KAZAN – Jerman kembali seperti 24 tahun lalu. Seperti pada Piala Dunia 1994. Lambat panas bak panser. Sama seperti julukannya, Der Panzer. Beda 180 derajat seperti Jerman-nya Joachim Loew 12 tahun terakhir yang perlahan meninggalkan mitos bak panser. Seperti saat Piala Dunia 2010 dan 2014.
Nah setelah meraup sukses di Piala Dunia 2014, Die Mannschaft -julukan Jerman- masih mencoba meraba wajah berbeda generasi keduanya. Manuel Neuer dkk ditantang menunjukkan itu saat melawan Korsel dalam laga penentu kelolosannya ke 16 Besar, di Kazan Arena, Kazan, Rabu malam nanti, 27 Juni 2018 (Siaran Langsung Trans TV pukul 21.00 WIB).
"Generasi ini akan coba membuktikannya," koar gelandang Toni Kroos seperti dikutip di situs Blickpunkt-Nienburg. Kroos satu dari delapan pemain dari generasi juara dunia 2014 yang masih dipertahankan Jogi -sapaan akrab Loew. Selain Kroos, masih ada Neuer, Mats Hummels, Mesut Oezil, Thomas Mueller, Jerome Boateng, Sami Khedira, dan Mathias Ginter.
Kroos pun termasuk dalam starting eleven dalam final di Maracana. "Saya tahu apa yang dibaca orang Jerman tentang kami semuanya negatif, silakan Anda mengkritik. Tetapi apa yang kami alami ini tak mudah. Kami akan coba lebih all out hari itu (malam nanti WIB)," lanjutnya. Kroos termasuk satu problem penyebab lambatnya Jerman.
Gelandang 85 caps Jerman itu jadi sentral permainan. Di satu sisi, duet Kroos-Khedira di posisi double pivot sudah tak ideal untuk merebut bola dari lawan. Khedira sudah terlalu lambat untuk melakukannya, begitu pula dengan Kroos yang sudah terlalu banyak beban di pundaknya dalam skema menyerang dan bertahan.
Tak ada variasi lain. Dan lawan pun cukup dengan melakukan man to man marking pada Kroos, maka permainan Jerman takkan berkembang. Meksiko dan Swedia sudah membuktikan. Sama seperti tahun ini, di Piala Dunia 2014 pun Kroos juga punya peran sentral. Bedanya, pada saat itu dia lebih ke nomor 10. Jerman tak punya pelindung di depan back four-nya.
Selain secara personal, gaya taktikal Loew pun juga masih tak berubah. Soal formasinya, Loew belum move on dari pakem 4-2-3-1. Variasi masih lebih ke posisi pemainnya. Contohnya, menggeser Mueller dari peran nomor 10 lebih melebar ke kanan. Sementara, peran nomor 10 di Jerman diberikan ke Marco Reus.
Timo Werner yang sebelumnya diplot sebagai striker digeser ke kiri. Padahal, Turbotimo bukan tipikal pelari seperti Julian Draxler atau Leroy Sane yang tak diboyong Loew. Oezil atau dengan Reus-Mueller, Jerman sulit membongkar defense lawan. "Jika saya boleh memilih, saya lebih memilih bermain sebagai striker, bukan pemain sayap," ungkap Werner, dikutip Sport 1.
Tak hanya lambat dalam menyerang, begitu pula dalam transisi ke bertahan. Selain tidak ada pelindung dari lini tengah, Boateng-Hummels sebagai duet centre back senior sudah terlalu lambat. Apalagi jika berhadapan dengan situasi counter attack, situasi yang disebut Werner bisa terjadi malam nanti WIB. "Mereka cepat, gesit, seperti Son Heung-min," tutur striker yang baru 16 caps itu.
