IMAM/ESKPRES |
Persoalannya ternyata tidak sampai hanya disitu saja, jatah pupuk untuk petani juga hanya sekitar 50 persen dari kebutuhan realnya. Jika tak kunjung ditangani dengan serius, adanya program Kartu Tani justru dapat menurunkan hasil produksi petani.
“Memupuk padi itu ada waktu dan takarannya. Jika waktunya dan takarannya tidak tepat maka produksi panen dipastikan akan terganggu,” tutur Solikhwan (50) petani dari Kecamatan Sruweng usai mengikuti pertemuan dengan Anggota DPR RI Drs H Taufiq R Abdullah, Sabtu (7/4/2018).
Pertemuan yang dilaksanakan di Rumah Makan Vit Tenan itu dihadiri oleh anggota Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), pengecer pupuk, admin Kartu Tani, penyuluh pertanian dan para petani.
Jatah pupuk bersubsidi untuk para petani sangat sedikit yakni 50 persen dari kebutuhan. Untuk lahan 100 ubin dijatah urea 28 kilogram dari kebutuhan 50 kilogram. NPK 30 kilogram dari kebutuhan 50 kilogram. Pupuk ZA hanya dijatah 10 kilogram dari kebutuhan 20 kilogram.
Sedangkan SP36 dijatah 10 kilogram dari kebutuhan 20 kilogram. Untuk pupuk organik jatahnya hanya 20 kilogram dari kebutuhan 200 kilogram. “Kalau pupuknya kurang hasilnya jelas tidak maksimal. Itu juga terjadi jika sampai telah dalam memupuk tanaman,” katanya.
Ketua Penyalur Pupuk Kebumen Suryadi menyampaikan, adanya program kartu tani telah membuat repot. Sebelum membeli pupuk, petani harus deposit dulu. Selain itu satu transaksi hanya berlaku untuk satu jenis pupuk.
“Ada petani yang mendatangi kami untuk membeli pupuk, ditanya kartu ternyata ketinggalan. Setelah itu pulang ambil kartu dan datang lagi, ternyata PIN nya tidak tahu sebab yang tahu anaknya. Petani pulang lagi dan kemudian datang lagi. Setelah itu dicek, ternyata jatah kuota pupuknya belum muncul sehingga tidak bisa dilayani untuk membeli. Ini sangat ribet dan dapat menimbulkan salah paham bagi masyarakat yang masih awam,” jelasnya.
Sementara itu Anggota DPR RI Drs H Taufiq R Abdullah menyampaikan program kartu tani itu merupakan kebijakan elit yang berdasar pada kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Pola dan sistem pada kebijakan tersebut tidak sesuai dengan pengetahuan masyarakat. Maka tidak heran jika muncul banyak persoalan di masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi. “Banyak permasalahan yang timbul. Akui saja dan jangan bilang tidak ada masalah. Jika ada masalah tapi tidak dianggap masalah, maka itu jelas akan menjadi masalah,” ucapnya. (mam)