DAMIANUS BRAM/RADAR SOLO |
Nyawanya selamat meskipun kedua kakinya terjepit bodi mobil nomor polisi AD 7296 XX yang terseret sekitar 15 meter dari lokasi tabrakan tepatnya di pertigaan depan Stadion Sriwedari.
Warga langsung menyemut di sekitar mobil dan KA jurusan Solo-Wonogiri No K3-238201 yang membawa empat rangkaian gerbong. Butuh waktu sekitar setengah jam untuk mengeluarkan Intan dari dalam mobil sebelum dibawa ke Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Surakarta.
Salah seorang saksi mata Supriyanto, 48, menuturkan, tabrakan terjadi sekitar pukul 05.00. Dia mendengar benturan benda keras ketika hendak menggelar dagangannya di kawasan Stadion Sriwedari. “Saya langsung lari menuju sumber suara. Ternyata mobil remuk ditabrak kereta. Orang yang di dalam mobil masih hidup merintih meminta tolong,” ujar warga Kampung Jongke, Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan itu.
Saksi mata lain Yohanes Indra, 30, warga Kampung Debegan RT 01 RW 07 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres menuturkan, pengendara mobil Picanto melaju dari arah timur dengan kecepatan cukup tinggi. Tiba di lokasi, kecepatan mobil berkurang karena hendak berbelok ke selatan menuju Jalan Bhayangkara.
“Sepertinya sudah tahu ada kereta mau lewat, (mobil, Red) sempat pelan. Keretanya juga sudah (bunyikan) klakson. Kalau tidak salah tiga kali, tapi (mobil, Red) malah nyelonong. Ya sudah langsung dihantam. Tadi sempat keseret sampai 15 meter,” ujar Yohanes.
Kasat Lantas Polresta Surakarta Kompol Imam Safi’i menjelaskan, dari hasil penyelidikan sementara, kecelakaan tersebut murni karena kelalaian pengemudi mobil. “Korban tidak melawan arah, karena kejadian di bawah pukul 06.00 kendaraan memang bisa contra flow (berlawan arah di Jalan Slamet Riyadi, Red). Namun, korban tidak melihat ada kereta dari arah berlawanan,” bebernya.
Sebagai bahan penyelidikan, mobil Picanto diamankan di Mako II Polresta Surakarta. Kerugian materi diperkirakan Rp 7 juta.
Sementara, masinis KA Agus Heriawan, 30, memaparkan, saat kejadian, kecepatan kereta sekitar 17 kilometer per jam. Sesuai prosedur tetap, ketika hendak melintasi persimpangan di Jalan Slamet Riyadi, dirinya membunyikan klakson.
“Saat tabarakan, saya langsung menghentikan kereta. Bersama petugas lainnya langsung keluar untuk mengecek kemudian laporan ke Stasiun Purwosari,” katanya.
Pagi kemarin, Agus berangkat dari Stasiun Purwosari menuju Stasiun Wonogiri Kota dengan membawa sepuluh penumpang. “Memang kalau masih pagi, (penumpang,Red) yang naik lewat (stasiun, Red) Purwosari sedikit. Kebanyakan lewat Stasiun Sangkrah,” jelas warga RT 01 RW 07 Desa Ngalian, Kecamatan Ngentalrejo, Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta itu.
Terpisah, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menuturkan, tidak masalah rel KA berdampingan dengan jalan raya seperti di Jalan Slamet Riyadi. Dia mencontohkan trem di luar negeri atau kereta yang memiliki rel khusus di dalam kota.
“Trem malah berada di tengah jalan. Masalahnya di Indonesia pengguna jalan raya sudah tidak mau disiplin lagi. Tidak menghargai nyawanya sendiri,” tandasnya.
Mengingat kondisi tersebut, imbuhnya, Dirjen Perkeretaapian bisa membahas dengan pemerintah daerah dan elemen terkait lainnya guna memberikan pengamanan ekstra di sepanjang rel Jalan Slamet Riyadi.
