KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Adanya pembatasan jam berjualan pada Pedagang Kali Lima (PKL) Alun-alun Kebumen menunai kritik tajam dari Direktur Pandjer School of Public Affairs and Politics (PSP) RPJ Agung Widhianto SIP. Pembatasan tersebut dinilai sama saja dengan menumbalkan waktu berjualan PKL untuk kepentingan Adipura.
Agung Widhianto juga menilai, pembatasan jam untuk PKL Alun-alun Kebumen merupakan tindakan yang diskriminatif. Sebab hanya PKL di Alun-alun saja yang tidak boleh berjualan di siang hari, Sementara PKL ditempat lain tetap dapat berjualan. “Jika patokannya adalah aturan maka harusnya semua PKL dilarang berjualan. Dengan demikian tidak terjadi tebang pilih,” tuturnya, Minggu (26/11/2017).
Pihaknya juga menyesalkan sikap Pemkab yang menerapkan aturan secara kaku. Jika peraturan harus diberlakukan sebagaimana mestinya, maka seharusnya diterapkan sejak aturan ditetapkan. “Dengan hanya menyasar pada PKL Alun-alun Kebumen saja, maka tindakan ini sangat diskriminatif. Sementara PKL di tempat lain seperti lokasi wisata dibiarkan saja,” tegasnya.
Agung Widhianto mengatakan, adanya persoalan PKL alun-alun menunjukkan adanya tumpang tindih aturan di Kebumen. Hal itu dapat dilihat antara Perda K3, Perda Penataan PKL dan Perda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pada Perda K3 misalnya. Disana dinyatakan bahwa trotoar dan bahu jalan tidak boleh digunakan untuk berjualan. Sementara di Kebumen sendiri terdapat Perbub Car Free Day. Bahkan terdapat pula Perda tentang penataan PKL. Selain itu terdapat Perda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. “Disitu terjadi tumpang tindih, yang mana satu melarang namun yang lain memperbolehkan. Tumpang tindih aturan ini salah satunya disebabkan karena penyusunan kebijakan tidak partisipatif terhadap masyarakat luas,” kritik Agung.
Lebih jauh Agung menilai, selama ini PKL hanya dibutuhkan atau dimanfaatkan hanya saat menjelang momen politik saja. Setelah usai momen politik para PKL hanya akan dibiarkan begitu saja. Untuk itu pihaknya mendorong agar PKL menggugat permasalahan tersebut hingga ke PTUN untuk membatalkan Perda yang tidak berpihak kepada masyarakat.
“Harapan kami DPRD dapat lebih partisipatif dan jangan memandang secara parsial dalam menyusun kebijakan," tegas Agung.
Seperti diberitakan, Pemkab Kebumen memberlakukan aturan berdagang bagi PKL Alun-alun Kebumen. Para pedagang, hanya boleh berjualan di alun-alun pada jam 09.00-15.30 WIB. Aturan ini salah satunya karena Pemkab menargetkan meraih penghargaan Adipura pada tahun 2018.
"Ini sama saja Pemerintah Kabupaten Kebumen telah mempertaruhkan harga dirinya. Sebab jika sampai Adipura tidak dapat diraih maka pengorbanan para PKL Alun-alun akan sia-sia saja," kata Agung lagi.(mam)
Agung Widhianto juga menilai, pembatasan jam untuk PKL Alun-alun Kebumen merupakan tindakan yang diskriminatif. Sebab hanya PKL di Alun-alun saja yang tidak boleh berjualan di siang hari, Sementara PKL ditempat lain tetap dapat berjualan. “Jika patokannya adalah aturan maka harusnya semua PKL dilarang berjualan. Dengan demikian tidak terjadi tebang pilih,” tuturnya, Minggu (26/11/2017).
Pihaknya juga menyesalkan sikap Pemkab yang menerapkan aturan secara kaku. Jika peraturan harus diberlakukan sebagaimana mestinya, maka seharusnya diterapkan sejak aturan ditetapkan. “Dengan hanya menyasar pada PKL Alun-alun Kebumen saja, maka tindakan ini sangat diskriminatif. Sementara PKL di tempat lain seperti lokasi wisata dibiarkan saja,” tegasnya.
Agung Widhianto mengatakan, adanya persoalan PKL alun-alun menunjukkan adanya tumpang tindih aturan di Kebumen. Hal itu dapat dilihat antara Perda K3, Perda Penataan PKL dan Perda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Pada Perda K3 misalnya. Disana dinyatakan bahwa trotoar dan bahu jalan tidak boleh digunakan untuk berjualan. Sementara di Kebumen sendiri terdapat Perbub Car Free Day. Bahkan terdapat pula Perda tentang penataan PKL. Selain itu terdapat Perda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. “Disitu terjadi tumpang tindih, yang mana satu melarang namun yang lain memperbolehkan. Tumpang tindih aturan ini salah satunya disebabkan karena penyusunan kebijakan tidak partisipatif terhadap masyarakat luas,” kritik Agung.
Lebih jauh Agung menilai, selama ini PKL hanya dibutuhkan atau dimanfaatkan hanya saat menjelang momen politik saja. Setelah usai momen politik para PKL hanya akan dibiarkan begitu saja. Untuk itu pihaknya mendorong agar PKL menggugat permasalahan tersebut hingga ke PTUN untuk membatalkan Perda yang tidak berpihak kepada masyarakat.
“Harapan kami DPRD dapat lebih partisipatif dan jangan memandang secara parsial dalam menyusun kebijakan," tegas Agung.
Seperti diberitakan, Pemkab Kebumen memberlakukan aturan berdagang bagi PKL Alun-alun Kebumen. Para pedagang, hanya boleh berjualan di alun-alun pada jam 09.00-15.30 WIB. Aturan ini salah satunya karena Pemkab menargetkan meraih penghargaan Adipura pada tahun 2018.
"Ini sama saja Pemerintah Kabupaten Kebumen telah mempertaruhkan harga dirinya. Sebab jika sampai Adipura tidak dapat diraih maka pengorbanan para PKL Alun-alun akan sia-sia saja," kata Agung lagi.(mam)