Teguh Hindarto SSos MTh |
Tanggal 1 Januari telah ditetapkan sebagai Hari Jadi Kebumen berdasarkan keputusan Perda Kabupaten Kebumen yang merujuk Surat Keputusan Jenderal Pemerintahan Belanda Nomor 629/1935 tertanggal 31 Desember 1935. Hal itu mengenai penggabungan pemerintahan atau birokrasi antara Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Kebumen. Surat tersebut ditadatangani oleh Gubernur Jenderal Pemerintahan Belanda bernama De Jonge ini secara resmi diberlakukan sejak 1 Januari 1936.
Teguh Hindarto menyampaikan jika eksistensi Kebumen ditarik sangat jauh hingga keberadaan Kadipaten Panjer yang dihubungkan dengan nama Ki Badranala, maka sejarah Kebumen akan semakin tua dari kajian historis. Namun demikian persoalannya nama Kebumen tidak dikenal dan baru muncul kemudian dikenal pada tahun 1670-an yang dihubungkan dengan nama Pangeran Bumidirjo.
Dijelaskannya, Ki Badranala adalah cucu Panembahan Senopati dari anaknya Kanjeng Ratu Pembayun yang menikah dengan Ki Ageng Mangir VI. Dari pernikahan keduanya lahirlah Ki Maduseno yang kelak menikah dengan Dewi Majati yang akan melahirkan Ki Badranala. Karena kepahlawanannya bersama Ki Singa Patra (kelak menjadi mertuanya karena menikah dengan Endang Patra Sari) berhasil mengusir VOC yang menyerbu Pantai Urut Sewu pada Tahun 1643 sehingga ditahbiskan menjadi Adipati Panjer dengan gelar Ki Gedhe Panjer Roma I.
“Di sinilah problematika yang dilematis saat upaya melakukan rekonstruksi dan redefinisi penetapan Hari Jadi Kebumen. Di mana kita dihadapkan pada pluralitas trah dan kisah sebagaimana dikatakan Sugeng Priyadi yang pernah melakukan penelitian dan dibukukan hasil penelitiannya di era Bupati Rustriningsih,” tuturnya, Senin (11/12/2017).
Menurut Teguh, dari aspek kronologis, maka kedudukan Kadipaten Panjer di bawah kepemimpinan Ki Badranala (Ki Gedhe Panjer Roma I, 1643) dapat menjadi titik permulaan keberadaan Kebumen modern. Dari linguistik (kebahasaan), maka keberadaan Pangeran Bumidirjo (1677) yang kelak membuka tanah di Wilayah Panjer yang kemudian di namai Ke-Bumi-an dan berubah menjadi Kebumen dapat dijadikan titik permulaan Kebumen modern.
“Nampaknya dari kedua opsi tersebut sama-sama sulit untuk ditentukan menjadi titik tolak penetapan Hari Jadi Kebumen modern. Untuk itu saya fikir kita tetap saja mempertahankan hari jadi Kebumen pada tanggal 1 Januari,” tegasnya.
Pihaknya menambahkan, rujukan Hari Jadi Kebumen di atas sah secara De Jure (penetapan hukum) di zaman Pemerintahan Bupati KRT Arungbinang VIII (1934-1942). Namun secara De Facto (kenyataan historis) eksistensi Kebumen telah ada sejak Abad XVII dengan nama Kadipaten Panjer di bawah kepemimpinan Ki Badranala alias Ki Gedhe Panjer Roma I (1642-1657). (mam)