![]() |
fotoahmadsaefurrohman/ekspres |
Mereka yang dimintai keterangan kemarin diantaranya Susilanto, Muhson, Haryanto, Supriyadi Marsum, Suwarno, Sulchan Mustofa. Kemudian Edi Riyanto yang Mantan Ketua ULP dan Teguh Kristianto, Mantan Sekretaris ULP. Satu lagi, Ketua DPC PKB Kebumen, Zaeni Miftah.
Ke-9 saksi, diperiksa untuk tiga terdakwa sekaligus yakni Khayub M Lutfi, Bupati Kebumen non aktif Mohammad Yahya Fuad dan Hojin Ansori. Sebanyak 8 saksi diperiksa untuk perkara Khayub M Lutfi yang digelar pagi hari. Yakni Susilanto, Muhson, Haryanto, Supriyadi Marsum, Suwarno, Sulchan Mustofa, Edi Riyanto dan Teguh Kristianto.
Kemudian 4 diantaranya diperiksa untuk perkara Bupati Kebumen non aktif Mohammad Yahya Fuad dan Hojin Ansori yang digelar bersamaan. Yakni Susilanto, Sulchan Mustofa, Edi Riyanto dan Teguh Kristianto. Turut dimintai keterangan pada perkara Bupati dan Hojin, Ketua DPC PKB Kebumen, Zaeni Miftah.
Dalam sidang terungkap, adanya praktek ijon proyek pada proyek-proyek pembangunan yang ada di lingkungan Pemkab Kebumen. Prakteknya, para pengusaha jasa konstruksi atau pemborong memberikan sejumlah fee untuk memastikan mereka mendapatkan pekerjaan.
Besarannya 5-7 persen dari nilai proyek yang disetorkan kepada sejumlah pengusaha besar yang sudah disepakati atau kemudian diistilahkan dengan "Pokja" yang dikoordinatori Khayub M Lutfi, Barli Halim dan Hojin Ansori dan belakangan nama Zaeni Miftah turut serta. Sidang juga mengungkap para kontraktor ini mengakali proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Susilanto, kepada JPU KPK, menyampaikan, dia menyetor Rp 350 juta kepada terdakwa Khayub M Lutfi dan Rp 55 juta kepada Barli Halim. Rp 350 juta ini untuk proyek jalan bersumber DAK atau anggaran pusat di tiga titik dengan nilai Rp 6 miliar. Kemudian Rp 55 juta untuk revitalisasi Stadion Chandradimuka dengan nilai proyek Rp 800 juta bersumber APBD.
"Saya menyerahkan fee kepada Khayub karena beliau kontraktor senior di Kebumen. Saya juga mendengar Beliau mendapat proyek dari Bupati. Sedangkan Barli Halim karena beliau (mantan) Timses Bupati," aku Sulianto saat dikejar pertanyaan JPU KPK, Fitroh Roh Cahyanto.
Susilanto mengakui, dia juga punya cara sendiri untuk memenangi lelang pada ULP Setda Kebumen. Yakni dengan menggunakan perusahaan fiktif sebagai pembanding. Adanya perusahaan fiktif ini, tak hanya memastikan memenangi lelang. Sekaligus, membuat penawaran yang diajukan tetap tinggi. Seperti pada proyek pemerliharaan Jl Korowelang-MulyoSri, dia mendapatkan proyek senilai Rp 1,94 miliar dari pagu senilai 2 miliar.
"Saya dapat untung bersih 7 persen," akunya kembali dikejar JPU KPK.
Pengakuan serupa juga diungkapkan para saksi lain. Proses yang mereka lalui sama. Fee yang disepakati pun diseragamkan, yakni berkisar 5-7 persen dari nilai proyek."lima persen untuk pekerjaan gedung dan 7 persen untuk jalan," ujarnya.
JPU KPK, Fitroh Roh Cahyanto terlihat gemas mendengar pengakuan para saksi. Dia meminta praktek fee semacam ini tak lagi dilakukan di masa mendatang. Dengan adanya fee, jumlah anggaran yang dipakai untuk proyek dipastikan berkurang hingga sedikitnya 20 persen. "Pekerjaannya pasti tidak berkualitas. Masyarakat juga nanti yang dirugikan. Jangan diulangi lagi,ya, " kata Fitroh.
Seperti diberitakan, KPK mendakwakan Bupati Kebumen non aktif, Mohammad Yahya menerima gratifikasi senilai Rp 12,035 miliar pada tahun anggaran APBD 2016 dan APBD P 2016. Uang berupa fee proyek itu diterima melalui Khayub M Lutfi dan Timsesnya, Hojin Ansor, Barli Halim,Zaeni Miftah dan sejumlah nama lain. Sebagian uang itu ada juga yang dimasukkan ke rekening milik Yahya, yakni PT Tradha. Sebagian fee itu, seperti disampaikan Yahya Fuad mengalir juga ke pusat. Khayub yang Komisaris PT KAK itu juga rival Mohammad Yahya Fuad pada Pilkada Kebumen 2015 silam. (cah)