JAKARTA – Kebijakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) hanya jadi cerita bagi sebagian besar guru honorer di daerah. Mereka tidak terlalu berharap bisa mendapatkan tambahan penghasilan yang setidaknya satu kali gaji pokok. Guru honorer biasanya hanya mendapatkan bingkisan Lebaran.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menuturkan belum semua pemerintah daerah memberikan perhatian kepada guru honorer terutama terkait THR. Guru-guru tersebut biasanya hanya mendapatkan semacam bingkisan lebaran. ”Sebatas bingkisan Satu paket sembako, kue, biskuit, sirup. Biasanya senilai Rp 250 ribu. Itu sudah dianggap THR,” ujar Heru pada Jawa Pos, kemarin (27/5/2018).
Maka, ketika sedang ramai pemberian THR untuk PNS dan pensiunan para guru honorer juga berharap mendapatkan perhatian dari pemerintah. Meskipun, sebenarnya mereka juga menyadari bahwa menjadi guru itu bentuk pengabdian sosial. ”Beda dengan kerja di perusahaan yang berorientasi profit,” tambah dia.
Apalagi guru honorer itu tidak semua berada di sekolah-sekolah negeri. Tapi, berada di sekolah swasta. Di sekolah negeri pun tergantung pula pada kebijakan pemerintah daerah.
”Misalnya kalau Pemda itu anggaran untuk belanja pegawainya sudah lebih dari 60 atau 70 persen tentu akan memberatkan lagi kalau menganggarkan untuk THR guru honorer,” tambah Heru.
Meskipun, lanjut dia, ada daerah yang punya APBD besar seperti DKI Jakarta yang memberikan perhatian lebih kepada guru honorer. Informasi yang dia dapatkan para guru itu mendapatkan tambahan satu kali gaji. ”Kalau di Jakarta guru honorer itu kan yang terikat dengan kontrak kerja itu THR setara dengan UMR yang ada,” ungkap dia.
Dalam keterangan tertulisnya Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kebijakan bagi tenaga honorer daerah diserahkan pada pemda. kebijakan THR untuk guru tidak termasuk tunjangan profesi guru (TPG) atau tunjangan khusus guru di daerah terpencil (TKG).
Selain itu, Pemprov dapat memberikan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) kepada PNSD, termasuk Guru, berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan memperoleh persetujuan DPRD. ”Kebijakan pemberian TPP bagi Guru di masing-masing daerah berbeda-beda, ada daerah yang memberikan TPP dan TPG/TKG kepada Guru, dan ada daerah yang tidak memberikan TPP, karena guru sudah mendapatkan TPG/TKG,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani. (jun)
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menuturkan belum semua pemerintah daerah memberikan perhatian kepada guru honorer terutama terkait THR. Guru-guru tersebut biasanya hanya mendapatkan semacam bingkisan lebaran. ”Sebatas bingkisan Satu paket sembako, kue, biskuit, sirup. Biasanya senilai Rp 250 ribu. Itu sudah dianggap THR,” ujar Heru pada Jawa Pos, kemarin (27/5/2018).
Maka, ketika sedang ramai pemberian THR untuk PNS dan pensiunan para guru honorer juga berharap mendapatkan perhatian dari pemerintah. Meskipun, sebenarnya mereka juga menyadari bahwa menjadi guru itu bentuk pengabdian sosial. ”Beda dengan kerja di perusahaan yang berorientasi profit,” tambah dia.
Apalagi guru honorer itu tidak semua berada di sekolah-sekolah negeri. Tapi, berada di sekolah swasta. Di sekolah negeri pun tergantung pula pada kebijakan pemerintah daerah.
”Misalnya kalau Pemda itu anggaran untuk belanja pegawainya sudah lebih dari 60 atau 70 persen tentu akan memberatkan lagi kalau menganggarkan untuk THR guru honorer,” tambah Heru.
Meskipun, lanjut dia, ada daerah yang punya APBD besar seperti DKI Jakarta yang memberikan perhatian lebih kepada guru honorer. Informasi yang dia dapatkan para guru itu mendapatkan tambahan satu kali gaji. ”Kalau di Jakarta guru honorer itu kan yang terikat dengan kontrak kerja itu THR setara dengan UMR yang ada,” ungkap dia.
Dalam keterangan tertulisnya Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa kebijakan bagi tenaga honorer daerah diserahkan pada pemda. kebijakan THR untuk guru tidak termasuk tunjangan profesi guru (TPG) atau tunjangan khusus guru di daerah terpencil (TKG).
Selain itu, Pemprov dapat memberikan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) kepada PNSD, termasuk Guru, berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan memperoleh persetujuan DPRD. ”Kebijakan pemberian TPP bagi Guru di masing-masing daerah berbeda-beda, ada daerah yang memberikan TPP dan TPG/TKG kepada Guru, dan ada daerah yang tidak memberikan TPP, karena guru sudah mendapatkan TPG/TKG,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani. (jun)