IMAM/ESKPRES |
Hal ini ditegaskan oleh Koordintor Advokasi Kebijakan Migrant CARE Jakarta Siti Badriyah, pada acara Sosialiasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Sosialiasi dilaksanakan di Hotel Mexoli, Rabu (9/5/2018).
Dijelaskannya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diundangkan di Jakarta pada 22 November 2017 lalu. Undang-undang tersebut dikeluarkan karena ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelindungan pekerja migran Indonesia.
“Untuk UU nomor 18 tahun 2017 ini perlindungan terhadap PMI lebih besar,” tuturnya.
Dijelaskanya, saat ini tidak lagi diperbolehkan perusahaan atau PJTKI melaksanakan rekrutmen calon PMI. Hal ini sangat positif sehingga calon PMI dapat bekerja diluar negeri bukan karena terpengaruh rayuan, melainkan benar-benar ada minat. “Ini sangat penting untuk diperhatikan, bahwa tidak ada lagi rekrutmen,” paparnya.
Sebelumnya, peran swasta sangat tinggi mulai dari rekrutmen, mendidik hingga mencari job order dan penempatan. Namun saat ini yang wajib mendidik adalah pemerintah melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Adapun dalam penempatan dapat dilaksanakan melalui kerja sama antara pemerintah dan swasta. “Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia adalah badan usaha berbadan hukum perseroan terbatas yang telah memperoleh izin tertulis dari Menteri untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan Pekerja Migran Indonesia,” terangnya.
Siti Badriyah juga mengemukaan bahwa UU 18 tahun 2017 juga diundangkan dalam rangka menghilangkan mata rantai calo PMI. Jika semua diurus oleh negara maka data-data PMI akan valid dan akurat. Diharapkan tidak ada lagi PMI yang tidak terdata atau salah. “Dengan demikian saat ada persoalan akan dengan mudah diatasi,” ucapnya. (mam)