JAKARTA – Lansiran 200 nama mubalig oleh Kementerian Agama (Kemenag) masih terus menulai polemik. Bahkan sebagian mubalig yang namanya tercantum, menyampaikan rasa tidak suka. Kepada mereka, Menag Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan permintaan maaf.
Lukman tidak menutup mata ada mubalig yang merasa tidak nyaman karena namanya masuk dalam daftar rilis Kemenag tersebut. ’’Atas nama Kementerian Agama, selaku Menteri Agama, saya memohon maaf kepada nama yang ada di rilis. Yang merasa tidak nyaman namanya ada di sana,’’ katanya di Jakarta kemarin (21/5/2018).
Lebih lanjut Lukman mengatakan Kemenag hanya menyampaikan rilis rekapitulasi nama-nama mubalig usulan dari masyarakat. Dia menegaskan Kemenag tidak melakukan seleksi, akreditasi, maupun standardisasi terkait keluarnya 200 nama mubalig itu. Dia meyakinkan masyarakat bahwa Kemenag akan terus menerima usulan dari masyarakat dan meng-updatedaftar mubalig tersebut.
Jawa Pos sudah berusaha meminta rekapitulasi terbaru setelah nomor WhatsApp usulan dibuka sejak Jumat lalu (18/5). Namun Kemenag belum bersedia menyampaikannya. Alasannya masih dalam proses rekapitulasi.
Lebih lanjut Lukman menyampaikan tidak ada niatan politis dalam penyampaikan daftar 200 nama mubalig itu. Sebab nama-nama itu masuk dari usulan pengurus masjid besar dan ormas keagamaan Islam. Dia juga menyinggung adanya mubalig dengan jutaan viewer di jagad media online tetapi tidak masuk dalam daftar.
’’Itu bukti tidak ada motif politik di sini,’’ ungkap Lukman. Sebab jika Kemenag memiliki niat politik, maka mubalig dengan jutaan viewer itu akan dimasukkan dalam daftar 200 mubalig mereka.
Diantara mubalig yang menyampaikan rasa tidak suka namanya masuk dalam daftar adalah Ustadz Fahmi Salim. Dia menyampaikan permintaan supaya namanya dikeluarkan dalam daftar 200 mubalig itu. Sebab menurut dia, daftar itu berpotensi membuat syak wasangka dan distrust di tengah umat. ’’Saya tidak ingin menjadi bagian dari kegaduhan tersebut yang kontraproduktif dengan dakwah Islam di tanah air,’’ jelasnya.
Dia menegaskan tidak pernah mendaftar atau meminta diusulkan masuk dalam daftar Kemenag itu. Fahmi menjelaskan dirinya insyallah memiliki idealism dalam berdakwah. Dia mengatakan kecintaannya terhadap NKRI tidak perlu dipamerkan dan diteriakkan. ’’Silahkan simak isi khutbah, ceramat, dan tausiyah kajian saya,’’ tuturnya.
Terpisah, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menegaskan bahwa daftar mubalig yang dikeluarkan itu hanya sebatas rekomendasi. Nah, rekomendasi diserahkan pada penilaian masyarakat.
”Jadi apakah ingin diikuti atau tidak itu bagaimana kemudian semua orang bisa menilainya. Itu hanya rekomendasi,” kata Puan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid meminta Menag untuk membatalkan daftar 200 mubaligh yang dirilis pekan lalu. Sodik menilai momen pengumuman itu tidak tepat, karena pemerintah tengah disibukkan isu terorisme, termasuk proses penetapan yang tidak memperhatikan transparansi, kompetensi dan reputasi.
"Saya minta Menag untuk tidak ragu menganulir, ini kado ramadhan yang tidak bagus dari pak Menteri," kata Sodik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (21/5).
Menurut Sodik, selama mubaligh mengajarkan agama Islam dan berpedoman pada empat pilar kebangsaan, tidak perlu sampai membuat daftar semacam itu. Sodik menilai banyak mubaligh yang tidak masuk daftar, justru memiliki kompetensi dan reputasi di mata masyarakat.
"Prof Miftah Farid, Prof Abdul Somad masa gak komit (empat pilar kebangsaan, red). Sebaiknya hentikan, karena sekarang muncul stigma mubaligh plat merah dan bukan, ini malah bikin gak enak," kata legislator Fraksi Partai Gerindra itu.
Sodik justru mendukung apabila dibentuk sistem sertifikasi untuk para Mubaligh. Namun, sertifikasi itu dilakukan demi peningkatan kualitas dan mutu, bukan dalam konteks membatasi hak bicara dan daya kritis pada pemerintah.
"Yang melakukan sertifikasi bukan pemerintah, tapi MUI," tandasnya.
Sementara itu,
Founder Wahid Institute Yenny Wahid menambahkan selama Kemenag membuka diri menerima masukan dari masyarakat maka kegaduhan-kegaduhan itu perlu dimitigasi. Karena aspirasi yang muncul itu untuk memperbaiki daftar tersebut. ”Saya khusnu dzan aja berniat baik melihat berprasangka baik kepada Kemenag. mungkin Kemenag ingin menjawab kebutuhan masyarakat,” kata dia.
