JAKARTA - Ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tingkat SMA yang digelar serentak mulai kemarin memang belum sepenuhnya dirasakan siswa SMA di tanah air. Namun, Kemendikbud optimistis tahun depan bisa 100 persen UNBK.
Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto mengatakan, UNBK 100 persen itu bisa terjadi salah satunya dengan sharing resource atau berbagi perangkat dengan sekolah lain. Sharing resource tidak hanya dari sekolah yang satu jenjang. Misalnya sekolah SMP yang tidak memiliki komputer, bisa numpang ke SMA atau SMK terdekat.
Dengan adanya ujian berbasis komputer itu, pemerintah tak perlu lagi banyak investasi. Jika menggunakan ujian tulis, pemerintah harus invetasi kertas. Selain itu, pengamanan pun juga lebih dipekertat. Belum lagi ada risiko soal bocor.
”Menggunakan UNBK ini bisa menghemat sekitar Rp 90 miliar,” ujarnya. Selama ini, ujian nasional secara tulis anggaran yang dikelurakan pemerintah bisa lebih dari Rp 500 miliar. Seperti pada 2015 yang mencapai Rp 560 miliar.
Penghematan itu bisa dialokasikan untuk investasi lain. Misalnya penambahan jumlah komputer dan menambah CCTV. ”Beli CCTV yang tidak terlalu mahal. Nanti cukup satu pengawas dan satu ahli komputer,” bebernya.
Untuk UNBK SMA hari pertama, Daryanto mengatakan, pengaduan dari daerah sangat kecil. Bahkan kemungkinan kebocoran soal pun minim. Maklum soal antarsiswa satu dengan yang lainnya berbeda. ”Kalau mau melihat punya teman lain, waktu di komputer jalan terus,” ucapnya.
Anggota Komisi X DPR RI Arzeti Bilbina mengatakan, bisa memaklumi terjadinya kendala dalam pelaksananaan UNBK. Namun, dia berharap persoalan itu tidak terjadi kembali. “PLN harus sediakan pasokan listrik yang cukup dan tidak ada pemadaman listrik saat ujian. Jaringan internet juga harus stabil,” terang dia kepada Jawa Pos kemarin (9/4/2018).
Selain penyempurnaan sarana pendukung ujian, dia juga mendorong pemerintah melaksanakan UNBK di semua sekolah. Tahun depan 100 persen sekolah harus menggunakan sistem komputer. “Dari ujung timur dan ujung barat Indonesia kita memiliki kesempatan dan fasilitas yang sama,” urainya.
Politikus PKB itu yakin 100 persen UNBK bisa dilaksanakan tahun depan. Sebab, sejak 2015 dilaksanakan, jumlah siswa dan sekolah yang mengikuti ujian berbasis komputer itu meningkat. Tahun ini ada 8,1 juta peserta yang ikut ujian. Dari jumlah itu, sebanyak 78 persen telah melaksanakan UNBK. Jadi tinggal 22 persen yang belum mengunakan komputer.
Khusus untuk SMA sederajat, dari 1.983.568 siswa yang mengikuti ujian nasional, 91 persen atau 1.812.565 siswa yang mengikuti ujian berbasis komputer. “Artinya tinggal 9 persen yang belum melaksanakan UNBK,” ucap legislator asal dapil Jatim I Surabaya-Sidoarjo itu.
Dia menerangkan, banyak keuntungan yang bisa didapat dari sistem UNBK. Di antaranya tidak terjadi masalah dalam distribusi soal, keterlambatan percetakaan soal ujian, dan soal bocor. Bahkan, hasilnya lebih cepat diumumkan. Tidak perlu menunggu pengumuman dari pusat. Terkait kebutuhan dana, dewan juga akan meminta pemerintah meningkatkan anggaran untuk pendidikan. Sebagaimana amanat konstitusi, minimal 20 persen anggaran untuk pendidikan. (lyn/lum/oki)
Inspektur Jenderal Kemendikbud Daryanto mengatakan, UNBK 100 persen itu bisa terjadi salah satunya dengan sharing resource atau berbagi perangkat dengan sekolah lain. Sharing resource tidak hanya dari sekolah yang satu jenjang. Misalnya sekolah SMP yang tidak memiliki komputer, bisa numpang ke SMA atau SMK terdekat.
Dengan adanya ujian berbasis komputer itu, pemerintah tak perlu lagi banyak investasi. Jika menggunakan ujian tulis, pemerintah harus invetasi kertas. Selain itu, pengamanan pun juga lebih dipekertat. Belum lagi ada risiko soal bocor.
”Menggunakan UNBK ini bisa menghemat sekitar Rp 90 miliar,” ujarnya. Selama ini, ujian nasional secara tulis anggaran yang dikelurakan pemerintah bisa lebih dari Rp 500 miliar. Seperti pada 2015 yang mencapai Rp 560 miliar.
Penghematan itu bisa dialokasikan untuk investasi lain. Misalnya penambahan jumlah komputer dan menambah CCTV. ”Beli CCTV yang tidak terlalu mahal. Nanti cukup satu pengawas dan satu ahli komputer,” bebernya.
Untuk UNBK SMA hari pertama, Daryanto mengatakan, pengaduan dari daerah sangat kecil. Bahkan kemungkinan kebocoran soal pun minim. Maklum soal antarsiswa satu dengan yang lainnya berbeda. ”Kalau mau melihat punya teman lain, waktu di komputer jalan terus,” ucapnya.
Anggota Komisi X DPR RI Arzeti Bilbina mengatakan, bisa memaklumi terjadinya kendala dalam pelaksananaan UNBK. Namun, dia berharap persoalan itu tidak terjadi kembali. “PLN harus sediakan pasokan listrik yang cukup dan tidak ada pemadaman listrik saat ujian. Jaringan internet juga harus stabil,” terang dia kepada Jawa Pos kemarin (9/4/2018).
Selain penyempurnaan sarana pendukung ujian, dia juga mendorong pemerintah melaksanakan UNBK di semua sekolah. Tahun depan 100 persen sekolah harus menggunakan sistem komputer. “Dari ujung timur dan ujung barat Indonesia kita memiliki kesempatan dan fasilitas yang sama,” urainya.
Politikus PKB itu yakin 100 persen UNBK bisa dilaksanakan tahun depan. Sebab, sejak 2015 dilaksanakan, jumlah siswa dan sekolah yang mengikuti ujian berbasis komputer itu meningkat. Tahun ini ada 8,1 juta peserta yang ikut ujian. Dari jumlah itu, sebanyak 78 persen telah melaksanakan UNBK. Jadi tinggal 22 persen yang belum mengunakan komputer.
Khusus untuk SMA sederajat, dari 1.983.568 siswa yang mengikuti ujian nasional, 91 persen atau 1.812.565 siswa yang mengikuti ujian berbasis komputer. “Artinya tinggal 9 persen yang belum melaksanakan UNBK,” ucap legislator asal dapil Jatim I Surabaya-Sidoarjo itu.
Dia menerangkan, banyak keuntungan yang bisa didapat dari sistem UNBK. Di antaranya tidak terjadi masalah dalam distribusi soal, keterlambatan percetakaan soal ujian, dan soal bocor. Bahkan, hasilnya lebih cepat diumumkan. Tidak perlu menunggu pengumuman dari pusat. Terkait kebutuhan dana, dewan juga akan meminta pemerintah meningkatkan anggaran untuk pendidikan. Sebagaimana amanat konstitusi, minimal 20 persen anggaran untuk pendidikan. (lyn/lum/oki)