PATI – Sistem zonasi pada pelaksanaan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) SMP negeri di Kabupaten Pati berjalan semrawut. Beberapa SMP negeri Pati justru tak kebagian siswa.
Sementara siswa cerdas dari pinggiran terpaksa harus sekolah di tempat seadanya, karena tak bisa sekolah di kota akibat tersandung aturan zonasi.
Bupati Pati Haryanto mengaku, zonazi PPDB SMP membuat kesemrawutan di lapangan. Banyak komplain dari siswa dan orang tua. Pihaknya mengaku akan mengevaluasi hal ini. Lantaran peraturannya dari pusat, ia hanya bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat.
”Kabupaten hanya mengikuti peraturan dari pusat. Karena banyak terjadi permasalahan di lapangan, maka ke depan kami akan memberikan masukan pusat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)," katanya.
Menurutnya, PPDB seperti tahun sebelumnya bisa berjalan dengan baik. Sistemnya bisa diranking seperti yang sudah berjalan seperti sebelumnya. Jika memakai zonasi, justru membuat sekolah negeri di perkotaan tak kebagian siswa. Salah satunya di SMPN 6 Pati.
”Masak SMP perkotaan hanya mendapatkan 35 siswa tahun ini. Biasanya mendapatkan siswa 200 sampai 300. SMP di kota kok malah siswanya kalah banyak dengan SMP Puncakwangi 2," jelasnya.
Terpisah, Kepala SMPN 6 Pati Juwanto mengaku, kuota PPDB untuk sekolahnya ada 224 kursi. Namun yang mendaftar hanya 42 dan hanya 35 yang daftar ulang. Kekurangan siswa ini menjadikan guru memenuhi jam mengajar. Akibatnya, sebagian guru memilih pindah ke SMP lain dan mencari jam tambahan mengajar ke sekolah lain.
”Guru yang mengajarnya kurang ada yang masuk ke SMPN 1 pati, SMPN 7 Pati, dan sekolah lainnya. Ada yang guru IPA, matematika, olahraga, dan seni budaya. Walaupun kekurangan siswa, namun pembelajaran tetap berjalan. Kami menggunakan Kurikulum K13," ungkapnya. (put/lin)
Sementara siswa cerdas dari pinggiran terpaksa harus sekolah di tempat seadanya, karena tak bisa sekolah di kota akibat tersandung aturan zonasi.
Bupati Pati Haryanto mengaku, zonazi PPDB SMP membuat kesemrawutan di lapangan. Banyak komplain dari siswa dan orang tua. Pihaknya mengaku akan mengevaluasi hal ini. Lantaran peraturannya dari pusat, ia hanya bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat.
”Kabupaten hanya mengikuti peraturan dari pusat. Karena banyak terjadi permasalahan di lapangan, maka ke depan kami akan memberikan masukan pusat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)," katanya.
Menurutnya, PPDB seperti tahun sebelumnya bisa berjalan dengan baik. Sistemnya bisa diranking seperti yang sudah berjalan seperti sebelumnya. Jika memakai zonasi, justru membuat sekolah negeri di perkotaan tak kebagian siswa. Salah satunya di SMPN 6 Pati.
”Masak SMP perkotaan hanya mendapatkan 35 siswa tahun ini. Biasanya mendapatkan siswa 200 sampai 300. SMP di kota kok malah siswanya kalah banyak dengan SMP Puncakwangi 2," jelasnya.
Terpisah, Kepala SMPN 6 Pati Juwanto mengaku, kuota PPDB untuk sekolahnya ada 224 kursi. Namun yang mendaftar hanya 42 dan hanya 35 yang daftar ulang. Kekurangan siswa ini menjadikan guru memenuhi jam mengajar. Akibatnya, sebagian guru memilih pindah ke SMP lain dan mencari jam tambahan mengajar ke sekolah lain.
”Guru yang mengajarnya kurang ada yang masuk ke SMPN 1 pati, SMPN 7 Pati, dan sekolah lainnya. Ada yang guru IPA, matematika, olahraga, dan seni budaya. Walaupun kekurangan siswa, namun pembelajaran tetap berjalan. Kami menggunakan Kurikulum K13," ungkapnya. (put/lin)