KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Adanya sistem zonasi dan kewajiban SMA/SMK menerima 20 persen siswa kurang mampu (miskin) pada PPDB tahun 2018 ini, menjadi polemik. Ini setelah ada sebagian orang tua wali memanfaatkan segala cara agar anaknya dapat diterima di sekolah favorit.
Salah satunya, adanya kasus orang tua masuk kategori mampu secara ekonomi memilih mencari surat keterangan miskin (SKTM) agar anaknya dapat diterima di sekolah yang diinginkan.
Salah satu wali murid di Kebumen yang enggan disebut nama ini misalnya. Awalnya pihaknya optimis jika anaknya dapat masuk sekolah SMK Negeri di Kebumen karena memang nilainya lumayan bagus.
Namun harapannya itu menipis saat memantau jurnal. Dari hari ke hari, peringkat anaknya terus turun. “Yang bikin kecewa, ini terjadi karena anak saya kalah dari pendaftar lain yang menggunakan surat keterangan miskin (SKTM). Masa agar anak saya diterima maka harus membuat SKTM,” ucapnya.
Persoalan ini juga menjadi topik utama di sejumlah media sosial. Mereka mengeluhkan aturan ini, sebab dinilai tidak adil. "Nilai siswa menjadi tak berguna karena kalah dengan SKTM," kata salah satu wali.
Pengawas SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Warjan SPd SH MM menyampaikan adanya ketentuan tersebut mewajibkan sekolah menerima 20 persen dari jumlah siswa. “Peraturannya memang seperti itu, sedangkan sekolah tidak dapat berbuat banyak selain mematuhi aturan yang ada,” tuturnya, Kamis (6/7/2018).
Dari Jakarta, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim, menyampaikan adanya Klasifikasi di Sitem Zonasi
sebenarnya diharapkan akan menghapuskan ketimpangan antara sekolah favorit dan non favorit.
Namun praktiknya masih saja ditemukan pengkelasan dalam sistem zonasi tersebut. IGI, katanya, memberikan dukungan dan setuju dengan sistem zonasi yang diberlakukan oleh Kemendikbud.
Sebab sistem lama membuat ada pengkelasan sekolah favorit dengan yang tidak favorit. "Akhirnya orang tua menginginkan anaknya masuk ke sekolah favorit itu dengan segala cara. Selain itu Pemda juga memberikan perhatian lebih hanya ke sekolah favorit dengan memberikan fasilitas yang baik dan guru yang mumpuni," katanya.
Setelah PPDB dengan sistem zonasi ini berjalan, apa evaluasi dari IGI?
" Setelah jalan ternyata masih ada klasifikasi dalam zonasi tersebut. Masih ada sekolah yang dikatakan favorit dalam zona itu. Masih ada penilaian sekolah tingkat satu mana, tingkat dua mana," katanya.
Pemerintah pun tidak merespon dengan jelas permasalah yang sudah ada. "Misalnya yang tidak ada sekolah ya diadakan, yang sekolahnya ngumpul dalam satu zona ya digeser. Selain itu dengan zonasi ini malah ada persyaratan yang ribet. Kami menemukan di lapangan ada syarat kartu keluarga dilegalisir, harus ada surat bebas narkoba dan sebagainya," imbuhnya.(mam/cah/jpnn)
Salah satunya, adanya kasus orang tua masuk kategori mampu secara ekonomi memilih mencari surat keterangan miskin (SKTM) agar anaknya dapat diterima di sekolah yang diinginkan.
Salah satu wali murid di Kebumen yang enggan disebut nama ini misalnya. Awalnya pihaknya optimis jika anaknya dapat masuk sekolah SMK Negeri di Kebumen karena memang nilainya lumayan bagus.
Namun harapannya itu menipis saat memantau jurnal. Dari hari ke hari, peringkat anaknya terus turun. “Yang bikin kecewa, ini terjadi karena anak saya kalah dari pendaftar lain yang menggunakan surat keterangan miskin (SKTM). Masa agar anak saya diterima maka harus membuat SKTM,” ucapnya.
Persoalan ini juga menjadi topik utama di sejumlah media sosial. Mereka mengeluhkan aturan ini, sebab dinilai tidak adil. "Nilai siswa menjadi tak berguna karena kalah dengan SKTM," kata salah satu wali.
Pengawas SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Warjan SPd SH MM menyampaikan adanya ketentuan tersebut mewajibkan sekolah menerima 20 persen dari jumlah siswa. “Peraturannya memang seperti itu, sedangkan sekolah tidak dapat berbuat banyak selain mematuhi aturan yang ada,” tuturnya, Kamis (6/7/2018).
Dari Jakarta, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim, menyampaikan adanya Klasifikasi di Sitem Zonasi
sebenarnya diharapkan akan menghapuskan ketimpangan antara sekolah favorit dan non favorit.
Namun praktiknya masih saja ditemukan pengkelasan dalam sistem zonasi tersebut. IGI, katanya, memberikan dukungan dan setuju dengan sistem zonasi yang diberlakukan oleh Kemendikbud.
Sebab sistem lama membuat ada pengkelasan sekolah favorit dengan yang tidak favorit. "Akhirnya orang tua menginginkan anaknya masuk ke sekolah favorit itu dengan segala cara. Selain itu Pemda juga memberikan perhatian lebih hanya ke sekolah favorit dengan memberikan fasilitas yang baik dan guru yang mumpuni," katanya.
Setelah PPDB dengan sistem zonasi ini berjalan, apa evaluasi dari IGI?
" Setelah jalan ternyata masih ada klasifikasi dalam zonasi tersebut. Masih ada sekolah yang dikatakan favorit dalam zona itu. Masih ada penilaian sekolah tingkat satu mana, tingkat dua mana," katanya.
Pemerintah pun tidak merespon dengan jelas permasalah yang sudah ada. "Misalnya yang tidak ada sekolah ya diadakan, yang sekolahnya ngumpul dalam satu zona ya digeser. Selain itu dengan zonasi ini malah ada persyaratan yang ribet. Kami menemukan di lapangan ada syarat kartu keluarga dilegalisir, harus ada surat bebas narkoba dan sebagainya," imbuhnya.(mam/cah/jpnn)