![]() |
Febri Diansyah |
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Dorodjatun diperiksa dalam kapasitasnya sebagai ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). ”Karena sebagai ketua KKSK ada SK (surat keputusan) yang diterbitkan terkait dengan surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor BLBI,” ungkap dia kemarin.
Obligor yang dimaksud Febri tidak lain adalah Sjamsul Nursalim. Menurut dia, penyidik KPK berusaha menggali proses di balik penerbitan SKL untuk Sjamsul. Itu dilakukan lantaran KPK perlu melihat lebih dalam soal peran Dorodjatun. ”Karena surat tersebut ditandatangani oleh saksi (Dorodjatun) pada waktu itu sebagai ketua KKSK. Usul siapa dan juga proses perdebatan sebelumnya seperti apa,” tutur dia.
Hal itu harus dicari tahu oleh KPK karena proses penerbitan SKL cukup panjang. Mulai klasifikasi kewajiban utang sampai kewajiban tersebut dinyatakan lunas. Tentu saja SKL seharusnya tidak terbit apabila kewajiban itu belum tuntas. Namun tidak demikian dengan SKL untuk Sjamsul. Berdasar hasil investigasi KPK, SKL tersebut tetap terbit meski masih ada kewajiban yang belum dituntaskan oleh Sjamsul. ”Audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga menemukan kerugian negara di sana,” ucap Febri. Untuk itu, KPK perlu mencari tahu proses dibalik penerbitan SKL tersebut.
Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu mengatakan, KPK sangat hati-hati dalam menangani kasus dugaan korupsi BLBI. Selain kasusnya sudah lama berlalu, lembaga antirasuah juga butuh waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti. ”Ada kompleksitas tersendiri dari bukti-bukti yang ada tersebut” terang dia. Dengan kondisi itu, KPK harus mengeluarkan tenaga esktra. Meski baru satu tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus tersebut, Febri menyampaikan bahwa instansinya tidak lantas mengabaikan kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat.
Berkaitan dengan keberadaan Sjamsul, KPK memastikan bahwa pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itu masih berada di Singapura. Kepastian itu diperoleh KPK setelah bekerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). ”Sudah kami lakukan pemanggilan. Namun, memang ada dua wilayah yurisdiksi yang berbeda,” ucap Febri. KPK juga belum bisa bertindak lebih jauh terhadap Sjamsul. Sebab, sampai saat ini yang bersangkutan masih berstatus sebagai saksi.
”Jadi, saat ini kami masih belum ada rencana seperti itu,” jawab Febri ketika ditanya apakah mungkin KPK memanggil paksa Sjamsul? ”Tapi kami masih koordinasi lebih lanjut dengan CPIB dan tentu otoritas yang berwenang di Singapura,” tambahnya. Febri memastikan, koordinasi dengan pihak-pihak berwenang di Singapura akan terus dilakukan. KPK juga akan memaksimalkan koordinasi tersebut. Di sisi lain, mereka juga tidak berhenti berusaha menelusuri aset-aset berkaitan dengan kebijakan BLBI yang berada di Indonesia. ”Dan juga aset-aset yang punya hubungan langsung dengan pengembalian kerugian negara nantinya,” tutur dia.
Seperti yang pernah disampaikan pimpinan KPK, sambung Febri, tahun ini mereka jauh lebih serius menangani beberapa kasus besar. Termasuk di antaranya kasus dugaan korupsi BLBI. ”Kami melakukan serangkaian pemeriksaan karena kerugian negara dalam kasus ini (BLBI) cukup besar,” imbuhnya. Untuk kasus yang menjerat Syafrudin saja angka kerugian negaranya mencapai Rp 4,58 triliun.
Sayang, ketika awak media berusaha menanyai Dorodjatun, dia ogah banyak bicara. Setelah kurang lebih enam jam berada di dalam Gedung Merah Putih KPK, dia bergegas meninggalkan kantor lembaga antirasuah itu. ”Tunggu saja dari KPK,” ungkapnya merespons pertanyaan sejumlah jurnalis. (syn/oki)