SILVESTER KURNIAWAN/RADAR SOLO |
Andang ditahan di Rutan Surakarta juga karena kasus penyalahgunaan narkoba sejak 4 Juli. Bukannya tobat, dia malah tambah nekat. Yakni ikut berperan dalam menyelundupkan pil ekstasi dari Negeri Kincir Angin senilai Rp 300 juta lewat Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Perannya terungkap setelah Bareskrim Polri menangkap komplotan Andang, yakni Dadang Firmanzah dan Waluyo di Tambun Utara, Bekasi, Rabu (8/11). “10 November kami dapat surat dari Bareskrim Polri untuk memeriksa Andang. Kami geledah tiga kali,” jelas Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Surakarta Urip Dharma Yoga kemarin (24/11).
Penggeledahan menyasar ruang tahanan Andang di blok C2. Gembong ekstasi ini ditahan bersama 61 tahanan kasus narkoba dan kriminal lainnya. Hasilnya, petugas rutan menemukan sebuah telepon genggam merek Maxtron.
Bukan hanya sekali, razia kedua, Andang mengaku menyembunyikan dua telepon genggam lainnya dengan cara ditanam di depan kamar tahanannya. Berlanjut penggeledahan ketiga, petugas mendapati telepon genggam merek Nokia yang disembunyikan di belakang masjid rutan. Total ada empat buah hanphone (HP) yang dibawa Andang.
“Hasil penyelidikan Bareskrim, HP Maxtron digunakan (Andang, Red) untuk bertransaksi. Dua telepon genggam lainnya dikubur sedalam 50 sentimeter. Semua barang bukti itu, termasuk kartu SIM telepon kami serahkan ke Bareskrim,” beber Urip.
Mengingat sepak terjangnya membahayakan, pihak rutan memutuskan menahan Andang di sel isolasi. Ruangan yang juga disebut sel tikus tersebut hanya berukuran 2x1 meter. Pengawasannya superketat. Tidak ada satu pun yang diperkenankan menjenguk. Andang hanya bisa bertatap muka dengan dua orang. Yakni penjaga sel tikus dan kepala pengamanan rutan.
“Informasi yang kami terima, Andang adalah fasilitator yang menyiapkan rumah kontrakan untuk transit para pengedar (Dadang-Waluyo, Red) dan ekstasi,” tandasnya.
Menurut Urip, Waluyo dan Andang pernah ditahan dalam satu sel di Rutan Surakarta pada kurun waktu Juli-Agustus 2017 terkait kasus narkoba. “Kami tidak tahu apa saja yang mereka komunikasikan selama satu kamar itu. Kalau Dadang ini merupakan adik kandung Andang,” terangnya.
Guna memudahkan penyelidikan, Bareskrim segera menjemput Andang di Rutan Surakarta. Keterangan Andang akan dikonfrontir dengan pengakuan komplotan lainnya Sonny Sasmita alias Obes yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor. Keduanya pernah mendekam di Lapas Nusakambangan.
Terkait masuknya empat unit telepon seluler ke dalam Rutan Surakarta, Urip menegaskan bakal meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kepada pembesuk. Bila ada petugas rutan terbukti membantu menyelundupkan HP, pihaknya tak segan menindak tegas.
Informasi dari Bareskrim, ratusan ribu ekstasi seberat 243 kilogram itu akan disebar ke sejumlah diskotik di Jakarta. Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto mengatakan, kualitas ekstasi tersebut merupakan nomor satu. “Diskotik nantinya, ke bandar dulu terus ke pengecer,” ujar Eko di Gedung Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat.
Terbongkarnya jaringan Belanda-Jakarta ini bermula dari informasi masyarakat. Masuknya barang haram tersebut dari jalur udara. Sehingga aparat kepolisian melakukan kerja sama dengan pihak bea dan cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Pil ekstasi tersebut, kemudian dikirimkan ke Villa Mutiara Gading, Tambun Utara, Bekasi. Polisi berhasil Dadang Firmanzah dan Waluyo bagian dari jaringan pengedar ekstasi.
“Kedua pelaku mengaku mengaku dikendalikan oleh dua orang napi yakni bernama Andang Anggara dan Sonny Sasmita,” tutur Eko.
Eko menjelaskan, pil ekstasi akan dijual Rp 500 ribu per butir. Dari harga itu, keuntungan yang didapat pengedar mencapai Rp Rp 300 miliar. Secara fisik, ekstasi dibedakan menjadi tiga warna. Yakni oranye berlogo qp satu butirnya seberat 0,44 gram, untuk pink seberat 0,38 gram, dan warna kuning 0,36 gram.
Ukuran pil tersebut cukup besar. Sehingga pengedar berencana memecahnya menjadi beberapa bagian secara manual. “Bisa dipecah menggunakan pisau kater. Yang warna oranye bisa dipecah menjadi enam bagian. Warna hijau dan pink bisa dipecah menjadi dua bagian,” ungkapnya.
Para pelaku bakal dijerat pasal 114 ayat (2) Jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana hukuman mati dan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar. (ves/JPG/wa)