JAKARTA - Jalan Setya Novanto (Setnov) yang mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) belum mulus. Sampai saat ini, mantan ketua DPR itu tetap tidak mau mengakui perbuatan yang didakwakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebaliknya, kubu Setnov justru terus mencari cara agar bisa dianulir dari dugaan sebagai aktor utama korupsi e-KTP.
Setelah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat, kini kubu Setnov menyebut mantan Mendagri Gamawan Fauzi sebagai pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab. ”Ibarat teori anak tangga, ini beban berat buat menteri dalam negeri saat itu (Gamawan Fauzi),” kata Firman Wijaya, penasihat hukum Setnov kemarin (28/1/2018).
Firman menyatakan, kliennya merupakan bagian kecil dalam korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu. Korupsi itu dinilai Firman sebagai scandal crime high level policy.Terkait indikasi penerimaan uang USD 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille seharga USD 135 ribu, Firman menyatakan, sampai saat ini tidak ada hubungannya dengan Setnov.
Dia akan membuktikan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK itu tidak benar. Meski tetap berkelit, kubu Setnov optimistis pengajuan JC bakal mendapat restu KPK. Menurut Firman, kliennya saat ini sedang mendesain pihak-pihak yang diduga terkait dan memiliki peran lebih sentral dalam korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012 tersebut. ”Pak Novanto sedang mendesain, itu yang tahu kan beliau (Setnov) dan terus berkoordinasi dengan KPK,” akunya.
Bagaimana tanggapan KPK? Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, itu merupakan hak penasihat hukum terdakwa. KPK menegaskan, pengajuan JC Setnov bakal sulit terwujud bila mantan ketum Partai Golkar itu tidak kunjung mengakui perbuatannya.
”Sejauh ini, yang kami lihat terdakwa justru masih berkelit dan mengatakan tidak ada penerimaan-penerimaan, termasuk penerimaan jam tangan,” kata Febri kemarin. Padahal, pengakuan terdakwa atas perbuatannya merupakan salah satu syarat JC. ”Syarat JC itu harus memenuhi semua itu. Mulai mengakui perbuatan dan membuka peran pihak lain serta bukan pelaku utam,” timpalnya.
Meski demikian, KPK tetap akan mencermati fakta-fakta persidangan Setnov untuk menemukan keterlibatan pihak lain. Lembaga superbodi itu pun berharap Setnov mau membuka nama-nama yang diduga memiliki pengaruh lebih besar dalam korupsi e-KTP tersebut. ”Kalau memang terdakwa mengetahui ada aktor lebih besar, silahkan saja dibuka,” sambung dia.
Nah, hari ini sidang Setnov kembali digelar. KPK bakal mencermati fakta-fakta dari keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa. Fakta itu lah yang akan digunakan mengungkap pelaku lain. ”Sampai saat ini belum ada informasi yang baru dan kuat yang disampaikan (saksi di persidangan Setnov),” tutur mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. (tyo/oki)
Setelah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat, kini kubu Setnov menyebut mantan Mendagri Gamawan Fauzi sebagai pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab. ”Ibarat teori anak tangga, ini beban berat buat menteri dalam negeri saat itu (Gamawan Fauzi),” kata Firman Wijaya, penasihat hukum Setnov kemarin (28/1/2018).
Firman menyatakan, kliennya merupakan bagian kecil dalam korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu. Korupsi itu dinilai Firman sebagai scandal crime high level policy.Terkait indikasi penerimaan uang USD 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille seharga USD 135 ribu, Firman menyatakan, sampai saat ini tidak ada hubungannya dengan Setnov.
Dia akan membuktikan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK itu tidak benar. Meski tetap berkelit, kubu Setnov optimistis pengajuan JC bakal mendapat restu KPK. Menurut Firman, kliennya saat ini sedang mendesain pihak-pihak yang diduga terkait dan memiliki peran lebih sentral dalam korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012 tersebut. ”Pak Novanto sedang mendesain, itu yang tahu kan beliau (Setnov) dan terus berkoordinasi dengan KPK,” akunya.
Bagaimana tanggapan KPK? Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, itu merupakan hak penasihat hukum terdakwa. KPK menegaskan, pengajuan JC Setnov bakal sulit terwujud bila mantan ketum Partai Golkar itu tidak kunjung mengakui perbuatannya.
”Sejauh ini, yang kami lihat terdakwa justru masih berkelit dan mengatakan tidak ada penerimaan-penerimaan, termasuk penerimaan jam tangan,” kata Febri kemarin. Padahal, pengakuan terdakwa atas perbuatannya merupakan salah satu syarat JC. ”Syarat JC itu harus memenuhi semua itu. Mulai mengakui perbuatan dan membuka peran pihak lain serta bukan pelaku utam,” timpalnya.
Meski demikian, KPK tetap akan mencermati fakta-fakta persidangan Setnov untuk menemukan keterlibatan pihak lain. Lembaga superbodi itu pun berharap Setnov mau membuka nama-nama yang diduga memiliki pengaruh lebih besar dalam korupsi e-KTP tersebut. ”Kalau memang terdakwa mengetahui ada aktor lebih besar, silahkan saja dibuka,” sambung dia.
Nah, hari ini sidang Setnov kembali digelar. KPK bakal mencermati fakta-fakta dari keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa. Fakta itu lah yang akan digunakan mengungkap pelaku lain. ”Sampai saat ini belum ada informasi yang baru dan kuat yang disampaikan (saksi di persidangan Setnov),” tutur mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. (tyo/oki)