cahyo/ekspres |
"Baunya tidak enak dan cukup mengganggu," kata salah satu warga, ditemui kemarin (6/11/2017).
Kali Buntu merupakan istilah warga setempat untuk menyebut muara Sungai Lukulo yang mengalir di wilayah Desa Tegalretno. Oleh warga, Kali Buntu telah dijadikan wisata rintisan sejak akhir Agustus 2017. "Sejak adanya limbah jumlah pengunjung (Obwis KaliBuntu) berkurang. Termasuk para pemancing yang jadi memilih pindah lokasi," imbuh warga lain.
Sekretaris Desa Tegalretno, Teguh Priyatno dihubungi terpisah membenarkan adanya limbah tambak yang mengali ke obwis Kalibuntu. Dalam hal ini, Teguh mengatakan sudah ada dari dinas yang meninjau ke lokasi. "Dari dinas Perkim LH Kabupaten Kebumen sudah ke lokasi," katanya.
Sementara petani tambak, Agung membantah apa yang terjadi di Kali Buntu merupakan pencemaran. Apa yang terjadi, katanya, karena air tambak bercampur dengan air Kalibuntu. Karena mengandung bahan makanan udang, air sisa tambak udang ini menimbulkan bau tak sedap. Namun, itu masih dalam ambang batas yang wajar.
"Wajar bila ada ekses dari setiap usaha termasuk tambak udang. Namun prinsipnya, tidak ada limbah tambak udang yang membahayakan atau mengandung racun," katanya.
Agung juga meminta, pemerintah tidak asal menjustifikasinya sebagai pencemaran. "Kalau pencemaran harus jelas indikatornya apa. Pemerintah jangan begitu saja menjustifikasi ini sebagai pencemaran," katanya.
Di saat yang sama, Agung juga meminta pemerintah dalam hal ini Pemkab Kebumen lebih bijak dalam menyikapi keberadaan tambak udang di pesisir selatan Kebumen. Mengingat, keberadaan tambak udang telah banyak memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat juga lapangan kerja. Agung berharap pemkab tidak asal main larang namun sekaligus memberikan solusi atau pendampingan.
"Belum semua petambak udang di Kebumen menggunakan teknologi. Jadi kami meminta pemerintah melakukan pendampingan kepada petambak agar manfaat positif dari sisi ekonomi juga dibarengi dengan kelestarian lingkungan hidup," ujarnya.
Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah, kata Agung, yakni memfasilitasi Amdal. "Kami berharap pemerintah memfasilitasi Amdal dan kami (petambak) siap bila nantinya ditarik retribusi," katanya.
Menurut Agung, saat ini ada sekitar 50 tambak udang yang ada di kawasan Pantai Tegalretno. Dari jumlah itu, sebagian merupakan milik investor dengan modal besar sementara lainnya merupakan warga setempat. Adanya tambak udang juga menjadi tambahan penghasilan bagi warga, khususnya nelayan di wilayah setempat.
"Kalau pas lagi paceklik ikan dan tidak bisa melaut,kami bekerja di tambak udang. Dalam sebulan kami dibayar kurang lebih Rp 1,5 juta belum termasuk uang makan," kata Rodi (51), nelayan Desa Tegalretno. (cah)