Jakarta - Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait hak keuangan Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP) yang tengah menjadi sorotan publik. Orang nomor satu di Indonesia itu memastikan jika besaran hak keuangan yang dialokasikan sudah melalui analisa dan pertimbangan yang matang.
Jokowi mengatakan, besaran gaji yang diterima BPIP, baik dari dewan pengarah, anggota, hingga staf-stafnya tidak dilakukan istana. Melainkan oleh Kementerian-Kementerian terkait. Dalam hal analisa jabatan dirumuskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, sementara kalkulasi hak keuangan dihitung Kementerian keuangan.
"Itu kan ada mekanismenya ya," ujarnya di Universitas Buya Hamka Pasar Rebo, Jakarta, kemarin (29/5/2018).
Oleh karena telah melalui proses perhitungan yang matang, presiden pun bersedia meneken Perpres 42 tahun 2018 tersebut. "Ditanyakan saja ke Kementerian Keuangan, angka-angka itu (gaji besar) didapatkan dari mana," imbuhnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, besaran hak keuangan yang diterima jajaran BPIP sudah melingkupi operasional, tunjangan dan asuransi. Sementara gaji pokoknya sendiri hanya Rp. 5 juta.
Untuk diketahui, Perpres tentang hak keuangan BPIP menjadi sorotan publik. Pasalnya, besaran gaji yang diterima dinilai terlalu besar. Sebagai contoh, Ketua Dewan Pengarah BPIP diganjar gaji Rp. 112 juta perbulan.
Sementara itu, Kepala BPIP Yudi Latif meminta publik tidak mencemooh jajaran BPIP, khususnya dewan pengarah yang terdiri dari tokoh bangsa seperti Megawati, Mahfud MD, Syafii Maarif dan sebagainya. Pasalnya, semua tokoh dan jajaran BPIP tidak tahu menahu dan tidak pernah menuntut gaji.
"Percayalah, banyak orang tua terhormat di dewan pengarah yang tidak menuntut soal gaji. Mereka pun menjadi "korban". Jadi, tak patut mendapat cemooh," ujarnya.
Soal layak atau tidaknya dewan pengarah menerima gaji dengan angka tersebut, dia enggan menilai. "Silakan publik menilainya," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Yudi justru memikirkan jajaran staf yang sudah bekerja setahun bekerja namun belum pernah menerima hak keuangan. "Banyak tenaga ahli dirundung malang, seperti kesulitan mencicil rumah dan biaya sekolah anaknya," kata dia.
Terpisah, Ketua MPR Zulkifli Hasan yang terbiasa melakukan sosialisasi empat pilar, angkat bicara terkait polemik gaji BPIP. Zulkifli menilai masyarakat dan semua pihak sebaiknya berhati-hati menyikapi besaran angka yang dianggap sebagai gaji pimpinan dan anggota BPIP.
"Mbak Mega itu kan tokoh kita, Pak Mahfud orang-orang yang sudah teruji. Mereka ikhlas mengabdi untuk kebaikan negerinya. Jadi jangan ada prasangka buruk," ujar Zulkifli.
Menurut Zulkifli, persoalan gaji itu juga sudah dijelaskan pemerintah. Berdasarkan pengalamannya melakukan sosialisasi empat pilar, angka itu sebenarnya akumulasi dari tunjangan operasional yang diterima pimpinan dan pegawai.
"Yang ada itu biaya oprasional. Seperti Ketua MPR ada tunjangan hanya untuk operasional pimpinan MPR, besarnya Rp 150 juta. Dana operasional anggota pimpinan DPR, ada itu tapi penggunaannya untuk operasional bukan gaji," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku bakal mengirimkan surat gugatan uji materi (judicial review) Perpres 42/2018 ke Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (31/5/2018) besok. Saat ini, pihaknya tengah mengebut syarat administrasi gugatan. ”Ini tim lagi lembur (untuk menyelesaikan dokumen gugatan),” ujarnya, kemarin.
Boyamin meyakini, BPIP tidak akan keberatan dengan gugatan yang bakal diajukan. Termasuk, Megawati Soekarno Putri dan Mahfud MD yang merupakan bagian dari dewan pengarah BPIP. Justru sebaliknya, BPIP merasa terbantu dengan gugatan tersebut. ”Kami yakin, beliau-beliau (Megawati dan Mahfud MD) hanya untuk mengabdi kepada negara tanpa pamrih,” terangnya.
