkan Penanganan Darurat
- Sejumlah Tanggul Sungai Jebol, Ratusan Pengungsi Butuh Bantuan
- Banjir di Kebumen Genangi Jalur Mudik, Ratusan Warga Dievakuasi
- 109 Warga Binaan Rutan Kebumen Dapat Remisi Lebaran
- Keluarga Besar CV Permata Tugu Kaliori Gelar Buka Bersama