IMAM/EKSPRES |
Hal itu mereka ungkapkan dalam aksi damai yang digelar di depan Stasiun Karanganyar, Rabu (11/4/2018).Dalam aksinya, massa membawa berbagai spanduk dan poster penolakan.
Dalam aksi tersebut, terdengar dengan lantang teriakan-teriakan penolakan terhadap adanya transportasi online. Adanya transportasi online, membuat usaha jasa angkutan tradisional terancam tidak dapat beroperasi. Padahal banyak warga Karanganyar yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi tukang becak, kusir andong, sopir angkutan dan tukang ojek. “Kami menolak jasa transportasi online beroperasi di Karanganyar,” teriakan tersebut terdengar nyaring dari para pengunjuk rasa.
Di Karanganyar sendiri paguyuban para pengemudi transportasi sudah dibentuk sejak puluhan tahun silam. Paguyuban Andong misalkan telah dibentuk sejak tahun 1970. Untuk Paguyuban Becak didirikan tahun 1975. Sedangkan Paguyuban Ojek dibentuk tahun 1980 dan Paguyuban Angkot pada tahun 1995.
“Demo ini merupakan warning agar jasa transaksi online tidak beroperasi di Wilayah Kecamatan Karangayar,” tutur Penanggung jawab Paguyuban Cinta Damai Kosim (49) di sela-sela aksi.
Sebentar lagi waktu lebaran akan tiba. Saat itu juga menjadi “musim panen” bagi para penyedia jasa transportasi seperti andong, angkutan, ojek dan becak. Jika sampai ada transportasi online yang beroperasi, kemungkinan terjadi bentrok dengan jasa transportasi tradisional tidak akan dapat terhindarkan.
“Untuk itu kami berharap setelah adanya aksi kali ini, tidak ada lagi jasa transportasi online yang beroperasi di Karanganyar. Ini sekaligus menjadi warning,” tegasnya, sembari mengatakan, usai demo paguyuban akan melayangkan surat ke Bupati, DPRD, Dinas Perhubungan dan Kapolres Kebumen.
Banyaknya warga yang menggantungkan hidupnya dari jasa transportasi, setidaknya dapat dilihat dari jumlah anggota paguyuban. Untuk paguyuban becak saja terdiri dari 800 anggota, paguyuban ojek 491, andong 15 dan angkutan 50 orang. “Ini persoalan perut masyarakat kecil. Kini mereka sedang berusaha untuk sekedar mempertahankan hidup,” kata Ketua Paguyuban Becak Sukardi.
Bukan hanya kekhawatiran semata, adanya jasa transportasi online, telah nyata berpengaruh terhadap penghasilan para penyedia jasa transportasi tradisional. Setidaknya hal ini yang disampaikan oleh Sudiono (60) ynang telah menjadi sopir selama 27 tahun. Menurutnya, meski saat ini belum banyak namun dampaknya sudah terasa. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan menjadi ancaman nyata bagi para penyedia jasa transportasi yang telah ada. (mam)