ILUSTRASI |
"Sejak jaminan kesehatan dikelola BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan semakin berantakan," Kata ketua umum Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP Farkes Reformasi), Idris Idham, kemarin (12/11).
Meskipun Hari Kesehatan Nasional (National Health Day) diperingati setiap tahun, menurut Idris layanan kesehatan masih jauh dari harapan.
Menurut Idris, pemenuhan hak atas kesehatan bisa dilakukan oleh pemerintah dengan merumuskan dan menetapkan kebijakan di bidang kesehatan yang pro rakyat. Kemudian diimplementasikan dengan penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan dalam kualitas dan kuantitas yang cukup serta mudah diakses oleh masyarakat.
Idris mencatat, setidaknya ada 4 permasalahan yang timbul sejak diberlakukannya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 lalu. Pertama, Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari BPJS Kesehatan banyak yang tidak tepat sasaran. Masih banyak masyarakat yang benar-benar membutuhkan tetapi tidak terdaftar sebagai PBI.
Kedua, banyak rumah sakit ataupun klinik swasta yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sehingga mereka menolak pasien BPJS, padahal kesehatan adalah hak seluruh rakyat. Tidak boleh pilih-pilih.
"Kesehatan adalah hak rakyat, dan Negara wajib bertanggungjawab dalam menjamin pemenuhan kesehatan rakyatnya, itu kata UUD 1945," ungkap Idris.
Ketiga, adanya pembayaran BPJS terhadap rumah sakit swasta dan industri farmasi melalui sistem Indonesia Case-Based Groups (INA CBGs), yang dirasakan merugikan. Dengan merugikannya rumah sakit dan industri farmasi membuat terjadinya PHK besar besaran di sektor rumah sakit dan farmasi
Keempat, kurangya sosialisasi dari pemerintah kepada rakyat tentang BPJS Kesehatan sehingga banyak kebijakan-kebijakan dari BPJS yang rakyat tidak mengetahuinya.
Untuk memperjuangkan perbaikan Jamina Kesehatan (JKN) dan BPJS Kesehatan, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, Jika ingin memperbaiki sistem Jaminan Sosial dalam bidang Kesehatan, ada beberapa hal yang harus segera dilakukan pemerintah.
Yang pertama tentu adalah Mewajibkan seluruh klinik dan rumah sakit menjadi provider BPJS Kesehatan, tanpa terkecuali. “Biaya anggara untuk JKN juga harus segera ditambah,” katanya.
Sistem INA-CBGs yang banyak membuat antrian dan pelayan rumah sakit pun harus segera diperbaiki. Bahkan dihapus dan digantikan sistem yang baru. Dengan murahnya klaim yang didapat, Rumah sakit dan klinik cenderung akan menurunkan kualitas layanan kesehatan.
Selain itu, Iqbal menyebut masih ada 80 juta penduduk Indonesia yang belum mempunyai program jaminan kesehatan “Mereka harus jadi peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh negara kalau benar-benar tidak mampu,” Pungkas Iqbal. (tau)