Saefur Rohman / Ekspres |
Dalam tradisi tersebut, setiap kepala keluarga membuat setidaknya dua ambeng. Satu untuk dibagikan kepada siapa saja yang hadir pada saat pengajian. Sementara satu lagi ambeng yang labeli nama, hanya khusus untuk orang yang sengaja akan diberi ambeng.
Itu juga terlihat pada peringatan Isra Miraj di wilayah setempat, Rabu (4/4/2018) kemarin.
Ambeng yang berupa paket berisi makanan dengan beragam menu tersebut diletakkan dalam keranjang dari bambu pelbagai ukuran. Dari berukuran tinggi 50 cm hingga 2 meter. Isinya pun macam-macam. Dari lauk,pauk lengkap berupa daging ayam, hingga seekor kambing panggang utuh.
Warga membawa ambeng dengan cara dipikul atau dipanggul dari rumah. Mereka lantas berkumpul di mesjid yang menjadi tempat peringatan Isra Mi'raj. Ambeng pun ditinggal di halaman mesjid untuk mengikuti pengajian. Begitu selesai, ratusan ambeng tersebut dibagikan kepada siapa saja yang hadir, tanpa terkecuali.
Ketua panitia Peringatan Isro' Mi'kraj Nabi Muhammad SAW Masjid Miftahulhuda, Desa Wadasmalang, Ahmad Nasir Mustofa mengatakan, tradisi membuat ambeng atau berkat tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat setempat secara turun temurun sejak nenek moyang dahulu.
Ambeng disesuaikan dengan kemampuan mereka masing-masing. Untuk tahun ini disepakati setiap rumah membuat 5 ambeng yakni 2 dengan keranjang 3 menggunakan plastik. "Biasanya warga menggunakan sistem giliran. Jika saat ini mendapat berkat besar biasanya tahun depan membuat yang besar juga. Demikian sebaliknya," kata Ahmad Nasir.
Kepala Desa Wadasmalang, EKo Agus Riadi mengatakan, peringatan Isra' Mi'kraj kali ini digelar serempak di 3 dukuh yang berada di Desa Wadasmalang yakni di Dukuh Kali Kecit, Kulon Gili, dan Wetan Gili.
Pelaksanaan dilaksanakan di tiga titik, untuk mencegah penumpukan tamu dari luar desa dan sekaligus dibarengkan agar lebih meriah.
Eko menambahkan berkat yang tak biasa tersebut jika dirupiahkan bernilai nominal fantastis. Satu ambeng dengan ukuran besar bisa mencapai Rp 3 hingga 5 juga rupiah. Konon halitu dilakukan masyarakat setempat berlomba - lomba untuk menjamu Kyai dan tamu undangan.
"Jadi sejarahnya itu membuat berkat ukuran besar hanya kesukaan masyarakat untuk menyambut Kyai dan tamu agung hingingga kini masih kita lestarikan," kata Kades.(saefur)