• Berita Terkini

    Sabtu, 02 Juni 2018

    Merapi Batuk Dua Menit, Warga Panik

    radarsolo
    KLATEN – Letusan freaktif Gunung Merapi kembali terjadi pada Jumat (1/6) sekitar pukul 08.20 WIB. Kali ini Gunung Merapi bergeliat dengan durasi sekitar dua menit, sedangkan tinggi letusan mencapai 6.000 meter dan terlihat secara visual karena pagi itu cuaca terlihat cerah. Tinggi kolom erupsi yang melebihi 6000 meter membuat peringatan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) merah dikeluarkan. Bandara Adi Sumarmo Solo dan Bandara Ahmad Yani Semarang ditutup.
    Namun tadi malam, dua bandara tersebut kembali beroperasi.

    Tak hanya itu, letusan freatik kali ini lebih  besar dari letusan-letusan sebelumnya sehingga membuat warga yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) III sempat panik berlarian. Mereka mengendarai kendaraan motor berboncengan dengan begitu kencang menuju halaman Kantor Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten. Warga mencoba mengamankan diri dari dampak letusan itu sebagian besar dari Desa Sidorejo yang jaraknya hanya 4 Km dari Merapi.


    Salah satu warga yang menenangkan diri di halaman Kantor Kecamatan Kemalang adalah Priyo Pamungkas, 32. Sambil mengenakan masker dirinya menceritakan jika letusan Merapi terjadi secara tiba-tiba sambil mengeluarkan asap tebal.


    "Saat itu saya sedang memasang batu bata di rumah sedangkan istri mencari rumput. Tentunya kami khawatir jika terjadi apa-apa. Makanya itu bersama istri dan anak langsung naik motor meninggalkan rumah menuju ke bawah,"jelas Priyo saat ditemui di Kantor Kecamatan Kemalang, Jumat (1/6/2018).


    Lebih lanjut, Priyo menceritakan jika letusan Merapi kali ini terasa berbeda jika dibandingkan dengan sebelumnya. Kali ini diikuti getaran selama lima detik hingga akhirnya asap tebal membumbung tinggi. Dirinya juga merasakan bau seperti belerang yang diduga berasal dari letusan Merapi tersebut.


    Tanpa berpikir panjang lagi Priyo bersama istri dan anaknya langsung mengendarai sepeda motornya untuk mengamankan diri. Pihaknya memilih Kantor Kecamatan Kemalang untuk menenangkan diri sambil melihat perkembangan Merapi. Saat itu rumah ditinggal dalam keadaan kosong dan hanya meninggalkan dua ekor sapinya di kandang.

    "Saat tadi turun ke bawah tadi baunya masih begitu menyengat. Karena khawatir kalau terkena wedhus gembel langsung turun ke bawah saja. Soalnya tadi asapnya sudah seakan-akan di atas rumah kami," jelasnya.


    Di Boyolali, sejumlah desa di Kecamatan Selo terkena hujan abu vulkanik. Warga Stabelan dan Takeran yang merupakan perkampungan terdekat dengan puncak Gunung Merapi hingga kemarin masih bertahan di pengungsian. Sementara sebagian kembali pulang setelah letusan mereda.

    Ada 580 warga mengungsi, terutama wanita dan anak- anak di Penampungan Pengungsi Sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo. Tampak gurat sedih dan trauma atas peristiwa alam yang baru terjadi.

    Menurut warga, getaran akibat letusan kali lebih besar dibandingkan dengan letusan-letusan sebelumnya. “Kami sangat takut dan trauma. Sampai tak bisa berkata apa-apa,” kata Parimin, 45, pengungsi asal Dusun Stabelan ditemui di lokasi pengungsian kemarin.

    Dia mengaku saat kejadian dirinya sedang mencangkul di ladang. Di tengah-tengah mencangkul terjadi getaran bumi cukup kencang. Tak berselang lama kemudian kepulan asap tebal membumbung tinggi dari pucak Merapi. “Kami langsung bergegas pulang dan terus melihat puncak Merapi,” katanya.

    Di bagian lain, warga Desa Jrakah dan Klakah saat kejadian juga sempat panik luar biasa.  Mereka juga bergegas untuk mengungsi ke lokasi yang sudah disiapkan.
    “Warga tadi sempat panik karena terdengar dentaman keras dan arah abu mengarah ke sini. Warga sudah berkumpul untuk bersiap mengungsi jika diperlukan,” ujar  Kani Nur Rohman, 50, warga Dusun Jurangjero, Desa Jrakah.

    Meski panik, warga di sekitar Pos Pemantauan Gunung Api Jrakah itu hanya berkumpul dan memantau perkembangan Merapi. Bahkan di wilayahnya juga kedatangan sejumlah warga dari desa lain. “Tadi warga Dusun Bangunsari, Desa Klakah sudah lari semua ke sini dan sebagian ke Jrakah,” imbuh Kani.

    Terkait hujan abu, setidaknya ada tujuh desa di wilayah Selo yang terkena dampaknya. Antara lain Desa Tlogolele, Jrakah, Klakah, Selo dan Samiran.
    Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman DIY, Makwan mengatakan, Gunung Merapi masih pada status waspada atau level II. Untuk itu sesuai dengan intruksi PVMBG, kegiatan pendakian tidak diperbolehkan. Warga pun diminta tidak melakukan aktivitas di radius 3 km dari puncak gunung.


    ”Berdasarkan surat edaran tentang pembukaan objek wisata di kawasan taman nasional Gunung Merapi, kawasan objek wisata buka,” tutur Makwan. Akibat letusan ini BPBD Sleman meminta agar masyarakat tidak panik.


    Letusan kemarin diperkirakan hujan abu vulkanik jatuh di sisi barat. Sebab arah angin dominan ke barat daya. Akibat letuan tersebut adalah ditutupnya Bandara Adi Sumarmo Solo dan Bandara Ahmad Yani Semarang.


    Terpisah, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan masyarakat di sekitar puncak belum perlu mengungsi sebab status Gunung Merapi masih tetap Waspada atau Level II. Masyarakat juga diminta untuk tetap tenang dan tak berkegiatan dalam jarak tiga kilometer dari puncak Gunung merapi.
    Selain itu, kegiatan pendakian di Gunung Merapi untuk sementara tidak disarankan, kecuali guna kepentingan penyelidikan dan penelitian berkaitan dengan mengurangi dampak bencana.

    "Masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana III mohon meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas Gunung Merapi," tuturnya, Jumat (1/6).
    Sutopo menyarankan masyarakat menggunakan alat pelindung diri saat berkegiatan di luar rumah seperti masker, kacamata, jaket, penutup kepala, dan alas kaki bila terjadi hujan abu.

    Terakhir, ia juga meminta masyarakat tidak terpancing isu-isu mengenai letusan Gunung Merapi yang tak jelas sumbernya dan tetap mengikuti arahan aparat pemerintah dan pemerintah daerah. (lyn/idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top