ILUSTRASI |
Budi menuturkan, dari semua aspirasi yang disampaikan para sopir, ada beberapa yang menurut dia layak dipertimbangkan. Pertama, terkait isus suspend oleh kemenkominfo. Budi menjanjikan ada pembicaraan lebih lanjut. ’’Kami akan bersama-sama mereka (sopir taksi online) bertemu menkominfo untuk mencari jalan keluar bagaimana agar mekanismenya berlangsung lebih baik,’’ terangnya.
Kemudian, tentang hubungan antara para sopir dengan penyedia aplikasi. Para sopir meminta difasilitasi untuk bertemu dengan penyedia aplikasi. Permintaan itu disetujui dan akan dicarikan waktu yang tepat untuk pertemuan tiga pihak. Perwakilan sopir, penyedia aplikasi, dan kemenhub selaku regulator.
Budi juga setuju untuk mengupayakan pembuatan SIM A umum secara kolektif. Keluhan para sopir, mereka menginginkan pengurusan SIM tersebut lebih ekonomis. Pihaknya akan mengupayakan kerjasama dnegan pihak kepolisian. Dengan demikian, diharapkan para sopir bisa segera mendapatkan SIM sebagai syarat menjadi sopir taksi online.
Terakhir adalah kir dan stiker. Pada prinsipnya, para sopir menolak bila tanda uji kir itu diketrik di sasis mobil mereka. ’’Maunya dibuat seperti kalung, ditaruh, tanda bahwa sudah mendapat KIR tapi tidak membekas di kendaraan,’’ lanjutnya. Soal stiker, juga akan dibicarakan lebih lanjut agar semua pihak bisa menerima.
Di luar itu, Budi juga berjanji tidak akan langsung menerapkan sanksi tilang bagi kendaraan taksi online yang belum patuh pada Permenhub 108/2017. Kemenhub akan melaksanakan operasi simpatik per 1 Februari mendatang dengan cara teguran, bukan tilang. Operasi itu masih belum ditrentukan durasinya.
Disinggung mengenai penolakan para sopir taksi online atas Permenhub 108, Budi dengan tegas membantah. ’’Sudah sepakat tidak ada revisi (permenhub) dan tidak ada peniadaan,’’ tegasnya. Akan dibuatkan sebuah payung hukum lain untuk menjembatani kepentingan para sopir taksi online. Baik tentang koordinasi dnegan penyedia aplikasi, kepolisian, maupun regulator.
Mengenai bentuknya payung hukumnya akan dibicarakan lebih lanjut. Yang penting, substansi yang berkaitan dengan aspirasi para sopir bisa dipayungi. Tidak terbatas pada sektor yang dinaungi Kemenhub saja, namun juga Kemenkominfo.
Yang jelas, hari ini Dirjen Perhubungan darat akan kembali bertemu perwakilan sopir untuk membahas aspirasi itu lebih lanjut. Juga membahas rencana pertemuan dengan menkominfo. Sebab, permintaan para sopir yang paling mendesak adalah bertemu menkominfo dan penyedia aplikasi.
Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) Fahmi Maharaja menyatakan jika pihaknya tidak menyepakati apa yang menjadi keputusan pertemuan di Kemenhub. ”Belum,” katanya saat ditanya apakah sudah menyepakati keputusan tersebut.
Sepulang dari aksi di depan Kantor Kemenhub, Oraski berkumpul. ”Kami akan koordinasi internal dulu,” ujar Fahmi. Pihaknya belum tahu apakah akan ada aksi lanjutan atau pun sudah.
Beberapa jam sebelumnya, Aksi demonstrasipara sopir taksi online benar-benar terbukti. Pukul 11.30 rombongan berkumpul di depan kantor Kementerian Perhubungan di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Kantor Kemenhub merupakan titik kumpul dari kelompok driver berbagai daerah.
