JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa instansinya bakal menjadikan persoalan guru sebagai prioritas untuk diselesaikan. Termasuk di antaranya masalah yang berkaitan dengan nasib dan status guru honorer. Dia berjanji, guru honerer secara bertahap akan diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS).
Keterangan tersebut disampaikan langsung oleh Muhadjir usai memimpin upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di kantor Kemendikbud kemarin (2/5/2018). ”Prioritas guru, mulai tahun ini kami akan fokus. Pertama-tama adalah mengatasi (masalah) guru,” terang dia. Menurut di, persoalan guru patut menjadi prioritas untuk diselesaikan lantaran sudah cukup kompleks.
Meski rasio antara guru dengan murid saat ini sudah dinilai ideal oleh Kemendikbud, tidak lantas menuntaskan seluruh persoalan yang ada kaitannya dengan guru. ”Tapi, sebetulnya (rasio guru dan murid sudah cukup ideal) itu adalah semu,” ucap Muhadjir. Dia menyampaikan itu lantaran jumlah guru honerer masih sangat banyak. ”Hampir separo dari guru yang bertugas belum memiliki status,” tambahnya.
Yang dimaksud guru belum memiliki status, sambung pejabat asal Madiun itu, tidak lain adalah guru honorer. Berdasar data yang dia miliki, angka guru honorer yang tercatat sampai tahun lalu sudah mencapai 736 ribu. Seluruhnya bertugas di sekolah negeri. ”Tahun ini mudah-mudahan nanti kami bisa mengangkat (guru honorer menjadi PNS) dengan jumlah yang agak besar,” kata dia.
Menurut Muhadjir ada beberapa penyebab jumlah guru honorer saat ini sangat tinggi. Salah satunya adalah keputusan sekolah mempekerjakan guru honorer secara tidak teratur. ”Sekolah-sekolah secara serampangan mengambil jalan pintas. Yaitu mengangkat guru honorer,” imbuhnya. Buruknya, gaji guru honorer yang mereka pekerjakan diambil dari dana Bantuan Operasional sekolah atau BOS.
Padahal, sambung Muhadjir, BOS tidak seharusnya dipakai untuk menggaji guru honorer. ”Namanya saja bantuan operasional. Jadi, operasional untuk operasi bukan untuk gaji,” bebernya. Dari keputusan itu, muncul persoalan baru ketika guru honorer menerima gaji yang tidak sesuai. Alhasil, masalah jadi tumpang tindih. Untuk itu, pengangkatan guru honorer menjadi PNS penting dan harus mendapat perhatian lebih.
Namun demikian, Muhadjir menyampaikan bahwa semuanya tetap butuh proses. Tidak mungkin seluruh guru honorer langsung diangkat menjadi PNS. ”Butuh beberapa waktu atau beberapa tahun. Tidak mungkin kami mengangkat sekaligus,” ujarnya. Lebih lanjut dia menyampaikan, proses pengangkatan bakal menyesuaikan kebutuhan. Contohnya menutup kekosongan yang ditinggalkan karena guru pensiun.
Selain itu, pengangkatan guru honorer juga akan dilakukan untuk menambal kekosongan guru yang sudah pensiun sejak 15 tahun lalu. ”Jadi, telah terjadi akumulasi guru-guru yang mestinya harus diganti itu belum diganti-ganti,” beber Muhadjir. Untuk itu, dia menegaskan bahwa kunci menuntaskan persoalan tersebut adalah mengangkat seluruh guru honorer secara bertahap. ”Akan kami urai mulai tahun ini,” tegasnya.
Berkaitan dengan prosedur, skema, serta jumlah guru honorer yang diangkat setiap tahunnya, secara terperinci Kemendikbud menyerahkan urusan itu kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN – RB). Yang pasti, mereka mengupayakan seluruh guru honorer diangkat menjadi PNS. Sehingga nasib mereka ke depan menjadi lebih baik.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyambut baik rencana pemerintah mengangkat para guru honorer menjadi CPNS. Meskipun upaya itu dilakukan secara bertahap. Unifah menegaskan pengangkatan guru honorer itu tetap dilakukan sesuai kompetensi dan kualifikasi guru. ’’Yang penting dibuka akses atau kesempatan guru honorer untuk menjadi PNS,’’ jelasnya.
Unifah mengakui saat ini Indonesia sedang mengalami kondisi darurat guru. Kondisi darurat ini terkait dengan kekurangan guru. Khususnya untuk jenjang sekolah dasar (SD). Menurutnya wajar jika pemerintah merencanakan pengangkatan guru honorer menjadi CPNS. Sebab selama ini kekurangan guru itu ditambal dengan tenaga honorer.
Secara rasio, jumlah guru dengan siswa di Indonesia bisa jadi sudah baik. Tetapi nyatanya belum ada pemertaan. Guru-guru banyak di perkotaan, sementara ada kekurangan di daerah tertentu.
