JAKARTA - Netralitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan. Itu setelah kehadiran Gubernur Jambi Zumi Zola dalam kegiatan monitoring dan evaluasi rencana aksi program pemberantasan korupsi terintegrasi di Jambi, kemarin (20/3/2018). Padahal, sejak 2 Februari lalu, Zola merupakan tersangka KPK dalam kasus dugaan gratifikasi.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyesalkan peristiwa tersebut. Menurut dia, keterlibatan tersangka korupsi dalam acara KPK sulit diterima akal. Kegiatan yang diselenggarakan pada 19 hingga 23 Maret mendatang itu justru merusak citra KPK. "Itu merupakan sebuah keteledoran dan tidak berjalannya fungsi pengawasan internal KPK," ujar Adnan.
ICW pun mendesak KPK menghentikan kegiatan itu. Selain itu, lembaga superbodi tersebut mesti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan dan manajerial di lingkup internal agar kejadian serupa tidak terulang. "KPK juga sebaiknya melakukan pemeriksaan terhadap pegawai atau pejabat KPK yang menjadi penanggungjawab kegiatan tersebut," tegasnya.
Di KPK, setiap pegawai yang diduga menyimpang dari tugasnya bisa diproses secara etik sesuai UU KPK. Dalam pasal 37 UU tersebut menegaskan bahwa pegawai KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani komisi antirasuah. "Dalam pasal 66 bahkan menyebutkan adanya ancaman pidana hingga 5 tahun penjara terhadap pelanggaran pasal 37," imbuhnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah angkat bicara terkait dugaan pelanggaran kode etik pegawai tersebut. Menurut dia, kegiatan di Jambi merupakan rapat koordinasi yang memang melibatkan pemerintah daerah setempat. Kegiatan itu sepenuhnya kewenangan bidang pencegahan, bukan penindakan. "Tentu proses pencegahan ini tidak terkait dengan proses penindakan yang dilakukan," jelasnya. (tyo)
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyesalkan peristiwa tersebut. Menurut dia, keterlibatan tersangka korupsi dalam acara KPK sulit diterima akal. Kegiatan yang diselenggarakan pada 19 hingga 23 Maret mendatang itu justru merusak citra KPK. "Itu merupakan sebuah keteledoran dan tidak berjalannya fungsi pengawasan internal KPK," ujar Adnan.
ICW pun mendesak KPK menghentikan kegiatan itu. Selain itu, lembaga superbodi tersebut mesti melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan dan manajerial di lingkup internal agar kejadian serupa tidak terulang. "KPK juga sebaiknya melakukan pemeriksaan terhadap pegawai atau pejabat KPK yang menjadi penanggungjawab kegiatan tersebut," tegasnya.
Di KPK, setiap pegawai yang diduga menyimpang dari tugasnya bisa diproses secara etik sesuai UU KPK. Dalam pasal 37 UU tersebut menegaskan bahwa pegawai KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani komisi antirasuah. "Dalam pasal 66 bahkan menyebutkan adanya ancaman pidana hingga 5 tahun penjara terhadap pelanggaran pasal 37," imbuhnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah angkat bicara terkait dugaan pelanggaran kode etik pegawai tersebut. Menurut dia, kegiatan di Jambi merupakan rapat koordinasi yang memang melibatkan pemerintah daerah setempat. Kegiatan itu sepenuhnya kewenangan bidang pencegahan, bukan penindakan. "Tentu proses pencegahan ini tidak terkait dengan proses penindakan yang dilakukan," jelasnya. (tyo)