Bahkan, gugatan itu bisa menetralisir persepsi masyarakat bahwa kenaikan gaji dewan pengarah BPIP merupakan keinginan Megawati atau dewan pengarah lain. Bila tidak di-counter, hal tersebut tentu bisa bisa menimbulkan kesan kurang baik di mata rakyat. ”Jadi mohon jangan dibuat seakan-akan beliau-beliau punya pamrih gaji sehingga menjadikan kesan jelek,” imbuh dia. (far/bay/tyo)
Jokowi mengatakan, besaran gaji yang diterima BPIP, baik dari dewan pengarah, anggota, hingga staf-stafnya tidak dilakukan istana. Melainkan oleh Kementerian-Kementerian terkait. Dalam hal analisa jabatan dirumuskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, sementara kalkulasi hak keuangan dihitung Kementerian keuangan.
"Itu kan ada mekanismenya ya," ujarnya di Universitas Buya Hamka Pasar Rebo, Jakarta, kemarin (29/5/2018).
Oleh karena telah melalui proses perhitungan yang matang, presiden pun bersedia meneken Perpres 42 tahun 2018 tersebut. "Ditanyakan saja ke Kementerian Keuangan, angka-angka itu (gaji besar) didapatkan dari mana," imbuhnya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, besaran hak keuangan yang diterima jajaran BPIP sudah melingkupi operasional, tunjangan dan asuransi. Sementara gaji pokoknya sendiri hanya Rp. 5 juta.
Untuk diketahui, Perpres tentang hak keuangan BPIP menjadi sorotan publik. Pasalnya, besaran gaji yang diterima dinilai terlalu besar. Sebagai contoh, Ketua Dewan Pengarah BPIP diganjar gaji Rp. 112 juta perbulan.
Sementara itu, Kepala BPIP Yudi Latif meminta publik tidak mencemooh jajaran BPIP, khususnya dewan pengarah yang terdiri dari tokoh bangsa seperti Megawati, Mahfud MD, Syafii Maarif dan sebagainya. Pasalnya, semua tokoh dan jajaran BPIP tidak tahu menahu dan tidak pernah menuntut gaji.
"Percayalah, banyak orang tua terhormat di dewan pengarah yang tidak menuntut soal gaji. Mereka pun menjadi "korban". Jadi, tak patut mendapat cemooh," ujarnya.
Soal layak atau tidaknya dewan pengarah menerima gaji dengan angka tersebut, dia enggan menilai. "Silakan publik menilainya," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Yudi justru memikirkan jajaran staf yang sudah bekerja setahun bekerja namun belum pernah menerima hak keuangan. "Banyak tenaga ahli dirundung malang, seperti kesulitan mencicil rumah dan biaya sekolah anaknya," kata dia.
Terpisah, Ketua MPR Zulkifli Hasan yang terbiasa melakukan sosialisasi empat pilar, angkat bicara terkait polemik gaji BPIP. Zulkifli menilai masyarakat dan semua pihak sebaiknya berhati-hati menyikapi besaran angka yang dianggap sebagai gaji pimpinan dan anggota BPIP.
"Mbak Mega itu kan tokoh kita, Pak Mahfud orang-orang yang sudah teruji. Mereka ikhlas mengabdi untuk kebaikan negerinya. Jadi jangan ada prasangka buruk," ujar Zulkifli.
Menurut Zulkifli, persoalan gaji itu juga sudah dijelaskan pemerintah. Berdasarkan pengalamannya melakukan sosialisasi empat pilar, angka itu sebenarnya akumulasi dari tunjangan operasional yang diterima pimpinan dan pegawai.
"Yang ada itu biaya oprasional. Seperti Ketua MPR ada tunjangan hanya untuk operasional pimpinan MPR, besarnya Rp 150 juta. Dana operasional anggota pimpinan DPR, ada itu tapi penggunaannya untuk operasional bukan gaji," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku bakal mengirimkan surat gugatan uji materi (judicial review) Perpres 42/2018 ke Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (31/5/2018) besok. Saat ini, pihaknya tengah mengebut syarat administrasi gugatan. ”Ini tim lagi lembur (untuk menyelesaikan dokumen gugatan),” ujarnya, kemarin.
Boyamin meyakini, BPIP tidak akan keberatan dengan gugatan yang bakal diajukan. Termasuk, Megawati Soekarno Putri dan Mahfud MD yang merupakan bagian dari dewan pengarah BPIP. Justru sebaliknya, BPIP merasa terbantu dengan gugatan tersebut. ”Kami yakin, beliau-beliau (Megawati dan Mahfud MD) hanya untuk mengabdi kepada negara tanpa pamrih,” terangnya.
Bahkan, gugatan itu bisa menetralisir persepsi masyarakat bahwa kenaikan gaji dewan pengarah BPIP merupakan keinginan Megawati atau dewan pengarah lain. Bila tidak di-counter, hal tersebut tentu bisa bisa menimbulkan kesan kurang baik di mata rakyat. ”Jadi mohon jangan dibuat seakan-akan beliau-beliau punya pamrih gaji sehingga menjadikan kesan jelek,” imbuh dia. (far/bay/tyo)