Selain kekurangan Unifah menjelaskan masih ada persoalan lain di sektor guru. Seperti ketidakmampuan sejumlah guru merespon perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan lainnya adalah beragam tugas administrasi dinilai membuat guru pusing. Tugas administrasi itu diantaranya terkait dengan kenaikan pangkat, syarat memperoleh tunjangan profesi, serta upaya penyetaraan (inpassing) bagi guru swasta. Dia berharap ada penyederhanaan administrasi guru, sehingga guru lebih fokus mengajar di kelas. (syn/wan)
Keterangan tersebut disampaikan langsung oleh Muhadjir usai memimpin upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di kantor Kemendikbud kemarin (2/5/2018). ”Prioritas guru, mulai tahun ini kami akan fokus. Pertama-tama adalah mengatasi (masalah) guru,” terang dia. Menurut di, persoalan guru patut menjadi prioritas untuk diselesaikan lantaran sudah cukup kompleks.
Meski rasio antara guru dengan murid saat ini sudah dinilai ideal oleh Kemendikbud, tidak lantas menuntaskan seluruh persoalan yang ada kaitannya dengan guru. ”Tapi, sebetulnya (rasio guru dan murid sudah cukup ideal) itu adalah semu,” ucap Muhadjir. Dia menyampaikan itu lantaran jumlah guru honerer masih sangat banyak. ”Hampir separo dari guru yang bertugas belum memiliki status,” tambahnya.
Yang dimaksud guru belum memiliki status, sambung pejabat asal Madiun itu, tidak lain adalah guru honorer. Berdasar data yang dia miliki, angka guru honorer yang tercatat sampai tahun lalu sudah mencapai 736 ribu. Seluruhnya bertugas di sekolah negeri. ”Tahun ini mudah-mudahan nanti kami bisa mengangkat (guru honorer menjadi PNS) dengan jumlah yang agak besar,” kata dia.
Menurut Muhadjir ada beberapa penyebab jumlah guru honorer saat ini sangat tinggi. Salah satunya adalah keputusan sekolah mempekerjakan guru honorer secara tidak teratur. ”Sekolah-sekolah secara serampangan mengambil jalan pintas. Yaitu mengangkat guru honorer,” imbuhnya. Buruknya, gaji guru honorer yang mereka pekerjakan diambil dari dana Bantuan Operasional sekolah atau BOS.
Padahal, sambung Muhadjir, BOS tidak seharusnya dipakai untuk menggaji guru honorer. ”Namanya saja bantuan operasional. Jadi, operasional untuk operasi bukan untuk gaji,” bebernya. Dari keputusan itu, muncul persoalan baru ketika guru honorer menerima gaji yang tidak sesuai. Alhasil, masalah jadi tumpang tindih. Untuk itu, pengangkatan guru honorer menjadi PNS penting dan harus mendapat perhatian lebih.
Namun demikian, Muhadjir menyampaikan bahwa semuanya tetap butuh proses. Tidak mungkin seluruh guru honorer langsung diangkat menjadi PNS. ”Butuh beberapa waktu atau beberapa tahun. Tidak mungkin kami mengangkat sekaligus,” ujarnya. Lebih lanjut dia menyampaikan, proses pengangkatan bakal menyesuaikan kebutuhan. Contohnya menutup kekosongan yang ditinggalkan karena guru pensiun.
Selain itu, pengangkatan guru honorer juga akan dilakukan untuk menambal kekosongan guru yang sudah pensiun sejak 15 tahun lalu. ”Jadi, telah terjadi akumulasi guru-guru yang mestinya harus diganti itu belum diganti-ganti,” beber Muhadjir. Untuk itu, dia menegaskan bahwa kunci menuntaskan persoalan tersebut adalah mengangkat seluruh guru honorer secara bertahap. ”Akan kami urai mulai tahun ini,” tegasnya.
Berkaitan dengan prosedur, skema, serta jumlah guru honorer yang diangkat setiap tahunnya, secara terperinci Kemendikbud menyerahkan urusan itu kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN – RB). Yang pasti, mereka mengupayakan seluruh guru honorer diangkat menjadi PNS. Sehingga nasib mereka ke depan menjadi lebih baik.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyambut baik rencana pemerintah mengangkat para guru honorer menjadi CPNS. Meskipun upaya itu dilakukan secara bertahap. Unifah menegaskan pengangkatan guru honorer itu tetap dilakukan sesuai kompetensi dan kualifikasi guru. ’’Yang penting dibuka akses atau kesempatan guru honorer untuk menjadi PNS,’’ jelasnya.
Unifah mengakui saat ini Indonesia sedang mengalami kondisi darurat guru. Kondisi darurat ini terkait dengan kekurangan guru. Khususnya untuk jenjang sekolah dasar (SD). Menurutnya wajar jika pemerintah merencanakan pengangkatan guru honorer menjadi CPNS. Sebab selama ini kekurangan guru itu ditambal dengan tenaga honorer.
Secara rasio, jumlah guru dengan siswa di Indonesia bisa jadi sudah baik. Tetapi nyatanya belum ada pemertaan. Guru-guru banyak di perkotaan, sementara ada kekurangan di daerah tertentu.
Selain kekurangan Unifah menjelaskan masih ada persoalan lain di sektor guru. Seperti ketidakmampuan sejumlah guru merespon perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan lainnya adalah beragam tugas administrasi dinilai membuat guru pusing. Tugas administrasi itu diantaranya terkait dengan kenaikan pangkat, syarat memperoleh tunjangan profesi, serta upaya penyetaraan (inpassing) bagi guru swasta. Dia berharap ada penyederhanaan administrasi guru, sehingga guru lebih fokus mengajar di kelas. (syn/wan)