Reus secara terpisah mengklaim, Loew telah memikirkan solusi meredam counter attack Taegeuk Warriors -julukan Korsel. "Kami harus lebih bebas dalam bermain, seperti ketika kami memenangi laga melawan Swedia. Stop melihat kelebihan lawan," beber pemain yang absen di Piala Dunia 2014 karena cedera parah itu. Berapa skornya? "Bukan 1-0, tapi lebih besar," klaim Reus. (ren)
Nah setelah meraup sukses di Piala Dunia 2014, Die Mannschaft -julukan Jerman- masih mencoba meraba wajah berbeda generasi keduanya. Manuel Neuer dkk ditantang menunjukkan itu saat melawan Korsel dalam laga penentu kelolosannya ke 16 Besar, di Kazan Arena, Kazan, Rabu malam nanti, 27 Juni 2018 (Siaran Langsung Trans TV pukul 21.00 WIB).
"Generasi ini akan coba membuktikannya," koar gelandang Toni Kroos seperti dikutip di situs Blickpunkt-Nienburg. Kroos satu dari delapan pemain dari generasi juara dunia 2014 yang masih dipertahankan Jogi -sapaan akrab Loew. Selain Kroos, masih ada Neuer, Mats Hummels, Mesut Oezil, Thomas Mueller, Jerome Boateng, Sami Khedira, dan Mathias Ginter.
Kroos pun termasuk dalam starting eleven dalam final di Maracana. "Saya tahu apa yang dibaca orang Jerman tentang kami semuanya negatif, silakan Anda mengkritik. Tetapi apa yang kami alami ini tak mudah. Kami akan coba lebih all out hari itu (malam nanti WIB)," lanjutnya. Kroos termasuk satu problem penyebab lambatnya Jerman.
Gelandang 85 caps Jerman itu jadi sentral permainan. Di satu sisi, duet Kroos-Khedira di posisi double pivot sudah tak ideal untuk merebut bola dari lawan. Khedira sudah terlalu lambat untuk melakukannya, begitu pula dengan Kroos yang sudah terlalu banyak beban di pundaknya dalam skema menyerang dan bertahan.
Tak ada variasi lain. Dan lawan pun cukup dengan melakukan man to man marking pada Kroos, maka permainan Jerman takkan berkembang. Meksiko dan Swedia sudah membuktikan. Sama seperti tahun ini, di Piala Dunia 2014 pun Kroos juga punya peran sentral. Bedanya, pada saat itu dia lebih ke nomor 10. Jerman tak punya pelindung di depan back four-nya.
Selain secara personal, gaya taktikal Loew pun juga masih tak berubah. Soal formasinya, Loew belum move on dari pakem 4-2-3-1. Variasi masih lebih ke posisi pemainnya. Contohnya, menggeser Mueller dari peran nomor 10 lebih melebar ke kanan. Sementara, peran nomor 10 di Jerman diberikan ke Marco Reus.
Timo Werner yang sebelumnya diplot sebagai striker digeser ke kiri. Padahal, Turbotimo bukan tipikal pelari seperti Julian Draxler atau Leroy Sane yang tak diboyong Loew. Oezil atau dengan Reus-Mueller, Jerman sulit membongkar defense lawan. "Jika saya boleh memilih, saya lebih memilih bermain sebagai striker, bukan pemain sayap," ungkap Werner, dikutip Sport 1.
Tak hanya lambat dalam menyerang, begitu pula dalam transisi ke bertahan. Selain tidak ada pelindung dari lini tengah, Boateng-Hummels sebagai duet centre back senior sudah terlalu lambat. Apalagi jika berhadapan dengan situasi counter attack, situasi yang disebut Werner bisa terjadi malam nanti WIB. "Mereka cepat, gesit, seperti Son Heung-min," tutur striker yang baru 16 caps itu.
Reus secara terpisah mengklaim, Loew telah memikirkan solusi meredam counter attack Taegeuk Warriors -julukan Korsel. "Kami harus lebih bebas dalam bermain, seperti ketika kami memenangi laga melawan Swedia. Stop melihat kelebihan lawan," beber pemain yang absen di Piala Dunia 2014 karena cedera parah itu. Berapa skornya? "Bukan 1-0, tapi lebih besar," klaim Reus. (ren)