Yenny mengungkapkan yang terpenting perlu diperjelas kriteria atau indikator yang dipergunakan dalam pemilihan mubalig tersebut. Sehingga masyarakt bisa memberikan masukan siapa saja mubalig yang bagus. ”Tidak mungkin mubalig yang bagus di Indonesia hanya 200 orang. pasti jauh Lebih banyak dari itu,” tegas dia. (wan/bay/jun)
Lukman tidak menutup mata ada mubalig yang merasa tidak nyaman karena namanya masuk dalam daftar rilis Kemenag tersebut. ’’Atas nama Kementerian Agama, selaku Menteri Agama, saya memohon maaf kepada nama yang ada di rilis. Yang merasa tidak nyaman namanya ada di sana,’’ katanya di Jakarta kemarin (21/5/2018).
Lebih lanjut Lukman mengatakan Kemenag hanya menyampaikan rilis rekapitulasi nama-nama mubalig usulan dari masyarakat. Dia menegaskan Kemenag tidak melakukan seleksi, akreditasi, maupun standardisasi terkait keluarnya 200 nama mubalig itu. Dia meyakinkan masyarakat bahwa Kemenag akan terus menerima usulan dari masyarakat dan meng-updatedaftar mubalig tersebut.
Jawa Pos sudah berusaha meminta rekapitulasi terbaru setelah nomor WhatsApp usulan dibuka sejak Jumat lalu (18/5). Namun Kemenag belum bersedia menyampaikannya. Alasannya masih dalam proses rekapitulasi.
Lebih lanjut Lukman menyampaikan tidak ada niatan politis dalam penyampaikan daftar 200 nama mubalig itu. Sebab nama-nama itu masuk dari usulan pengurus masjid besar dan ormas keagamaan Islam. Dia juga menyinggung adanya mubalig dengan jutaan viewer di jagad media online tetapi tidak masuk dalam daftar.
’’Itu bukti tidak ada motif politik di sini,’’ ungkap Lukman. Sebab jika Kemenag memiliki niat politik, maka mubalig dengan jutaan viewer itu akan dimasukkan dalam daftar 200 mubalig mereka.
Diantara mubalig yang menyampaikan rasa tidak suka namanya masuk dalam daftar adalah Ustadz Fahmi Salim. Dia menyampaikan permintaan supaya namanya dikeluarkan dalam daftar 200 mubalig itu. Sebab menurut dia, daftar itu berpotensi membuat syak wasangka dan distrust di tengah umat. ’’Saya tidak ingin menjadi bagian dari kegaduhan tersebut yang kontraproduktif dengan dakwah Islam di tanah air,’’ jelasnya.
Dia menegaskan tidak pernah mendaftar atau meminta diusulkan masuk dalam daftar Kemenag itu. Fahmi menjelaskan dirinya insyallah memiliki idealism dalam berdakwah. Dia mengatakan kecintaannya terhadap NKRI tidak perlu dipamerkan dan diteriakkan. ’’Silahkan simak isi khutbah, ceramat, dan tausiyah kajian saya,’’ tuturnya.
Terpisah, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menegaskan bahwa daftar mubalig yang dikeluarkan itu hanya sebatas rekomendasi. Nah, rekomendasi diserahkan pada penilaian masyarakat.
”Jadi apakah ingin diikuti atau tidak itu bagaimana kemudian semua orang bisa menilainya. Itu hanya rekomendasi,” kata Puan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid meminta Menag untuk membatalkan daftar 200 mubaligh yang dirilis pekan lalu. Sodik menilai momen pengumuman itu tidak tepat, karena pemerintah tengah disibukkan isu terorisme, termasuk proses penetapan yang tidak memperhatikan transparansi, kompetensi dan reputasi.
"Saya minta Menag untuk tidak ragu menganulir, ini kado ramadhan yang tidak bagus dari pak Menteri," kata Sodik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (21/5).
Menurut Sodik, selama mubaligh mengajarkan agama Islam dan berpedoman pada empat pilar kebangsaan, tidak perlu sampai membuat daftar semacam itu. Sodik menilai banyak mubaligh yang tidak masuk daftar, justru memiliki kompetensi dan reputasi di mata masyarakat.
"Prof Miftah Farid, Prof Abdul Somad masa gak komit (empat pilar kebangsaan, red). Sebaiknya hentikan, karena sekarang muncul stigma mubaligh plat merah dan bukan, ini malah bikin gak enak," kata legislator Fraksi Partai Gerindra itu.
Sodik justru mendukung apabila dibentuk sistem sertifikasi untuk para Mubaligh. Namun, sertifikasi itu dilakukan demi peningkatan kualitas dan mutu, bukan dalam konteks membatasi hak bicara dan daya kritis pada pemerintah.
"Yang melakukan sertifikasi bukan pemerintah, tapi MUI," tandasnya.
Sementara itu,
Founder Wahid Institute Yenny Wahid menambahkan selama Kemenag membuka diri menerima masukan dari masyarakat maka kegaduhan-kegaduhan itu perlu dimitigasi. Karena aspirasi yang muncul itu untuk memperbaiki daftar tersebut. ”Saya khusnu dzan aja berniat baik melihat berprasangka baik kepada Kemenag. mungkin Kemenag ingin menjawab kebutuhan masyarakat,” kata dia.
Yenny mengungkapkan yang terpenting perlu diperjelas kriteria atau indikator yang dipergunakan dalam pemilihan mubalig tersebut. Sehingga masyarakt bisa memberikan masukan siapa saja mubalig yang bagus. ”Tidak mungkin mubalig yang bagus di Indonesia hanya 200 orang. pasti jauh Lebih banyak dari itu,” tegas dia. (wan/bay/jun)