Pukul 12.00 masa semakin banyak. Sebab pada jam tersebut, dikabarkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan menemui para pendemo. Hujan deras di Jakarta ternyata tak menyurutkan semangat mereka. Masa tetap menunggu hingga pukul 14.00 Menhub menemui. ”Kami mendengarkan aspirasi kawan-kawan driver,” kata Menhub. Namun pernyataan itu tidak memberikan kepuasan bagi para pengemudi. Sorak sorai provokasi muncul hingga menyebabkan suasana memanas.
Ditemui di Kantor Kemenhub, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi prihatin masih ada kelompok yang tidak menerima PM. 108/2017. ”Mereka tidak paham atau tidak mau paham, sebab aturan ini sudah jelas akan melindungi pengemudi atas kondisi saat ini,” jelas Budi.
Salah satu tuntutan driver adalah mengenai kepemilikan SIM A Umum. Para pendemo enggan untuk memiliki SIM tersebut. Salah satu alasannya adalah karena dianggap mahal. ”SIM ini bukan dibeli tapi sebagai tanda kalau sudah mengikuti kualifikasi. Sudah bisa,” ujar Budi. Dia pun membantah jika pembuatan SIM A Umum mahal. Sebab SIM berlaku lima tahun.
”Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM.26 Tahun 2017 saat diberlakukan saat itu sudah menciptakan kondisi yang kondusif, namun karena PM tersebut dicabut, keberadaan angkutan sewa khusus menjadi tidak jelas dan sangat rawan menimbulkan kembali gesekan horizontal,” tuturnya.
Mengingat hal itu, Budi bersikukuh tidak akan mencabut PM 108/2017. PM 26/2017 merupakan pendahulu PM 108/2017. Peraturan itu dicabut berdasarkan keputusan Mahkamah Agung pada akhir Agustus lalu.
Pengamat Transportasi DJoko Setijowarno menuturkan regulasi yang mengatur transportasi online itu melibatkan setidaknya lima instansi. Yakni kementerian perhubungan untuk urusan transportasi, SIM A umum di kepolisian, masalah aplikasi atau IT berada di Kemenkominfo, hubungan driver dan pemilik aplikasi semestinya di Kementerian Ketenagakerjaan, serta sistem pembayaran dan pajak diatur oleh Kementerian Keuangan.
”Transportasi di Kemenhub. Urusan Sim di kepolisian. Boleh dikatakan dua itu sudah beres,” ujar Djoko. Dia menuturkan sudah mengelar beberapa diskusi di sejumlah kota untuk membahas Permenhub 108 ternyata banyak yang menanggap masalah. Bahkan, cenderung menguntungkan. ”Misalnya mobil boleh 1.000 cc. Taksi kan tidak ada,” ujar dia.
Dia menuturkan yang perlu mendapatkan sorotan justru perusahaan aplikasi. Misalnya soal audit terhadap aplikasi yang belum terlalu ketat. ”Aplikasi harusnya diawasi, diaudit. Tiba-tiba dirubah sistemnya gimana,” ujar dia.
Djoko mengungkapkan, publik yang hendak berusaha, tentunya harus cermat. Jangan mudah tergiur dengan pendapatan besar. Sementara aturan mainnya belum jelas. ”Akibatnya, kerugian yang diperoleh. Apalagi harus mengorbankan aset yang berharga demi pendapatan besar. Harus waspada dan hati-hati,” kata dia.
Sedangkan masyaraka sebagai konsumen juga harus berhati-hati menggunakan transportasi umum. Apalagi ada tawaran tarif murah. Sesungguhnya bukan tarif murah yang dipilih, tetapi tarif wajar. Jika tarif murah, pasti yang dikorbankan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan. ”Bisa jadi kita perlu mengingat pepatah warga Surabaya. Bayaran satus seket (Rp 150) njaluk selamet (minta selamat) opo ono (apa ada),” imbuh dia. (byu/jun/lyn)