Tunggul Jalu Aji |
Sembari proses itu berjalan, munculnya persoalan pada penjaringan perangkat desa seharusnya membuat Tim Saber Pungli turun ke lapangan dan memastikan tidak ada praktek penyimpangan dalam proses tersebut.
Hal itu diungkapkan Mantan Pimpinan Pansus Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kebumen nomor 11 tahun 2016 tentang Pemberhentian Perangkat Desa DPRD Kebumen, Tunggul Jalu Aji, kemarin (5/5/2018).
Tunggul mengingatkan, timbulnya permasalahan pada proses penjaringan dan penyaringan seleksi perangkat desa di Kebumen tak bisa dianggap enteng. Bila tidak segera diatasi, bukan tak mungkin akan terjadi konflik horizontal di masyarakat. Ujung-ujungnya, masyarakat juga yang menjadi korban.
Agar tidak sampai terjadi demikian, Tunggul meminta Pemkab mengidentifikasi akar permasalahan. Kemudian, mengambil langkah-langkah antisipasi agar tidak semakin banyak warga desa terbelah gara-gara penjaringan dan penyaringan seleksi perangkat desa bermasalah.
Terkait akar permasalahan, Tunggul memiliki pendapat sendiri. Sumber permasalahan justru ada di tingkat aturan, Peraturan Bupati (Perbup) Kebumen nomor 51 tahun 2017 tentang pengangkatan perangkat desa.
Khususnya mengenai tiga metode dalam proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa. Yakni mutasi, promosi dan penyaringan atau penjaringan terbuka atau jalur umum. Ketiga metode penjaringan ini diakui Tunggul sama-sama memiliki kerawanan penyimpangan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan penjaringan dan penyaringan terbuka atau jalur umum lebih rentan dari metode lain.
"Ada celah disitu (aturan) terutama model penjaringan terbuka untuk umum," ujarnya.
Metode ini kemudian disalahgunakan untuk memasukkan orang-orang atau calon sesuai keinginan dan kepentingan pihak tertentu. Modusnya, pihak-pihak yang terkait dalam proses penjaringan melakukan pengkondisian siapa yang nantinya lolos hingga terpilih hingga kemudian dilantik dalam proses seleksi perangkat desa. Dengan kata lain, adanya rangkaian proses seleksi termasuk tes hanya bersifat formalitas semata.
Pihak terkait itu, menurut Tunggul, bisa siapa saja. Baik oknum panitia penjaringan perangkat desa, termasuk kepala desa hingga oknum kecamatan. "Karena yang merekomendasikan siapa yang terpilih itu kan camat," katanya.
Nah, pihak-pihak yang merasa menjadi korban dari praktek semacam itu kemudian melakukan protes. Dan ini sudah terjadi di sejumlah wilayah. Seperti di Desa Wirogaten kecamatan Mirit, Desa Arjomulyo Kecamatan Adimulyo dan terbaru Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren.
Bila tidak ada langkah nyata dari pemkab, Tunggul khawatir persoalan itu akan meluas dan memberi dampak buruk bagi masyarakat. Seperti layanan masyarakat terganggu bahkan konflik horizontal.
"Pemkab harus memberi pedoman yang jelas dan rinci dan detail terkait proses penjaringan dan penyaringan seleksi perangkat desa. Hal itu juga harus disosialisasikan secara masif kepada masyarakat. Jadi nanti pemahaman masyarakat dalam hal ini desa akan sama. Tidak seperti ini dimana desa menafsirkan sendiri aturan itu," katanya.
"Adanya persoalan di sejumlah desa tersebut juga seharusnya disikapi Tim Saber Pungli. Pidanakan mereka yang terbukti bermain curang dalam proses penjaringan calon," ujarnya.
Di sisi lain, Tunggul mengatakan, sebaiknya pihak desa mengutamakan metode mutasi dan promosi dalam menjaring perangkat untuk mengisi SOTK. Baru bila memang para perangkat tak memenuhi persyaratan, desa menggelar penjaringan lewat jalur umum. (cah)