“Demi keamanan, bisa saja sepanjang rel dipasang pagar pembatas walau dilihat kurang apik. Dalam pembangunan (pengamanan, Red) juga harus disentuh estetika biar tidak terkesan kaku,” ungkapnya.
Apakah perlu dipasang palang pintu KA di setiap persimpangan menuju Jalan Slamet Riyadi? Djoko menuturkan tidak begitu perlu karena sudah ada traffic light. Namun, agar jaminan keamanan lebih optimal, bisa ditambahkan pelican cross. Jadi tidak hanya isyarat lampu, tapi juga tersedia peringatan suara.
Ketua MTI Surakarta Budi Yulianto menambahkan, rel di Jalan Slamet Riyadi memiliki nilai sejarah sekaligus ikon di Kota Solo. Sebab itu, agar rel tetap berfungsi dan pengendara lebih aman, salah satu caranya adalah menambah ruang bebas. Yakni dengan cara menggeser marka sejauh 30 sentimeter ke arah utara Jalan Slamet Riyadi.
“Tapi tetap ada dampaknya. Terjadi pengurangan kapasitas Jalan Slamet Riyadi. Jadi memang ini tugas besar pemerintah dan KAI (mencari solusi tepat, Red),” katanya.
Selain potensi tabrakan dengan lokomotif, keberadaan rel dapat membuat pengendara sepeda motor tergelincir karena ketika hujan rel menjadi lebih licin. Untuk itu, budaya tertib berlalu lintas dan kewaspadaan pengedara menjadi hal pokok yang harus dibenahi. Sebab, mayoritas kecelakaan bukan karena markah yang tidak lengkap, melainkan pengendara yang melanggar rambu.
“Ya seperti di sekitar rel itu. Sudah tahu ada markah ruang bebas, malah digunakan untuk menyalip kendaraan lain. Kalau ada kereta, nanti keretanya yang disalahkan,” tuturnya.
Padahal, lanjut Budi, kereta memiliki prioritas dan jalur tersendiri. Dia juga yaknin PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah memiliki regulasi tentang batas kecepatan dan aturan lainnya, sehingga masyarakat tinggal menyesuaikan.
Rel Berdampingan Jalan Raya Sudah Diatur.
Rel yang berdampingan dengan jalan raya tidak hanya di Kota Solo, serupa ditemukan di Kota Madiun meskipun tidak sepanjang di Jalan Slamet Riyadi. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23/2007 tentang Perkeretaapian.
“Karena sudah ada aturannya, saya kira tidak masalah. Toh rel di Jalan Slamet Riyadi sudah ada sejak tahun 1901 dan merupakan peninggalan zaman Belanda,” jelas Corporate Communication Manager PT KAI Daerah Operasional (Daops) VI/Jogjakarta Eko Budiyanto.
Dia tidak menampik bahaya yang mengancam pengemudi lain saat kereta melitas. Untuk itu, kehati-hatian dari masinis dan pengendara harus selalu dijaga. Semua masinis harus mematuhi protap yang telah ditetapkan PT KAI. Seperti melaju dengan kecepatan di bawah 20 km per jam apabila melintas di dalam kota.
Selanjutnya, membunyikan klakson sebanyak tiga kali ketika hendak melintasi persimpangan jalan maupun daerah rawan kecelakaan. Lainnya, menyalakan lampu sorot dan lampu pagi ketika kondisi hari gelap.
“Keselamatan masyarakat tetap nomor satu. Kalau masinis tidak menjalankan tugas dengan baik, baru kita bisa dituntut,” tandasnya.
Ditambahkan dia, kecelakaan antara kereta dan kendaraan lain di rel Jalan Slamet Riyadi kerap menimpa warga dari luar Kota Bengawan yang tidak terbiasa dengan rel berdampingan jalan raya. Atau mereka yang tidak tertib lalu lintas. (atn/wa)